Nasional   2024/03/27 21:46 WIB

Anies dan Ganjar Minta MK Batalkan Hasil Pilpres 2024, 'karena Kemenangan Prabowo-Gibran ada Kecurangan'

Anies dan Ganjar Minta MK Batalkan Hasil Pilpres 2024, 'karena Kemenangan Prabowo-Gibran ada Kecurangan'
Anies Baswedan, Muhaimin Iskandar dan tim kuasa hukumnya di sidang perdana gugatan Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Rabu (27/03).

JAKARTA - Kubu Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo menilai ada kecurangan dalam Pilpres 2024 dan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan penetapan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang pemilu serta mendiskualifikasi mereka.

Kubu Prabowo menganggap gugatan itu dipenuhi "asumsi" dan "tanpa bukti".

Sidang pendahuluan sengketa hasil pemilu berlangsung di MK pada Rabu 27Maret 2024.

Kubu Anies Baswedan mendapat kesempatan pertama menyampaikan permohonannya pada pukul 8.00 WIB, sementara kubu Ganjar menyusul pada pukul 13.00 WIB.

Pada Kamis 28 Maret 2024, MK akan mendengar jawaban KPU sebagai termohon, serta keterangan dari pihak-pihak terkait.

Setelah itu, pemeriksaan perkara akan berlangsung pada periode 1-18 April, dan MK diharapkan dapat membacakan putusannya pada 22 April mendatang.

"[Pemeriksaan sengketa pemilu] tidak boleh lebih dari 14 hari kerja," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra.

Kubu Anies sebut kecurangan demi ambisi Jokowi 'melanggengkan kekuasaan'

Tim hukum Anies Baswedan menyampaikan sejumlah kecurangan yang disebut terjadi di Pilpres 2024, termasuk saat KPU menerima pendaftaran Gibran sebagai wapres sebelum merevisi peraturan mengenai syarat pencalonan, serta nepotisme Presiden Joko Widodo yang menguntungkan Prabowo-Gibran demi "melanggengkan kekuasaannya".

Pelanggaran lain yang disebut adalah penyalahgunaan program bantuan sosial atau bansos, keterlibatan sejumlah kepala daerah untuk menggerakkan struktur di bawahnya demi memenangkan Prabowo-Gibran, serta intervensi kekuasaan yang membuat MK mengubah ketentuan soal syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Apakah Pilpres 2024 kemarin telah dijalankan secara bebas, jujur, dan adil? Izinkan kami menyampaikan jawabnya, tidak, yang terjadi adalah sebaliknya," kata Anies saat sidang pendahuluan sengketa hasil pemilu di gedung MK pada Rabu pagi (27/03).

"Independensi yang seharusnya menjadi pilar utama dalam penyelenggaraan pemilu, telah tergerus akibat intervensi kekuasaan yang tidak seharusnya terjadi."

Karena itu, tim hukum Anies-Muhaimin meminta MK membatalkan keputusan KPU yang menetapkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilpres 2024.

Mereka meminta agar Prabowo-Gibran didiskualifikasi, lalu KPU menjalankan pemungutan suara ulang tanpa mereka.

Pilihan lainnya, seperti tercantum dalam dokumen permohonan kubu Anies, mereka meminta hanya Gibran yang didiskualifikasi dan KPU melakukan pemungutan suara ulang, yang bisa diikuti kembali oleh Prabowo setelah mengganti calon wapresnya.

Kubu Ganjar ikut sentil 'nepotisme Jokowi'

Pada sidang yang dimulai pada Rabu 27 Maret 2024 pukul 13.00 WIB, Todung Mulya Lubis, ketua tim hukum kubu Ganjar, meminta MK membatalkan keputusan KPU yang menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024.

Lalu, MK diminta mendiskualifikasi Prabowo-Gibran, serta memerintahkan KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang tanpa mereka.

Alasannya, kubu Ganjar menganggap telah terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilpres 2024, khususnya dalam bentuk nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo untuk memenangkan Prabowo-Gibran dalam satu putaran, serta pelanggaran prosedur pemilu, merujuk dokumen permohonan kubu Ganjar.

Nepotisme Jokowi disebut melahirkan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk dengan menggerakkan adik iparnya Anwar Usman sebagai ketua MK untuk "mengubah aturan main" agar bisa mendaftarkan Gibran sebagai cawapres serta menggunakan program bansos untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Selain itu, Jokowi disebut memanfaatkan TNI dan Polri untuk "mengintimidasi masyarakat" serta ratusan kepala daerah untuk memastikan kemenangan Prabowo-Gibran.

"Saat pemerintah menggunakan segala sumber daya negara untuk mendukung kandidat tertentu, saat aparat keamanan digunakan untuk membela kepentingan politik pribadi, maka itulah saat bagi kita untuk bersikap tegas bahwa kita menolak semua bentuk intimidasi dan penindasan," kata Ganjar saat sidang.

"Kita menolak dibawa mundur ke masa sebelum Reformasi. Kita menolak pengkhianatan terhadap semangat Reformasi."

Sementara itu, Mahfud berharap MK dapat mengambil langkah untuk "menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum di Indonesia".

"Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangkan oleh yang punya kekuasaan atau yang dekat dengan kekuasaan dan mempunyai uang berlimpah," kata Mahfud.

Kuasa hukum Anies pertanyakan 'keselamatan saksi'

Pada Kamis 28 Maret 2024, tim hukum pemohon diharapkan dapat menyerahkan daftar nama saksi dan ahli, yang totalnya tak boleh lebih dari 19 orang.

Terkait hal ini, Heru Widodo, salah satu advokat tim Anies-Muhaimin, sempat meminta MK memberi diskresi agar mereka bisa menyerahkan daftar namanya pada Sabtu (30/03), atau dua hari sebelum dimulainya pemeriksaan perkara pada Senin (01/04).

"Mohon dipertimbangkan, ketika kami menyerahkan daftar nama saksi, kemudian nama-nama saksi itu bocor, keluar ke publik, kami khawatir saksi-saksi ini terintimidasi sehingga takut memberikan keterangan. Itu pertimbangannya," kata Heru.

Ketua MK Suhartoyo menolak permintaan itu.

"Kalau melakukan aktivitas persidangan yudisial yang tidak di hari kerja, nanti juga ada persoalan, Pak Heru," kata Suhartoyo.

"Nanti ada persoalan dalam keabsahan persidangan kita."

Heru lantas bernegosiasi kembali, meminta agar daftar nama saksi boleh diserahkan pada Senin pagi (01/04) sebelum pemeriksaan. Namun, Suhartoyo kembali menolak, karena itu dianggap terlalu mepet.

"Percayakan pada mahkamah. Insya Allah tidak bocor [daftar nama saksinya], kecuali Anda sendiri yang bocorkan," kata Suhartoyo.

KPU siap susun jawaban, kubu Prabowo anggap gugatan Anies dan Ganjar penuh 'asumsi'

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan pihaknya telah berkoordinasi, terutama dengan KPU provinsi serta kabupaten dan kota, untuk mengantisipasi permohonan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

"Kami hari ini mendengarkan, mencermati, membaca dan memberikan catatan-catatan pada pokok-pokok permohonan para pemohon," kata Hasyim saat konferensi pers seusai sidang pagi.

"Itu nanti akan kami jadikan dasar untuk menyusun jawaban, keterangan, penjelasan, dan juga pembuktian berupa dokumen-dokumen maupun saksi atau ahli yang sekiranya diperlukan nanti dalam persidangan berikutnya."

Di sisi lain, Yusril Ihza Mahendra, ketua tim hukum Prabowo-Gibran, menilai permohonan kubu Anies dan Ganjar banyak didominasi asumsi alih-alih bukti konkret.

"Dalam sejarah pemilu kita, maupun peraturan perundang-undangan kita, belum pernah ada dan tidak ada aturannya bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden itu dapat dilakukan pemungutan suara ulang secara menyeluruh," kata Yusril.

Karena itu, tim hukum Prabowo-Gibran yakin dapat membantah seluruh dalil yang dikemukakan kubu Anies dan Ganjar, dan MK pun disebut akan menolak permohonan mereka.

Selain itu, Otto Hasibuan dari tim hukum Prabowo-Gibran juga mempertanyakan permohonan ke MK yang ditujukan kepada KPU, tapi justru banyak membahas apa yang dilakukan pemerintah, khususnya presiden.

"Jadi terlihat memang ini adalah upaya-upaya yang subjektif dari pihak pemohon untuk mendiskreditkan pemerintah, khususnya Pak Presiden [Jokowi], dan secara pribadi juga untuk Pak Gibran Rakabuming Raka," kata Otto.

Khusus soal bansos, Hotman Paris Hutapea, advokat lainnya dari tim Prabowo-Gibran, juga mengatakan itu adalah program pemerintah yang sah dan sesuai dengan peraturan.

"Dalam sejarah karier saya, inilah contoh surat permohonan atau sejenis gugatan yang paling mengambang," kata Hotman, mengomentari permohonan dari kubu Anies.

"Bansos itu adalah sah sesuai dengan peraturan, dan MK tidak punya kewenangan menilai bansos". (*)

Tags : Joko Widodo, Politik, Prabowo Subianto, Pilpres 2024, Indonesia, Pemilu 2024, Populisme,