'Jika pilihannya terinfeksi atau kelaparan, sebagian besar masyarakat Suku Sakai akan memilih yang kedua'
asyarakat adat di wilayah Desa Sibangar dan Desa Harapan Baru, Kecamatan Batin So Lapan, Bengkalis, Riau berada dalam bahaya karena tak lepas dari 'incaran' oleh virus corona.
Bagindo Raja Puyan, Kepala Bathin Batuoh Suku Orang Pedalaman itu memberi gambaran tentang penyakit pernapasan - seperti yang berkembang dari virus influenza - juga memungkinkan mewabah di wilayah itu. Datuk Puyan mengaku lebih memilih kelaparan dari pada terinfeksi, pasalnya saat ini masyarakat sudah kehilangan mata pencaharian ada 200 jiwa sudah terancam busung lapar.
Sebanyak 500 Kepala Keluarga (KK) terimbas kemiskinan. Penyebabnya ialah karena lahan hidup suku disini terus berkurang bahkan hilang, kalau anak-anak kami sangat dikhawatirkan, jangan sampai terinfeksi, biarlah mengalami busung lapar.
Puyan belum menjelaskan dan melaporkan kasus kematian akibat ancaman busung lapar. Namun dia menilai infeksi bisa mengacam penduduk terkonsentrasi dari kawasan industri. Upaya kami melawan itu tak berdaya, kita khawatir virus itu menyebar ke seluruh wilayah adat Sakai, yang luas pemukiman ini tak seberapa karena sudah dikelilingi kebun sawit milik PT Murini Wood Indah Industry (MWII) yang mencaplok lahan kami, ujarnya dikontak melalui ponselnya.
Menurutnya, ada risiko yang luar biasa dari virus yang menyebar di masyarat dan memusnahkan sebagian orang saat ini yang telah terjadi di Riau. Tapi virus itu tetap saja mengancam masyarakat adat Sakai. Dia khawatir virus corona bisa memiliki dampak yang mirip dengan wabah besar sebelumnya dari penyakit pernapasan yang sangat menular seperti busung lapar yang telah mengancam hinggap sebagian anak-anak. Wabah busung lapar yang mengancam sebagian masyarakat adat suku Sakai yang tinggal di dekat perbatasan daerah di Riau diakui telah lama menghantui mereka. Semua orang disini bisa saja mengalami sakit, dan kehilangan kearifan lokal, kata Puyan. Ini kacau, jika virus corona mewabah.
Menanggapi pandemi Covid-19 ini, ia menambahkan, beberapa masyarakat adat berencana untuk memecah menjadi kelompok-kelompok kecil dan mencari perlindungan di dalam hutan. Itulah cara kami untuk menghindari kepunahan selama epidemi ini. Kami akan mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk berburu dan memancing sambil menunggu cuaca bagus, katanya.
Diakui, banyak masyarakat adat tidak memiliki sarana untuk mengurangi risiko penularan, seperti mencuci tangan dengan sabun dan air, atau menggunakan pembersih tangan. Masyarakat disini juga sering tinggal dalam jarak dekat satu sama lain dan berbagi mangkuk memungkinkan membantu terjadinya penyebaran penyakit menular lebih cepat.
Datuk puyan juga mengaku telah mendapat anjuran dari pemerintah yang menyarankan untuk berhenti berbagi peralatan dan melakukan praktik isolasi tradisional - seperti yang diterapkan pada perempuan setelah melahirkan - untuk mengisolasi orang dengan gejala Covid-19. Namun masyarakat adat Sakai, sebutnya juga tinggal di daerah di lokasi dengan layanan kesehatan terbatas, khususnya tempat perawatan intensif.
Tetapi ketika virus menyebar saat ini ke seluruh daerah di Riau, banyak yang mempertanyakan apakah pemerintah melindungi masyarakat adat, yang merupakan 0,5% dari populasinya. H Darmawi Aris SE dari Lembaga Melayu Riau (LMR) diminta tanggapannya lewat ponselnya tadi ini mengaku banyak pemimpin masyarakat adat saat ini dipandang sebagai musuh perjuangan bagi orang luar. Dia mengatakan tanah adat Sakai terlalu besar dan sumber daya alamnya harus dibagi dengan penduduk lainnya.
Sementara yang terjadi bagi masyarakat Adat Sakai justru saat ini lahannya sebagian masih diincar oleh investor, mereka cukup menderita dan perlu menjadi perhatian oleh pemerintah. Apalagi saat ini memang virus Covid-19 juga mengancam bagi siapa saja. Pemerintah seharusnya dapat memerintahkan pembatasan untuk mengurangi infeksi, dimana virus corona dengan flu biasa dapat dibedakan, ujarnya.
Dalam menghadapi kasus ini pemerintah seharusnya memberitahu pada masyarakat adat agar komunitas mereka untuk menunda perjalanan ke kota dan mencegah pengunjung memasuki wilayah mereka. Siapa pun orangnya, memahami kerapuhan masyarakat adat itu tentang virus corona. Menurutnya, dengan tindakan pencegahan seperti itu, kemungkinan Covid-19 pada akhirnya akan mencapai beberapa desa dan akan perlu untuk mengisolasi orang sakit sebelum mereka menginfeksi orang yang kontak dengan mereka.
LMR juga memperingatkan tentang ancaman serius yang ditimbulkan oleh virus corona kepada kelompok-kelompok pribumi yang sudah hidup dalam isolasi sukarela. Menurutnya, selama ini kelompok masyarakat adat tidak memiliki kontak dengan dunia luar. Namun, penebang liar, pemburu pernah beroperasi di wilayah mereka. Berbagai organisasi adat dan LSM juga telah menyoroti adanya peningkatan serangan yang tajam ke daerah itu dalam beberapa tahun terakhir, sehingga membuat wilayah adat alammnya kini berubah menjadi hamparan kebun sawit.
Darmawi menyroti anggaran yang diperuntukkan bagi masyarakat adat untuk melindungi masyarakat adat pasti ada. Ada kekhawatiran bahwa pertempuran melawan virus corona dilingkungan wilayah itu akan semakin mengurangi untuk melindungi hutan dan mereka yang hidup di dalamnya. Meskipun beberapa masyarakat adat setuju mereka harus menghindari bepergian ke kota untuk mengurangi risiko infeksi, tetapi satu sisinya masyarakat adat khusunya anggota sukunya juga terancam kelaparan jika mereka tidak memiliki akses ke pasar.
Ada juga beberapa anggota masyarakat adat berhenti berburu dan menanam makanan mereka, namun kini bergantung pada bantuan pemerintah untuk bertahan hidup. Saya melihat banyak masyarakat adat disitu kini dalam kondisi panik. Organisasi-organisasi sosial sangat diperlukan membawa makanan ke desa-desa supaya mereka tidak mengekspos diri mereka selama momen-momen kritis ini, kata Darmawi.
Darmawi juga menilai bahwa di wilayah itu tidak ada ventilator rumah sakit, sehingga dikhawatirkan jika terjadi sesuatu terhadap pasien dengan kondisi serius harus dikirim dan dirujuk ke rumah sakit yang jauh dari pemukiman mereka. Seperti alat uji untuk mendeteksi Covid-19, dan tidak ada cukup masker pelindung dan peralatan lain untuk menangani kasus di desa-desa adat.
Dia mengusulkan untuk penyediaan serangkaian dokumen teknis, sehingga masyarakat adat dapat dibimbing untuk mengambil langkah-langkah guna mencegah infeksi virus corona. Tampaknya pemerintah belum terlihat menawarkan bantuan, siapa orang-orang yang ditugaskan untuk tinggal di desa mereka jika persediaan makanan mereka habis. Jika pilihannya terinfeksi atau kelaparan, sebagian besar masyarakat adat itu tentu akan memilih yang kedua. Jika opsi memilih yang pertama Darmawi memperingatkan tentu konsekuensinya akan mengerikan dan semakin genap penderitaan mereka. (rp.sdp/*)
Tags : -,