Harga minyak sawit mentah (CPO) jatuh mengekor anjlok sesuai harga minyak global
arga minyak sawit mentah (CPO) kontrak di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) hari ini jatuh mengekor anjloknya harga minyak global.
Pada 11.50 WIB Senin (9/3) kemarin harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan anjlok 10% ke level RM 2.602/ton. Tergelincirnya harga CPO mengekor harga minyak mentah yang juga terperosok dalam. Sebagai informasi, harga minyak mentah kontrak berjangka siang ini ditransaksikan melemah lebih dari 25%.
Brent melorot 28,1% ke US$ 32,26/barel sementara WTI anjlok lebih dalam sebesar 31,6% di bawah US$ 30/barel atau tepatnya di US$ 28,22/barel. Harga minyak anjlok setelah OPEC gagal capai kata sepakat untuk pangkas lebih dalam produksi minyaknya saat pertemuan di Vienna pekan lalu.
Merespons wabah corona yang semakin meluas ke lebih dari 100 negara di berbagai penjuru dunia, sebesar 1,5 juta barel per hari (bpd). Anggota aliansi non-OPEC yang dipimpin oleh Rusia diminta untuk berkontribusi terhadap pemangkasan tersebut sebesar 500.000 bpd. Namun Rusia menolak usulan tersebut.
Pergerakan harga CPO juga berkorelasi dengan pergerakan harga minyak mentah global. Pasalnya CPO dapat digunakan sebagai substitusi untuk sumber energi menjadi biodiesel. Harga CPO melorot 10% dalam sehari, padahal sepekan kemarin harga PCO naik hampir 6% didorong oleh sentimen positif jelang Ramadhan. Biasanya stok minyak sawit akan ditingkatkan mendekati bulan puasa mengingat permintaan akan terkerek naik akibat lonjakan konsumsi.
WHO Tetapkan Corona, CPO Anjlok
Harga komoditas minyak sawit mentah (CPO) langsung anjlok seiring dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan wabah corona (COVID-19) sebagai pandemi. Kamis (12/3/2020), harga CPO kontrak ambles 4,2% ke level RM 2.260/ton. Harga CPO langsung anjlok 99 ringgit. Anjloknya harga CPO mengekor jatuhnya harga minyak pada perdagangan hari ini. Harga minyak mentah melorot lebih dari 5% pada hari ini.
Pandemi, satu kata yang menakutkan. Itulah status COVID-19 saat ini yang telah ditetapkan WHO. Organisasi global itu mengimbau untuk bersiap siaga melakukan langkah-langkah yang dapat digunakan untuk 'menjinakkan' virus ganas ini. Salah satu konsekuensi yang harus diterima adalah larangan bepergian atau travel ban. Amerika Serikat (AS) mulai melarang kunjungan dari Eropa untuk menghindari penyebaran virus yang makin tak terkendali.
Jika langkah tersebut semakin banyak diikuti oleh nagara-negara lain, maka jumlah penumpang pesawat secara global akan drop signifikan. Pendapatan industri maskapai akan berkurang drastis dan permintaan minyak akan anjlok.
Di tengah anjloknya permintaan minyak, pasar justru berpotensi kebanjiran pasokan karena perang harga minyak Arab dan Rusia. Setelah OPEC gagal capai kata sepakat untuk pangkas produksi minyak, Arab memilih melakukan manuver dengan rencananya untuk menggenjot produksi secara besar-besaran dan mendiskon harga minyak ekspornya sebesar 10%
Langkah Arab juga akan diikuti oleh Uni Emirat Arab dan bahkan Rusia. Ketika permintaan minyak terancam anjlok karena COVID-19, pasokan justru meningkat jadilah harga minyak anjlok.
CPO memang tidak bersaing secara langsung di pasar dengan minyak. Namun CPO dapat digunakan sebagai bahan bakar biodiesel yang merupakan produk substitusi minyak, sehingga pergerakan harga minyak juga turut jadi sentimen untuk harga CPO.
Selain itu dengan berlakunya status pandemi ini menjadi ancaman besar untuk perekonomian. Ekonomi China diramal oleh OECD pada tahun ini tumbuh 4,9%. Padahal sebelumnya organisasi tersebut meramal ekonomi China tumbuh 5,7% pada 2020. Sementara ekonomi global diramal hanya tumbuh 5,4% di tahun ini.
Kata pandemi memang terdengar sangat seram di pasar, harga CPO langsung rontok dibuatnya. Tak hanya harga CPO saja, harga minyak kedelai di Bursa Dalian dan Chicago juga ambles masing-masing 4% dan 3,2%. Pandemi dalam sekejap menghapus semua sentimen positif yang berpotensi mengerek naik harga CPO mulai dari potensi rujuknya India dan Malaysia dan kemungkinan lonjakan permintaan jelang bulan Ramadhan.
Harga CPO Riau Ikut Turun
Anjloknya harga minyak dunia sangat berpengaruh besar terhadap harga komoditas - komoditas lain, termasuk harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah. Untuk diketahui, harga CPO berkorelasi dengan pergerakan harga minyak mentah global. Maka dari itu, harga minyak dunia berbanding lurus dengan harga minyak sawit mentah, dan sebab itulah harga minyak dunia mempengaruhi CPO, sebut Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan dan Pemasaran, Dinas Perkebunan Riau, Defris Hatmaja.
Pasalnya CPO, juga dapat digunakan sebagai substitusi untuk sumber energi menjadi biodiesel. Dikatakannya, periode 11 - 17 Maret 2020, harga CPO ditetapkan sebesar Rp 7.563,42 per kilogram,sedangkan untuk harga Kernel sebesar Rp 4.244,23 per kilogram.Dan bahkan hampir seluruh perusahaan sumber data di Riau mengalami penurunan harga jual CPO dan Kernel. Hanya harga kernel Asian Agri Group yang mengalami kenaikan, selain itu turun, kata Defris pada media, Jumat (13/3/20).
Disebutkannya, karena hal itu juga, harga TBS kelapa sawit pekan ini di Riau mengalami penurunan harga sebesar Rp 77,48 per kilogramnya. Sedangkan untuk harga sawit pada pekan ini sebesar Rp 1.639, 67 per kilonya. Sebelumnya, tiga komoditas utama Indonesia yaitu kelapa sawit, karet dan batu bara masing - masing mengalami penurunan. Untuk sawit mengalami penurunan sebesar 19,5 persen, Karet sebesar 12,9 persen dan Batu Bara sebesar 2,6 persen. Jika harga minyak dunia terus turun atau anjlok, maka sudah dipastikan harga dari tiga komoditas utama Indonesia ini bakal terus tertekan, terangnya. (rp.sdp/*)
Tags : -,