Kolom Opini   2021/10/09 19:39 WIB
Kolom Opini

Virus Corona Buat Sekolah Berlakukan Daring 

VIRUS CORONA atau Covid-19 pertama kali di sebuah pasar hewan dan makanan laut di kota Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019. Setelah itu, COVID-19 menular antar manusia dengan sangat cepat dan menyebar ke puluhan negara, termasuk Indonesia, hanya dalam beberapa bulan.

Penyebarannya yang cepat membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown untuk mencegah penyebaran virus Corona. Di Indonesia, pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini. Tepat pada 1 Juni 2020 Pemerintah memberlakukan New Normal dengan peraturan tetap mematuhi protokol kesehatan ketika berpergian ke luar rumah. Hingga saat ini pandemi Covid-19 masih terus mewabah di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Tercatat per tanggal 10 Oktober 2020 update Corona Dunia Indonesia naik Kepringkat 21 Global. Pemerintah terus berupaya untuk mengatasi pandemi Covid-19 serta juga memikirkan bagaimana perekonomian masyarakat terus berjalan namun tetap memperhatikan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu New Normal adalah perubahan prilaku atau kebiasaan untuk tetap menjalankan aktivitas seperti biasa namun dengan selalu menerapkan protokol kesehatan.

New Normal semua kegiatan harus mengikuti protokol kesehatan dan membatasi adanya pertemuan yang dapat mengakibatkan perkumpulan massa, tidak terkecuali sektor pendidikan. Semua aktifitas pendidikan, mulai dari tingkat dasar dan menengah hingga tingkat perguruan tinggi dilakukan secara daring, tanpa tatap muka antara pengajar dan peserta didik.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19 Pembelajaran dilaksanakan secara daring atau belajar dari rumah menggunakan sistem online. Teknologi yang semakin canggih menyadarkan kita akan potensi luar biasa internet yang belum dimanfaatkan sepenuhnya dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Tanpa batas ruang dan waktu, kegiatan pendidikan bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun melalui daring atau oline.

Meskipun secara formal kegiatan pendidikan masih bisa dilakukan secara daring, namun siswa dan mahasiswa harus belajar di rumah dengan pendidikan selama masa pandemi ini melalui daring rasanya menjadi sedikit terabaikan. Sebelumnya, ketika kegiatan pendidikan dilakukan di sekolah, pendidikan dilakukan dengan pengawasan langsung dari guru atau dosen. Kegiatan-kegiatan yang mendukung pendidikan juga bisa dilakukan langsung, secara intensif dan bisa diukur tingkat keberhasilannya.

Kegiatan pendidikan dilakukan secara daring, dimana yang terjadi lebih banyak hanyalah proses pembelajaran, atau transfer pengetahuan dengan materi yang sangat terbatas, Bahkan akses informasi pelajar yang tinggal di daerah mereka terkendala oleh sinyal yang menyebabkan lambatnya dalam mengakses informasi. Siswa yang kurang mampu berusaha mendapatkan kuota untuk mengikuti pembalajar online. Mereka harus bertahan dengan kondisi serba keterbatasan. Tak punya alasan, pelajar harus tetap aktif dalam pembelajaran demi memenuhi standar penilaian yang telah ditetapkan.

Itulah beberapa dampak yang dihadapi saat Sekolah Daring. Oleh karena itu, di balik dampak tersebut, terdapat dampak positif dari pendidikan di Indonesia selama pandemi covid-19 ini. Diantaranya, pelajar maupun pendidik dapat menguasai teknologi untuk menunjang pembelajaran dari rumah ini dan dampak positif lainnya membuat orang tua lebih mudah dalam mengawasi perkembangan belajar anak secara langsung.

Maraknya penyebaran virus corona covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial di masyarakat yang salah satunya didukung dengan teknologi komunikasi. Masyarakat dituntut bisa dan terbiasa. Perubahan terjadi pada cara berkomunikasi, cara berpikir, dan cara berperilaku manusia. Sebenarnya perubahan sosial ini lantaran pandemi corona covid-19 ini sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi melalui digitalisasi yang tanpa kita sadari sudah merealisasikannya.

Menurut Stephen W. Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication (Sendjaja, 2014), terdapat tiga pendekatan dalam berkomunikasi antarmanusia. Yang pertama adalah Pendekatan scientific (ilmiah-empiris). Umumnya, pendekatan ini berlaku di kalangan ahli ilmu eksakta. Cara pandang yang menekankan unsur objektivitas dan pemisahan antara known (objek yang ingin diketahui dan diteliti) serta knower (subjek pelaku atau pengamat).

Lalu, ada Pendekatan Humanistic (Humaniora Interpretatif). Ini merupakan pendekatan dengan cara pandang yang mengasosiasikan dengan prinsip subjektivitas. Manusia mengamati sikap dan perilaku orang-orang di sekitarnya , membaur dan melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan orang-orang di lingkungannya. Yang ketiga adalah Pendekatan Social Sciences (Ilmu Sosial). Ini merupakan gabungan dari pendekatan scientific dan humanistic di mana objek studinya adalah kehidupan manusia, termasuk di dalamnya memahami tingkah laku manusia.

Tampak jelas bahwa manusia membutuhkan kesempatan secara langsung untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan di sekitarnya. Di sinilah terlihat kondisi pandemic corona Covid-19 jauh dari ideal hubungan manusia secara humanis.

Perlu direnungkan, social distancing atau menjaga jarak tidak membuat kita “mati gaya”. Hanya belum sepenuhnya terbiasa dalam keseharian hidup pada pengalihan ruang fisik ke ruang virtual. Komunikasi digital sangat dekat di sekitar kita yang sebenarnya berkontribusi besar. Kita tetap bisa bersosialisasi melalui berbagai media di era globalisasi ini yang menuntut pada kecanggihan komunikasi digital untuk tetap berinteraksi sosial. Media-media yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai media pemasaran, media interaksi, media pembelajaran.

Jembatan komunikasi melalui media-media tersebut tentunya dapat memberikan edukatif, informatif, dan persuasif. Media yang dimaksud digunakan tanpa melakukan kontak fisik di antaranya   tik tok, twitter, facebook, instagram, line, dan whatsapp. Bukankah ini sudah menjadi gaya hidup kita, termasuk orang Indonesia? Misalnya, kebiasaan bangun tidur langsung mencari gadgetnya meskipun sebatas cek pesan masuk, lihat status, dan lainnya.

Saat belum terjadi wabah pandemik Covid-19, kita seringkali disibukkan dengan aktivitas melalui komunikasi sosial yang di mana komunikasi dilakukan tidak harus kontak fisik atau tatap muka. Artinya masyarakat tetap bisa melakukan interaksi sosial dengan menggunakan teknologi komunikasi, terutama media sosial.

Kala itu sempat menjadi kekhawatiran, terutama untuk generasi penerus, dalam lunturnya keakraban secara langsung karena masing-masing seperti memiliki dunianya sendiri. Namun sekarang seolah melempar kesalahan pada kebijakan pemerintah dengan adanya pembatasan jarak sosial.

Teknologi saat ini sudah berkembang demikian pesat sehingga kita bisa tetap saling terhubung tanpa harus secara fisik berada di dalam ruangan atau tempat yang sama. Hal ini diungkap Ketua Tim Teknis Tanggap Covid-19 WHO, Dr Maria Van Kerkhove, seperti dikutip dari CTV News.

Mengacu instruksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Virus corona sangat mudah menular melalui tetesan atau percikan kecil air yang dikeluarkan seseorang saat bersin ataupun batuk. Maka social distancing atau pembatasan sosial, dalam Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID-19 di Indonesia, adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah. Hal ini ditujukan pada semua orang di wilayah yang diduga terjangkit virus corona.

Penyebaran virus corona menjadi ancaman serius bagi dunia. Semakin meningkatnya pasien yang terkena virus corona, social distancing ini mengarahkan masyarakat mengurangi interaksi sosialnya dalam menghadapi pandemic Covid-19.

Pengurangan interaksi sosial melalui social distancing guna pencegahan penyebaran virus corona yang lebih meluas ini dengan cara masyarakat pembatasan penggunaan fasilitas umum dan menjaga jarak interaksi. Masyarakat diminta untuk berdiam di rumah dengan melakukan belajar dari rumah bagi pelajar, bekerja dari rumah (Work From Home/WFH), dan tidak melakukan aktvitas ke tempat-tempat keramaian guna memutuskan mata rantai penyebaran yang kian bertambah.

Social distancing ini lebih tepat menitikberatkan pada physical distancing. Kontak fisik secara langsung dengan jarak berdekatan dapat memberikan peluang penyebaran virus corona. Sayang nampaknya kita mengalami kelemahan dalam memahami social distancing di hadapan publik sehingga seolah kita hilang peranannya sebagai makhluk sosial untuk berinteraksi dengan sesama. Hanya pemikiran manusia yang menjadi culture (budaya).

Dengan demikian, diharapkan kita hendaknya tidak terlalu cemas dengan perubahan yang terjadi dalam sosial saat ini yang awalnya karena tuntutan kondisi. Interaksi kita memang terbatas pada jarak, namun tidak terbatas dalam berinteraksi meskipun ada kalanya akan lebih efektif jika dilakukan secara komunikasi langsung secara tatap muka dalam satu ruang 

Tags : Virus Corona, Opini, Sekolah Berlakukan Daring ,