Sosial   2022/07/12 10:23 WIB

Pengumuman PHK Secara Virtual, 'Membuat Pekerja Makin Terpukul dan Terpuruk'

 Pengumuman PHK Secara Virtual, 'Membuat Pekerja Makin Terpukul dan Terpuruk'

SEJUMLAH perusahaan memberhentikan pegawai melalui panggilan video grup. Di saat tren bekerja dari luar kantor semakin meluas, para pekerja barangkali memang perlu membiasakan diri dengan kemungkinan bahwa mereka dapat dipecat secara virtual.

Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah perusahaan disorot karena mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan sekelompok besar pegawai melalui panggilan video atau platform komunikasi virtual lainnya.

Perusahaan hipotek yang berbasis di Amerika Serikat, Better.com, misalnya, pada Desember 2021 memecat 900 pekerja melalui aplikasi Zoom.

"Jika Anda menerima panggilan ini, Anda adalah bagian dari kelompok kurang beruntung yang diberhentikan," kata CEO perusahaan itu, Vishal Garg, kepada para pegawainya.

"Pekerjaan Anda di sini dihentikan. Keputusan ini efektif akan segera berlaku," ujarnya.

Enam bulan setelah itu, perusahaan mobil bekas di AS, Carvana, memberhentikan 2.500 pegawai dengan cara yang sama.

Beberapa pekerja yang dipecat itu menerima informasi melalui email. 

Pimpinan perusahaan fintech asal Swedia, Klarna, juga mengumumkan pemberhentian 700 pegawai melalui rekaman video.

Seluruh pekerja di korporasi itu harus menunggu 48 jam untuk mendapatkan email berisi kepastian apakah mereka bagian dari yang dipecat.

Perusahaan mungkin memiliki alasan khusus untuk mengumumkan keputusan itu.

Pandemi, perekonomian yang melambat, dan kenaikan biaya tenaga kerja memaksa beberapa perusahaan berhemat.

Komunikasi virtual adalah cara yang efektif untuk menyampaikan kabar buruk kepada sejumlah besar pekerja yang terkena dampak pemecatan.

Tapi secara keseluruhan, PHK kolektif secara virtual ini memicu penilaian yang buruk dan membuat pegawai naik pitam.

"Saya kecewa. Saya belum pernah menjadi bagian dari sesuatu seperti itu sebelumnya," kata seorang karyawan Better.com dirilis BBC, Desember lalu.

"Keputusan mereka sangat tidak berperasaan."

PHK skala besar selalu ada. Dan dalam dunia pekerjaan yang dijalankan dari jarak jauh—di mana kita semakin sering menggunakan teknologi untuk berkomunikasi—masuk akal bahwa mereka bekerja secara virtual mungkin juga akan dipecat secara virtual.

Namun 'pemecatan massal melalui Zoom' belakangan menjadi berita utama di media massa.

Bagi para pekerja yang kecewa, pemecatan seperti itu bisa terasa seperti kejutan tanpa belas kasihan.

Tidak ada obrolan empat mata, tak ada kesempatan untuk bertanya atau memproses apa yang terjadi, seperti percakapan personal pada umumnya.

PHK virtual mungkin menjadi lebih umum di bidang pekerjaan yang dilakukan jarak jauh.

Namun para ahli mengatakan, PHK dapat dilakukan dengan lebih hati-hati, terutama untuk meringankan pukulan bagi pekerja yang terkena dampak.

Tanpa sentuhan personal

Sebagian dari alasan 'pemecatan massal melalui Zoom' terasa sangat mengerikan, kata Hayden Woodley, profesor ilmu perilaku organisasi di Ivey Business School, Western University, Kanada.

Menurutnya, kebijakan mengumumkan PHK seperti itu merupakan kombinasi dari dua praktik buruk yang tidak boleh dilakukan, yaitu memecat orang secara massal dan tanpa percakapan langsung.

Kedua praktik itu dapat membuat PHK lebih menyedihkan karena dua cara itu tidak memiliki keadilan prosedural, kata Woodley.

Pekerja mungkin mengharapkan proses tertentu ketika diberhentikan.

Mereka mendambakan penjelasan khusus dari atasan, jangka waktu untuk menyelesaikan urusan apa pun, dan kesempatan mengajukan pertanyaan.

Pemecatan massal via Zoom tidak memberi peluang itu.

Pemecatan massal meniadakan sentuhan personal terhadap pekerja yang terkena dampak, kata Johnny C Taylor Jr, CEO Society for Human Resource Management (SHRM), yang berbasis di AS.

Selain itu, dia meyakini pemecatan 'dari jarak jauh' menihilkan nilai dan martabat.

Dia beralasan, "Anda bisa berdinamika antarmanusia, seperti mengambilkan tisu saat seseorang menangis".

Walau diberhentikan dalam keadaan apa pun bisa menjadi pukulan besar, dipecat dengan cara ini-dari jarak jauh, secara tiba-tiba, dan secara massal-dapat membuat pekerja makin terpukul.

Tentu saja, perusahaan bergulat dengan semua perubahan yang disebabkan pandemi.

Perusahaan masih mencari cara terbaik untuk menavigasi kebijakan PHK di tengah praktik kerja dari jarak jauh, sistem kerja kombinasi, dan komunikasi berbasis daring.

Apalagi, lebih sedikit pekerja sekarang berkontak langsung secara teratur dengan manajer atau menghabiskan waktu di kantor mereka. 

Jadi, jika saatnya tiba, pengumuman PHK secara virtual memang masuk akal secara logistik dan dalam konteks hubungan di tempat kerja.

Tidak masuk akal, kata Taylor, untuk memaksa pekerja datang ke kantor, menghadapi lalu lintas selama 90 menit demi dipecat dalam percakapan selama lima menit.

Nicholas Bloom, profesor ekonomi di Stanford University, AS, sependapat.

"Pemutusan hubungan kerja dengan Zoom benar-benar masuk akal di dunia di mana karyawan direkrut, dilatih, dan bekerja sebagian besar atau sepenuhnya online," ujarnya.

"Untuk jenis pekerjaan yang dilakukan jarak jauh, akan sangat aneh jika kesempatan pertama Anda bertemu manajer adalah saat mereka memecat Anda," kata Bloom.

Namun ini bukan sesuatu yang menyenangkan. Bloom juga percaya PHK massal, baik diumumkan secara daring atau tatap muka, adalah sesuatu yang kejam dan tidak masuk akal.

Menurut Jennifer A Chatman, pimpinan urusan akademik di Haas School of Business di University of California, Berkeley, satu-satunya alasan perusahaan memilih memberhentikan sebagian besar karyawan dalam satu panggilan video adalah "efisiensi jangka pendek".

"Panggilan Zoom cepat yang dihadiri oleh semua orang yang ditargetkan perusahaan untuk diberhentikan membutuhkan waktu lima atau 10 menit, dibandingkan dengan pendekatan lain yang akan melibatkan lebih banyak pertemuan individual dan tatap muka," katanya.

Menurutnya, perusahaan perlu memiliki begitu banyak staf SDM untuk mencegah keputusan ini diambil.

"Tentu saja, kuncinya di sini adalah jalan pintas. Walau perusahaan mungkin melihat pendekatan ini sebagai sesuatu yang menguntungkan dari perspektif efisiensi, itu bermasalah dalam segala hal," kata dia.

Percakapan lanjutan

Dalam kasus di mana perusahaan memilih mengumumkan PHK melalui panggilan grup, eksekusi adalah kuncinya.

Woodley percaya bahwa medium virtual bukanlah masalah. Sebaliknya, kata dia, cara penghentian dilakukan dari jarak jauh yang dapat menyebabkan masalah.

Bahkan jika PHK terjadi melalui Zoom atau email, tidak ada alasan teknologi tidak dapat digunakan untuk membuat transisi tidak terlalu menyakitkan bagi pegawai.

"Saat orang-orang bekerja dari mana-mana, saya tidak mengerti mengapa sebuah rapat tidak dibuat untuk menindaklanjuti email tentang penghentian dan memberi orang kesempatan untuk merepons pemecatan," kata Woodley.

Dengan kata lain, sangat penting untuk menindaklanjuti pengumuman PHK dengan percakapan individu untuk menjawab pertanyaan dan membicarakan langkah selanjutnya.

"Membawa sekelompok orang ke dalam panggilan untuk mengalami sesuatu yang begitu tak mengenakkan bukanlah bentuk yang baik," kata Taylor.

Meski menurutnya menyatukan organisasi untuk mengumumkan redundansi atau restrukturisasi bukan suatu masalah, percakapan individual, bahkan dari jarak jauh dengan karyawan yang terkena dampak sangat penting.

Tujuannya, kata Taylor, pegawai dapat menanggapi dan mencerna PHK.

Percakapan personal ini dapat menjadi sangat penting dalam pengaturan yang tidak dipersonalisasi seperti sistem kerja campuran atau jarak jauh, di mana para pekerja dapat menghabiskan sepanjang hari sendirian di kantor pusat mereka.

Bahkan jika jumlah karyawan yang terkena dampak sangat tinggi, yang berarti perwakilan SDM tidak dapat menghadiri semua rapat, sangat penting bagi manajer supervisor untuk menyediakan diri.

"Kita harus melatih manajer untuk lebih berempati dan berbelas kasih dalam proses pemberhentian, terutama jika Anda mengumumkannya dari jarak jauh," kata Taylor.

Perusahaan juga dapat mencoba untuk meringankan dampak PHK dengan membantu pegawai mencari peluang kerja baru yang potensial.

Pengusaha dapat mengatakan, "'Perusahaan A, B, C, dan D di area tersebut mencari bakat, dan kami dapat membuatkan perkenalan itu untuk Anda'," kata Taylor.

Tidak hanya membantu karyawan yang diberhentikan, ini juga kebiasaan yang baik bagi perusahaan.

Langkah ini menunjukkan calon karyawan dan mereka yang selamat dari PHK bahwa perusahaan peduli dengan orang-orangnya.

Efeknya, perusahaan bisa mengurangi dampak moral negatif akibat PHK.

Kesalahan dapat menumpuk persoalan yang harus ditangani membuat perusahaan. 

CEO Better.com, Vishal Garg, misalnya, meminta maaf atas cara dia "mengacaukan eksekusi kebijakan PHK".

Garg lalu mengambil cuti singkat dari perusahaan. Tapi kemudian dia dilaporkan memberhentikan lebih banyak pegawai dengan beberapa masalah.

Adapun produsen mobil Carvana menyebut bahwa mereka melakukan sebanyak mungkin percakapan dengan pegawai secara langsung tentang PHK.

Jika tatap muka tidak memungkinkan, kata mereka kepada CBS MoneyWatch, mereka akan berbicara dengan anggota tim kami melalui Zoom.

Sementara itu, CEO Klarna membela diri dari caranya mengumumkan PHK.

Dia disebut memberi 48 jam sebagai waktu yang "dapat diterima" bagi karyawan untuk menunggu kabar buruk.

Mengingat pekerjaan dari jarak jauh akan terus berlanjut, tampaknya PHK virtual akan menjadi bagian kenormalan di dunia kerja.

Bekerja dari rumah, kata Taylor, telah mengubah setiap tahap pekerjaan, termasuk bagaimana kita akan kehilangannya.

Namun, seperti yang ditunjukkan oleh kasus-kasus baru-baru ini, perusahaan perlu mengembangkan proses untuk melakukan pemecatan dengan cara yang menurut pekerja manusiawi.

"Contoh Better.com adalah peringatan yang baik untuk perusahaan lain, jadi saya berharap sebagian besar akan mencoba menggunakan sedikit akal sehat," kata Chatman.

Pekerja tidak boleh terlalu nyaman, "meskipun selalu ada pengecualian", tambahnya.

Namun seperti banyak hal, strategi yang akan diambil perusahaan bergantung manajemen dan prioritas mereka.

"Mempekerjakan, melatih, dan bekerja dengan orang selalu bersifat pribadi. Kami tidak pernah melakukan perekrutan massal," kata Bloom.

"Pemecatan dan pemutusan hubungan kerja harus dilakukan dengan cara yang sama," tuturnya. (*)

Tags : Ekonomi, Virus Corona, Pekerjaan, Karir, Pengangguran,