Redaksi   2024/03/25 16:0 WIB
Kolom Opini

Mengawali Ramadhan 2024 Secara Berbeda Tapi Akhirnya Bersama

UMAT ISLAM Indonesia mengawali Ramadhan Hijriah/2024 secara berbeda, tetapi ber-Idul Fitri secara bersama. Namun, mereka diprediksi akan merayakan Idul Fitri bersama.

Belum adanya kriteria tunggal penentuan awal bulan kalender Hijriah itu membuat perbedaan perayaan hari-hari besar Islam di Indonesia terus terjadi.

Kalender Hijriah Indonesia 2024 yang disusun Kementerian Agama menyebut 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada Selasa 12 Maret 2024.

Karena pergantian hari dalam kalender Islam dimulai setelah matahari terbenam, mulai Senin (11/3/2024) malam masyarakat akan memulai ibadah shalat Tarawih.

Kalender Hijriah itu disusun berdasarkan hisab imkannur rukyat atau perhitungan kemungkinan terlihatnya hilal. Kriteria terlihatnya hilal yang saat ini digunakan adalah kriteria baru Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) yang menyebut hilal akan teramati jika jarak sudut atau elongasi Bulan-Matahari minimal 6,4 derajat dan tinggi hilal 3 derajat.

Meski bisa ditentukan dengan perhitungan, karena Ramadhan terkait dengan ibadah wajib, keputusan awal bulannya akan menunggu hasil rukyat atau pengamatan hilal pada Minggu 10 Maret 2024 petang.

Hasil rukyat itu akan menjadi acuan bagi pemerintah dalam menetapkan awal Ramadhan melalui sidang isbat yang juga digelar pada Minggu petang.

Adapun Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 12 Januari 2024 telah mengumumkan awal Ramadhan akan jatuh pada Senin 11 Maret 2024 atau satu hari lebih dulu dibandingkan dengan ketetapan dalam kalender Hijriah pemerintah. Artinya, sebagian masyarakat akan melaksanakan ibadah Ramadhan pada Minggu Minggu 10 Maret 2024 malam.

Ketetapan Muhammadiyah itu diambil berdasarkan hisab dengan kriteria wujudul hilal atau terbentuknya hilal. Kriteria ini menyebutkan bahwa hilal sudah terbentuk jika konjungsi atau kesegarisan Matahari, Bulan, dan Bumi terjadi sebelum maghrib dan matahari terbenam lebih dulu dibandingkan bulan pada saat maghrib.

Kriteria ini tidak mensyaratkan adanya pengamatan hilal.

”Meski ada potensi perbedaan pada awal Ramadhan, Idul Fitrinya kemungkinan akan seragam,” kata Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional, Thomas Djamaluddin, di Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Idul Fitri kemungkinan akan jatuh pada Rabu, 10 April 2024.

Kesamaan Idul Fitri itu terjadi meski kriteria awal bulan Hijriah yang digunakan tetap berbeda. Konjungsi awal Syawal 1445 terjadi saat dini hari sehingga jarak antara waktu terjadinya konjungsi dan saat terbenamnya matahari menjadi cukup panjang.

Kondisi ini membuat hilal awal Syawal pada Selasa, 9 April 2024, akan lebih tinggi dan elongasinya lebih besar sehingga hilal bisa diamati.

Kemajuan hisab memang membuat penentuan awal bulan menjadi lebih praktis dan simpel. Namun, karena dalil agama memerintahkan untuk mengamati hilal dalam menentukan awal bulan, sebagian umat Islam meyakini bahwa pengamatan hilal itu wajib dilakukan. Ini merupakan metode pembuktian atas perhitungan yang dilakukan.

”Hisab dan rukyat itu sesungguhnya setara, tidak ada yang lebih unggul satu dibandingkan yang lain,” kata Djamaluddin.

Namun, masyarakat telanjur mendikotomikan hisab dan rukyat. Padahal, rukyat yang baik harus berdasarkan hisab yang akurat dan hisab yang baik harus didasarkan pada rukyat yang berkualitas.

Karena itu, meski hilal pada Minggu Minggu 10 Maret 2024 petang kemungkinan akan sulit untuk diamati karena posisinya yang masih di bawah kriteria baru MABIMS, masyarakat tetap akan mengamati hilal sebagai bentuk ketaatan dalam menjalankan perintah agama.

Posisi hilal awal Ramadhan pada Minggu petang masih terlalu rendah sehingga jika ada kesaksian melihat hilal kemungkinan akan ditolak.

Meski sama-sama bulan sabit, hilal berbeda dengan bulan sabit yang ada di atas kubah masjid atau pada bendera sejumlah negara.

Hilal adalah sabit supertipis seperti benang cahaya dengan fraksi atau bagian bulan yang terang kurang dari 1 persen.

Masalahnya, benang cahaya itu harus diamati saat langit masih terang sehingga sering kali pengamatan hilal diibaratkan dengan mencari cahaya lilin dengan latar belakang hutan yang sedang terbakar.

Jika perukyat tidak terampil, obyek yang disangka hilal bisa jadi benda lain, mulai dari planet, pantulan cahaya di awan, hingga gangguan cahaya liar yang masuk sensor perekaman cahaya hilal.

Untuk mencegah kesalahan identifikasi hilal itu, kriteria baru MABIMS disusun sebagai acuan posisi hilal yang bisa diamati.

Cahaya hilal yang posisinya terlalu rendah akan sulit dibedakan dengan cahaya senja yang masih kuat. Jika jarak sudut antara Bulan dan Matahari terlalu dekat, lanjut Djamaluddin, hilal akan terlalu tipis sehingga makin sulit diamati.

Selain dengan kriteria, pencegahan kesalahan identifikasi hilal itu juga dilakukan dengan pelaporan berjenjang. Perukyat di lapangan tidak boleh langsung mengumumkan kapan awal bulan Hijriah dimulai meski mereka telah mengamati hilal.

Kesaksian mereka harus diverifikasi lebih dulu secara berjenjang, mulai dari hakim agama yang akan mengambil sumpah hingga telaah pakar astronomi dan perwakilan ormas Islam yang hadir dalam sidang isbat.

Karena itu, menyikapi penolakan sejumlah kalangan terhadap penyelenggaraan sidang isbat, Kepala Subdirektorat Hisab Rukyat dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Ismail Fahmi menegaskan bahwa sidang isbat bukanlah bentuk sikap otoriter pemerintah.

Sidang isbat justru ingin mengakomodasi pandangan ormas Islam tentang penentuan awal bulan Hijriah yang beragam, baik dalam kriteria maupun metodenya.

”Sidang isbat adalah sidang musyawarah yang hasilnya akan digunakan Menteri Agama untuk menetapkan awal bulan Hijriah,” kata Ismail Fahmi.

Sidang isbat merupakan bentuk demokrasi dalam pengambilan keputusan agama yang tidak ditemukan di negara-negara lain.

Kalaupun terjadi perbedaan seperti dalam hari raya tahun-tahun sebelumnya, kata Ismail, pemerintah tetap berusaha mengakomodasi kepentingan kelompok masyarakat yang menetapkan awal bulan Hijriahnya berbeda dengan ketetapan pemerintah.

Pada Idul Adha 2023, pemerintah menetapkan tambahan libur fakultatif pada masyarakat yang merayakan Idul Adha lebih dulu.

”Perbedaan itu keniscayaan karena sejak zaman sahabat pun, perbedaan penentuan awal bulan Hijriah sudah terjadi,” katanya.

Karena itu, sikap saling memahami terhadap perbedaan awal bulan Hijriah itu perlu terus dibangun sehingga toleransi dan kerukunan umat beragama tetap bisa dijaga. (*)

Tags : ramadhan, sidang isbat, pengamatan hilal, utama, kriteria baru mabims, awal ramadhan 2024, ramadhan 1445,