INTERNASIONAL - Militer Australia (ADF) sudah mengirim pemberitahuan pemecatan terhadap 13 anggota pasukan khusus, menyusul laporan hasil investigasi pekan lalu yang menyatakan mereka terlibat dalam pembunuhan 39 warga sipil dan tawanan di Afghanistan. Mereka diduga terlibat, menjadi saksi pembunuhan, atau tidak jujur saat memberikan kesaksian. Mereka ini di luar 19 anggota pasukan khusus yang bisa diproses secara hukum dalam kasus pembuhan yang digambarkan sebagai "kejahatan perang" oleh tentara Australia. Perdana menteri dan para pejabat tinggi militer telah meminta maaf. Afghanistan menyebut pembunuhan ini "tak bisa dimaafkan", namun menyambut baik hasil investigasi yang dilakukan oleh angkatan bersenjata Australia, mengatakannya sebagai upaya untuk menegaskkan keadilan. Perwira ADF, Letnan Jenderal Rick Burr mengatakan 13 tentara ini memiliki waktu dua pekan untuk memberi jawaban. Dirilis BBC News Jumat (27/11), Burr mengatakan "pada tahap ini belum satu pun dari 13 tentara yang resmi dipecat dari dinas militer". Dua tentara sudah dipecat, menurut surat kabar Nine Entertainment. Laporan media menyebutkan mereka menyaksikan pembunuhan seorang laki-laki Afghanistan di satu ladang, kasus yang diinvestigasi oleh satu stasiun TV. Investigasi empat tahun Pekan lalu, investigasi militer Australia menyimpuulkan, ada "bukti kuat" yang menunjukkan pasukan elite membunuh 39 warga sipil dalam perang di Afghanistan. Pembunuhan terhadap 39 warga sipil itu diduga dilakukan tanpa ada justifikasi (unlawful killing). ADF sendiri melakukan investigasi kasus pelanggaran etika tentara tersebut selama empat tahun. Laporan ADF menyatakan 19 tentara dan bekas tentara seharusnya diselidiki oleh polisi terkait pembunuhan "tawanan, petani atau warga sipil" antara tahun 2009 hingga 2013. ADF mengatakan pembunuhan ini mungkin didorong oleh apa yang digambarkan sebagai "budaya warrior" (pejuang) di kalangan tentara. Investigasi ADF dipimpin oleh Mayor Jenderal Paul Brereton antara lain dengan mewawancarai lebih dari 400 saksi mata. Investigasi juga menemukan bahwa tentara junior diperintahkan untuk mencari korban pertama dengan menembak tawanan dan senjata dan benda-benda lain segaja ditaruh di dekat jenazah untuk menutupi kejahatan. Pemerintah Afghanistan mengatakan Australia sudah mengatakan kepada mereka bahwa dalam kasus ini "keadilan akan ditegakkan". Samantha Crompvoets, akademisi yang melakukan penelitian awal atas kasus-kasus di Afghanistan kepada BBC mengatakan bahwa warga sipil ini "sengaja ditarget untuk menjadi korban kejahatan perang". Ia juga mengatakan laporan ADF membenarkan temuan yang ia dapatkan. Apa temuan investigasi militer Australia? Militer Australia mengatakan 25 anggota pasukan khusus melakukan pembunuhan yang tak bisa dibenarkan dalam 23 kasus terpisah. Kepada para wartawan hari Kamis (19/11), panglima ADF Jenderal Angus Campbell mengatakan, tak satu pun dari kasus ini yang menunjukkan bahwa pelakukanya dalam "keadaan bingung atau berada dalam situasi yang tidak jelas". Jenderal Campbell mengatakan ada bukti bahwa beberapa anggota pasukan khusus Australia "main hakim sendiri". Ia menjelaskan berkembang budaya menyimpang yang diadopsi dan didukung penuh perwira-perwira yang berpengalaman, karismatik, dan berpengaruh. Laporan mengatakan kejahatan ini "dilakukan dan ditutup-tutupi di tingkat bawah". Karenanya, kesalahan atas kejahatan ini mestinya "tidak diarahkan ke para perwira senior" di ADF. Akademisi Crompvoets mengatakan insiden-insiden ini "melibatkan perwira yang sangat berpengaruh". "Komandan peleton mendorong atau memaksa tentara-tentara junior mengeksekusi tawanan sebagai korban pertama mereka," katanya. Ia menambahkan ini sudah menjadi pola yang diterapkan oleh tentara senior ketika melatih tentara junior. Investigasi militer Australia dilakukan secara tertutup yang membuat tak banyak rincian yang diketahui publik sampai mereka mengumumkan hasil kerja. Apa reaksi yang muncul sejauh ini? Kantor presiden Afghanistan sudah mendapatkan telepon dari pemerintah Australia, yang menyatakan "mereka sangat prihatin" dengan temuan militer Australia. Elaine Pearson dari organisasi HAM Human Rights Watch, kepada BBC mengatakan, laporan ini adalah pengakuan atas kejahatan yang terjadi di lapangan. Crompvoets mengatakan ia tadinya mendapatkan "penentangan yang sangat besar" ketika penelitian awalnya terungkap, namun sekarang apa yang ia temykan terbukti benar. Ia mengatakan dirinya dikritik karena "perempuan, warga sipil, dan feminis". "Ada bukti bahwa ada masalah untuk hal-hal yang mendasar," katanya. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Pekan lalu, PM Australia mengatakan penyelidik khusus akan ditunjuk untuk mempertimbangkan kasus ini dibawa ke ranah hukum. Media di Australia memberitakan penyelidikan oleh polisi mungkin akan memakan waktu selama beberapa tahun. Jenderal Campbell mengatakan, satu unit di pasukan khusus Australia sudah ditutup. Apakah negara-negara lain menghadapi tuduhan serupa? Beberapa waktu lalu, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) memulai penyelidikan dugaan kejahatan perang oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain dalam konflik di Afghanistan. Diperkirakan, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Taliban, pemerintah Afghanistan, dan tentara Amerika sejak Mei 2003 akan diselidiki. Laporan ICC pada 2016 menyebutkan ada cukup alasan dan dasar untuk meyakini bahwa militer AS melakukan penyiksaan di tahanan-tahanan rahasia yang dioperasikan oleh dinas intelijen AS, CIA. Laporan ini juga menyatakan diyakini pula pemerintah Afghanistan menyiksa tahana n dan Taliban melakukan kejahatan perang, seperti pembunuhan massal terhadap warga sipil. Inggris juga tengah menyelidiki apakah dugaan pembunuhan semena-mena oleh pasukan khusus Inggris diinvestigasi secara semestinya. (*)
Tags : Pasukan Khusus Australia, Anggota Militer akan Dipecat, Kejahatan Perang di Afghanistan ,