Headline Sejarah   2023/01/23 18:12 WIB

Rahasia Tersimpan Dibalik Candi Muara Takus Belum Tuntas, 'yang Dibawa Sejak Peradaban Budha Dimasa Lalu'

Rahasia Tersimpan Dibalik Candi Muara Takus Belum Tuntas, 'yang Dibawa Sejak Peradaban Budha Dimasa Lalu'
Candi Muara Takus di Desa Muara Takus, XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Riau.

CANDI MUARA TAKUS merupakan salah satu kompleks percandian Budha yang ada di Pulau Sumatera. Dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan yaitu Candi Sulung, Candi Bungsu, Candi Mahligai, dan Palangka.

Bangunan bersejarah itu juga diyakini merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya, dan menjadi bukti peradaban Budha di masa lalu.

Lokasi Candi Muara Takus berada di muara Sungai Kampar Kanan, tepatnya di Desa Muara Takus, XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Riau.

Candi Muara Takus berjarak sekitar 150 kilometer dari Kota Pekanbaru, dengan titik koordinat 0.3332554°N 100.6419115°E. Rute menuju Candi Muara Takus dapat ditempuh melalui jalan darat, yaitu dari Pekanbaru arah Bukittinggi.

Ketika sampai di Muara Mahat, pengunjung kemudian diarahkan melewati jalan kecil menuju ke Desa Muara Takus.

Sejarah Candi Muara Takus , tahun pembangunannya masih belum bisa dipastikan oleh para ahli. Sebagian menyebut Candi Muara Takus dibangun pada abad ke-7, abad ke-9, bahkan ada yang meyakini dibangun abad ke-11.

Terkait nama Muara Takus, terdapat dua teori yang menjelaskan alasan kompleks candi ini dinamakan demikian.

Teori pertama menyebutkan bahwa Muara Takus diambil dari nama anak sungai kecil bernama Takus yang bermuara di Sungai Kampar Kanan.

Sementara teori kedua menyebutkan Muara Takus berasal dari dua kata, yaitu Muara yang artinya tempat akhir aliran sungai. Kata kedua yaitu Takus yang berasal dari bahasa Tionghoa, yaitu Ta berarti besar, Ku berarti tua, dan Se berarti candi atau kuil. Sehingga berdasarkan teori kedua, Candi Muara Takus berarti candi tua besar yang letaknya ada di muara sungai.

Candi ini diyakini sebagai candi Budha. Hal ini dikuatkan dengan adanya stupa berupa lambang Budha Gautama.

Namun ada juga yang mengatakan bahwa Candi Muara Takus merupakan campuran dari bentuk candi Budha dan Syiwa. Dasar pendapat ini dikuatkan dalam bangunan Candi Mahligai, yang bentuknya menyerupai lingga (kelamin laki-laki) dan yoni (kelamin perempuan).

Kompleks Bangunan Candi Muara Takus Bangunan utama di kompleks ini disebut dengan nama Candi Tuo, yang ukurannya mencapai 32,80 m x 21,80 m.

Candi Tuo ini termasuk paling besar di antara bangunan candi yang lain di kompleks ini. Letak Candi Tuo berada di sebelah utara candi Bungsu, dengan sisi kiri dan barat terdapat tangga yang diyakini dahulunya dihiasi stupa.

Bangunan Candi Tuo memiliki 36 sisi, dan terdiri dari bagian kaki I, kaki II, tubuh, dan puncak yang telah rusak dan beberapa batunya hilang.

Sedangkan Candi Mahligai, yang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10,44 m x 10,60 m, dengan tinggi 14,30 m. Bagian puncak Candi Mahligai ini berdiri di atas pondamen segi delapan, dan memiliki 28 sisi. Sedangkan alasnya terdapat teratai berganda dengan bagian tengahnya menjulang. Pada tahun 1860, masih terdapat patung singa dalam posisi duduk di dekat Candi Mahligai ini. Namun sekarang sudah tidak bekasnya.

Candi Palangka yang berada sekitar 4 meter dari CAndi Mahligai. Candi Palangka berupa susunan batu bata merah yang tidak dicetak, dan menjadi candi terkecil di antara yang lain. Bagian kaki Candi Palangka bersegi delapan dengan sudut banyak. Ukuran panjangnya 6,60 m, lebar 5,85 m, dan tinggi 1,45 m.

Candi Muara Takus pernah menjadi tempat perayaan Waisak.

Candi Bungsu yang letaknya berada di sebelah barat Candi Mahligai, dan bangunannya terbuat dari dua jenis batu yaitu batu pasir dan batu bata. Bantuk Candi Bungsu berupa persegi panjang dengan ukuran 7,50 m x 16,28 m, sementara tingginya mencapai 6,20 meter. Selain empat bangunan tersebut, ada pula gundukan tanah dengan dua lobang di dekat gerbang Candi Tuo. Diyakini tempat tersebut berfungsi untuk pembakaran jenazah, yaitu lobang pertama untuk memasukkan jenazah, dan yang kedua untuk mengambil abunya.

Pemerintah Provinsi Riau sendiri tahun 2015 pernah menganggarkan Rp 16,9 miliar untuk pemugarannya guna memikat para wisatawan yang berkunjung ke daerah itu dan sebagai destinasi wisata pada umumnya.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Said Syarifudin (masa itu menjabat) menjelaskan, pemugaran ini untuk memelihara situs budaya yang selama ini penuh dengan sejarah di bumi lancang kuning. Selain itu untuk mendukung program dari Kabupaten Kampar yang ingin menjadikan daerahnya sebagai destinasi wisata.

"Kampar itu banyak potensi wisata, di antaranya situs peninggalan Candi Muara Takus. Ini harus dilestarikan dan ini sebagai dukungan dari Pemerintah Provinsi Riau dalam melestarikan situs budaya," kata Said Syarifudin.

Menurut Said Syarifudin, tidak hanya situs budaya Candi Muara Takus yang menjadi destinasi wisata di Kabupaten Kampar, namun masih banyak lokasi lain yang penuh dengan potensi.

"Termasuk Kampung Patin yang ada di Kampar, saat ini sudah banyak juga wisatawan yang berkunjung ke Kampung Patin itu. Selain berwisata para pengunjung juga bisa belajar membudidayakan ikan yang terkenal di Kabupaten Kampar," terangnya.

Tidak hanya itu potensi lain yang tidak kalah eksotisnya di Kampar adalah indahnya pemandangan alam di Danau PLTA Koto Panjang. Sehingga program pengembangan wisata tersebut menurutnya perlu dilakukan untuk mendukung langkah kabupaten setempat.

"Masih banyak potensi wisata lain di Kampar, terutama wisata alam dan wisata kuliner lainnya khususnya di Kabupaten Kampar,"  sebutnya.

Menurut dia, Riau sebenarnya tidak kalah menarik jika berbicara potensi wisata. Sebut saja Candi Muara Takus dan Danau PLTA Koto Panjang di Kampar, serta Istana Siak, dan beberapa objek wisata lainnya. Beberapa objek alam lainnya juga sedang ditawarkan kepada investor.

Untuk mendukungnya, Pemprov Riau saat ini terus berupaya membangun atau meningkatkan infrastruktur ke objek-objek wisata tersebut. Di antaranya Pemprov Riau telah menganggarkan untuk meningkatkan pembangunan jalan menuju Candi Muara Takus menjadi dua jalur.

"Anggarannya sudah ada di APBD 2015," katanya.

Beberapa waktu lalu, Anggota Komisi E DPRD Riau juga telah kunjungi Candi Muara Takus dan mereka memastikan pengerjaan proyek pemugaran yang telah dianggarkan Rp16,9 miliar.

Pemerintah Kabupaten Kampar telah sejak lama mewacanakan daerah itu menjadi tujuan wisata asing dan lokomotif wisata di Riau bahkan Sumatera.

Selain cagar budaya dan wisata alam Danau PLTA Koto Panjang, Pemda Kampar juga sedang menggali potensi agrowisata yang sangat menjanjikan.

Kawasan agrowisata tersebut berada di Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kampar. Di lokasi ini, terdapat aneka tanaman seperti sayuran buah-buahan, dan bahkan tambak ikan. Di sekitar kawasan agrowisata ini juga terdapat sebuah hotel bintang tiga yang dikenal dengan Hotel Wisata Tiga Dara.

Menurut catatan Dinas Pariwisata Kampar, kawasan agrowisata ini telah dikunjungi ratusan ribu orang dari dalam kabupaten dan luar daerah bahkan mancanegara.

Misteri Candi Muara Takus

Candi Muara Takus jadi salah satu destinasi wisata unggulan Provinsi Riau. Konon di balik keindahan candi yang berada di Kabupaten Kampar ini menyimpan sejuta misteri.

Candi ini merupakan peninggalan peradaban agama Budha dan dibangun saat masa kerajaan Sriwijaya. Candi tersebut memiliki bentuk bangunan yang unik, karena stupanya dipenuhi oleh ornamen kepala singa dan roda.

Candi Muara Takus merupakan candi tertua di Sumatera yang bersifat Buddhis. Candi ini juga menjadi satu-satunya yang berdiri di Riau.

Kompleks Candi Muara Takus di Riau.

Arsitektur candi ini terbuat dari batu bata, batu sungai dan batu pasir. Sekilas ada banyak kemiripan arsitektur dengan yang berada di Vietnam, Myanmar, India, serta Sri Lanka.

"Sebenernya Muara Takus agak menyeramkan daripada mengagumkan, tidak heran ada hal misterius dikaitkan di sini," kata beberapa warga setempat.

Bahkan dituliskan dalam buku yang berjudul "The Forgotten Kingdoms in Sumatra" milik Dr. F.M. Schnitger pada 1939, sang penulis pernah menyaksikan gerombolan gajah yang berziarah ke candi tersebut di 1935.

"Beberapa saat tak terjadi sesuatu apapun. Kesunyian terasa mencekam. Tiba-tiba terdengar suatu bunyi membahana yang gegap gempita. Sebatang pohon besar tumbang tepat di bekas saya berdiri tadi," kata sang penulis.

Seluruh gerbang tertutup oleh dahan dan rantingnya. Pada waktu yang bersamaan terdengar pula suara gemeretak bunyi dahan-dahan kayu diremukkan. Semak belukar terkuak.

Dua ekor gajah raksasa menyerbu ke lapangan kuil, berkelahi sambil menjerit-jerit, saling menghantam dengan gadingnya yang kukuh. Dan kemudian secepat kilat, seperti tatkala mereka muncul, gajah-gajah itupun lenyap pula kembali ke hutan", tulis Schnitger dalam bukunya.

Di sisi lain, objek wisata Candi Muara Takus terdiri dari beberapa candi. Yakni Candi Tua atau Sulung yang merupakan bangunan terbesar di antara bangunan lainnya di dalam komplek ini.

'Pernah jadi pusat kerajaan Sriwijaya'

Bumi Sarimadu, sekitar 135 KM dari Kota Pekanbaru di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar masih tersisa satu-satunya peninggalan sejarah berbentuk candi di Riau, yakni Candi Muara Takus.

Salah satu pendapat asal mula penamaannya, terdiri dari dua kata, “Muara” dan “Takus”.  Arti kata “Muara” merujuk pada suatu tempat sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau sungai yang lebih besar. Sedangkan “Takus” merupakan susunan dari bahasa Cina. Terdiri dari Ta berarti besar, Ku adalah tua, dan Se berarti candi atau kuil.

Jadi, arti keseluruhannya merupakan candi tua besar yang terletak di muara sungai. Adanya stupa yang merupakan lambang Buddha Gautama, membuat Candi Muara Takus ini dipercayai sebagai candi Buddha.

Pendapat lain, merujuk pada candi-candi di Myanmar, terdapat kemiripan arsitektur pada salah satu bangunannya, yakni Candi Mahligai. Bentuk lingga atau kelamin laki-laki dan yoni atau kelamin perempuan.

Adanya bangunan Candi Muara Takus sebagai bukti pernah berkembangnya agama Buddha di Sumatera. Dalam buku Hukum dan perubahan struktur kekuasaan: pelaksanaan hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak, 1901-1942 menyebutkan beberapa abad silam diyakini pernah menjadi pusat kerajaan Sriwijaya.

Pembesar Kampar bersama utusan Adityawarman bersepakat menetapkan Muara Takus sebagai pusat pemerintahan Andiko Nan 44. Hal ini pula ditegaskan oleh Ir. L. Moens pada tahun 1937 melalui tulisannya berjudul Crivijaya, Yava en Kataha (T.B.G LXXVII).

Tiga tahun kemudian, salinan tulisan itu terbit dalam bahasa Inggris pada  Journal of the Malayan Branch XVII. Moens membantah teori Coedes sebelumnya yang mengatakan Sriwijaya berpusat di Palembang.  Ia mendasar pada berita-berita atau pengetahuan geografis dari berita Tionghoa dan Arab. Awal mulanya, pusat Kerajaan Sriwijaya terletak di pantai timur Malaya, kemudian berpindah ke Sumatera Tengah dekat Muara Takus.

Walaupun para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan. Namun, Cornet De Groot disebut sebagai penemu pertama pada tahun 1860. Bahkan dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkenkunde edisi 1860 Groot membuat sketsa Candi Muara Takus dengan keterangan foto tertulis: KOTA TJANDI, Pedalaman Sumatera.

Groot menulis Kota Tjandi (Sumatra’s Westkust) di muat dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkenkunde edisi 1860. Pada paragraf keenam tulisan itu, Groot menyebutkan yang bila diartikan dalam bahasa Indonesia:

“Hampir seluruhnya dibangun dari batu bata merah yang dipanggang, yang telah diamplas rata, dan tidak menggunakan kapur; mereka ditumpuk dingin di atas satu sama lain; hanya benda yang terbuat dari batu pasir berwarna abu-abu-kuning muda. Pada sisi barat telah disediakan tangga, untuk tiba di ruang bawah tanah.”

Kemudian terdapat tulisan berjudul beschrijving Van de Hindoe, oudheden te Muara Takus oleh GDu Ruy Van Best Holle.

Pada tahun 1880, W.P. Groeneveld menemukan Candi Muara Takus terdiri dari beberapa biara dan candi sebagai bangunan purbakala Buddha.

Tembok yang mengelilinginya ditemukan setahun kemudian oleh R.D.M Verbeek & E.TH. Van Delden ketika kedua pakar ini membuat jalan sebagai akses ke sana. “De Hindow Ruinen Bij Moeara Takoes aan De Kampar Rivier” terbit dalam Verhandelingen van Het Bataviaasch Genootschap hasil temuan keduanya.

Beberapa foto lawas Candi Muara Takus dapat ditemukan pada koleksi digital Southeast Asian & Caribbean Images (KITLV) perpustakaan Universitas Leiden di Belanda. (*)

Tags : Candi Muara Takus, Misteri dan Rahasia Tersimpan di Candi Muara Takus, Candi Muara Takus Pernah Jadi Pusat Kerajaan Sriwijaya, Sejarah Candi Muara Takus,