Linkungan   2024/03/27 21:53 WIB

Gajah Juga Miliki Ritual Saat Keluarga Hadapi Kematian dan Menguburkannya

 Gajah Juga Miliki Ritual Saat Keluarga Hadapi Kematian dan Menguburkannya
Diperkirakan ada sekitar 26.000 gajah yang hidup di alam liar di Asia

LINGKUNGAN - Manusia bukanlah satu-satunya makhluk hidup yang memiliki ritual saat menghadapi kematian.

Beberapa hewan juga melakukan ritual tertentu ketika kerabatnya meninggal dunia. Melalui penelitian terbaru, khalayak umum bisa mengetahui ritual yang dilakukan spesies gajah Asia.

Penemuan tersebut menunjukkan bahwa gajah membawa bangkai anaknya selama berhari-hari sampai menemukan tempat yang tepat untuk menguburkannya sembari menyuarakan ratapan dari belalainya.

Temuan terbaru ini terungkap dalam penelitian dua ilmuwan India, yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Journal of Threatened Taxa.

Dalam penelitian yang dilakukan antara 2022 hingga 2023 tersebut, Akashdeep Roy dari Insitut Pendidikan dan Penelitian Alamiah di Pune dan Parveen Kaswan dari Dinas Kehutanan India menemukan lima kasus penguburan bayi gajah. 

Kasus-kasus tersebut tercatat di wilayah Bengal, yang terletak di timur laut India. Menurut kedua ilmuwan, tak ada keterlibatan manusia dalam peristiwa itu. 

"Penguburan anak gajah adalah peristiwa yang sangat langka [terjadi] di alam," kata Roy kepada majalah New Scientist. 

Masalah kolektif

Jejak kaki dan jejak kotoran yang ditemukan peneliti di lima kuburan menunjukkan bahwa gajah dari segala usia berkontribusi pada setiap penguburan.

Hal ini, menurut laporan tersebut, adalah bukti bahwa "perilaku penuh kasih dan suka menolong" yang ditunjukkan oleh para anggota kelompok gajah tersebut.

Semua bangkai anak gajah yang dikubur ditemukan dalam posisi sama, mereka dikubur di saluran pembuangan yang dibuka oleh petani dan ditutup dengan tanah dengan kaki menghadap ke atas.

"Itu adalah posisi yang paling mudah untuk memegang dan meletakkan bangkai ke selokan," jelas Roy kepada Live Science.

"Posisi ini juga memungkinkan lebih dari satu anggota kelompok untuk berpartisipasi dalam proses penguburan."

Setelah gajah dewasa mengubur anaknya, mereka meratap dengan belalainya. Suara ratapan itu didengar para petani di dekat lokasi penguburan.

Roy meyakini bahwa suara-suara ini adalah untuk "mengekspresikan penderitaan dan rasa sakit", dan untuk "memberi penghormatan kepada makhluk yang telah mati".

Mengapa hanya anak yang menerima ritual ini ketika mati? Karena "tak memungkinan" untuk mengangkut dan menguburkan gajah muda atau dewasa mengingat ukuran dan bobotnya yang berat, tulis penelitian tersebut.

Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa gajah Asia berduka sebagai satu keluarga, kata peneliti Insitut Sains India, Raman Sakumar, kepada majalah National Geographic.

Pengamatan pada hewan-hewan ini menunjukkan bahwa gajah menanggapi kesedihan dengan belaian dan menunjukkan kasih sayang. 

Jauh dari manusia 

Di belahan bumi lain, gajah Afrika juga melakukan upacara pemakaman dengan menutupi anak-anaknya yang mati dengan ranting dan dedaunan. Namun, penelitian terhadap gajah Asia adalah temuan pertama gajah menempatkan bangkai anaknya pada posisi tertentu dan menguburnya dengan tanah, demikian dipaparkan Live Science.

Gajah Asia tidak menguburkan anaknya di sembarang tempat.

Hewan berkulit tebal ini memilih "tempat terpencil, jauh dari manusia dan [hewan] karnivora, sementara mereka mencari saluran air dan cekungan untuk menguburkan mayat," kata laporan tersebut.

Kelima bangkai yang diteliti ditemukan di kawasan perkebunan teh, jauh dari permukiman penduduk.

Para ilmuwan menggali bangkai hewan itu untuk mempelajarinya dan menemukan bahwa usia mereka berkisar antara tiga bulan hingga satu tahun. Beberapa di antaranya kekurangan gizi atau mengalami infeksi.

Luka memar yang ditemukan di punggung setiap anak gajah menunjukkan bahwa mereka diseret oleh gajah dewasa dari jarak jauh ke lokasi penguburan.

"Ada laporan yang belum dipublikasikan dari Departemen Kehutanan Benggala Barat tentang seekor gajah betina yang membawa bangkai anaknya hingga dua hari sebelum meninggalkannya di lokasi terpencil di Benggala Selatan," tulis laporan tersebut.

"Makhluk ini tak dapat meninggalkan bangkai anaknya sampai bangkai itu mulai membusuk dan pejabat Departemen Kehutanan mengambil alih bangkai tersebut," tambahnya.

Berbeda dengan gajah Afrika, gajah Asia tidak kembali ke lokasi penguburan kerabatnya, melainkan memilih jalur lain untuk bepergian. 

Penafsiran pertama dari temuan tersebut

Ahli biologi dan pakar konservasi, Chase La Due, menyebut penelitian ini penting karena menawarkan "bukti menakjubkan tentang kompleksitas kehidupan sosial gajah".

"Penelitian lain mencatat gajah tampaknya berperilaku unik terhadap kerabat mereka yang telah mati [tetapi] penelitian ini adalah penelitian pertama yang mendeskripsikan penguburan bayi gajah secara rapih dan disengaja setelah mereka dibawa ke lokasi penguburan," kata La Due dalam sebuah wawancara dengan majalah News Scientist.

Lebih lanjut, pakar tersebut menyerukan kehati-hatian saat menafsirkan temuan ini.

"Kehidupan mental dan emosional gajah sebagian besar masih merupakan misteri," katanya.

Chase La Due menjelaskan bahwa jenis penelitian ini memungkinkan pengembangan strategi baru untuk menjamin kelangsungan hidup hewan-hewan ini.

Gajah Asia, yang rata-rata hidup hingga 60-70 tahun di alam liar, masuk dalam daftar spesies terancam punah yang dibuat oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam.

Diperkirakan saat ini ada sekitar 26.000 spesies hidup di alam liar, terutama di India dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand dan Indonesia. (*)

Tags : India, Asia, Hewan-hewan, Asia tenggara, Lingkungan, Alam, Sains, Pelestarian,