Headline Sorotan   2020/05/08 13:00 WIB

Virus Corona: Dibalik Kesulitan Tenaga Medis akan Peroleh Penghargaan

Virus Corona: Dibalik Kesulitan Tenaga Medis akan Peroleh Penghargaan

Di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jumlah kasus Covid-19 tinggi, para tenaga kesehatan dan pekerja rumah sakit masih merasa kesulitan baik tempat tinggal sementara maupun layanan antar-jemput

class=wp-image-20928

da yang menilai hingga kini terdapat sejumlah pembedaan perlakuan terhadap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit milik pemerintah dan swasta. Pemerintah menyadari urusan tenaga kesehatan ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Namun karena keterbatasan sarana, tidak semua orang di garis depan penanganan Covid-19 bisa menikmati fasilitas.

Saat PSBB diterapkan, mobilitasnya terganggu karena jam operasional bus kota dibatasi, dari yang awalnya jam 4 pagi hingga 12 malam, menjadi pukul 6 pagi sampai 6 petang. Karena bekerja dengan pola sif, banyak perawat tak bisa pulang jika jam kerjanya berakhir lewat dari jam 6 petang.

Gaji bulanannya, juga tak memungkinkan, untuk urusan transportasi saja saya empot-empotan. Satu-satunya moda transportasi yang bisa saya gunakan kereta, kata Yeni salah satu perawat di RSUD Arifin Achad, Pekanbaru saat dihubungi, Senin (4/5)/2020.

Kalau masuk siang, sekarang mau tidak mau saya lanjut sif malam. Karena saya enggak bisa pulang juga kan setelah jam 6 sore, tuturnya.

Desi salah satu tenaga administrasi di salah satu rumah sakit rujukan di Pekanbaru juga satu-satunya opsi dipilih masih menggunakan sepeda motor pribadi untuk pulang-pergi ke tempat kerjanya.

Desi berkata, rumah sakitnya menyediakan layanan antar-jemput, tapi kendaraan itu ditujukan untuk tenaga kesehatan. Padahal, menurut dia, sebagai pekerja rumah sakit rujukan, perannya tidak bisa dikesampingkan karena juga berhubungan dengan penanganan pasien. Saya berharap rumah sakit bisa menambah fasilitas dan pemerintah membantu rumah sakit yang pekerjanya tidak bisa bekerja dari rumah, ucapnya.

Sejak akhir Maret, beberapa pemerintah daerah yang wilayahnya didera banyak kasus Covid-19 mulai mewacanakan fasilitas khusus bagi tenaga kesehatan. Namun, fasilitas berupa tempat tinggal sementara dan layanan antar-jemput itu hanya diberikan kepada dokter dan perawat dari rumah sakit rujukan serta rumah sakit umum daerah (RSUD).

Sejauh ini Pemprov Riau belum ada wacana misalnya, mengalihfungsikan hotel milik pemerintah daerah menjadi tempat tinggal sementara tenaga medis. Kebijakan tentang tempat tinggal sementara itu dinilai berat sebelah karena saat ini hampir seluruh rumah sakit di kota Pekanbaru menangani pasien dengan dugaan terjangkit Covid-19, kata Drs Lelo A Ritonga, Pemerhati Sosial.

Sepertinya, pekerja nonmedis di rumah sakit seperti Desi pun merasa berhak mendapatkan fasilitas khusus itu karena menganggap dirinya juga berisiko terpapar. Yang bekerja di rumah sakit bukan hanya tenaga medis, tapi tenaga nonmedis pun secara tidak langsung menangani pasien. Akan sangat membantu jika pemerintah bisa menyediakan tempat tinggal bagi mereka, kata Lelo.

Yang ada, pemerintah setidaknya hanya perlu menyediakan layanan antar-jemput bagi perawat rumah sakit swasta. Menurutnya, persoalan akses transportasi dan tempat tinggal sementara sangat berdampak pada kesiapsiagaan penanganan pasien Covid-19. Lelo mencontohkan, seorang perawat yang terlambat datang akan memperpanjang jam kerja koleganya. Padahal kondisi fisik tenaga medis disebutnya bukan hanya berpengaruh pada kesehatan mereka, tapi juga pasien yang mereka tangani.

Di ruang isolasi, jika yang bertugas pagi belum datang, maka yang tugas malam akan semakin panjang jam kerjanya. Menggunakan alat pelindung diri (APD) itu tidak enak, tiga jam keringat mereka sudah ke mana-mana, tuturnya.

Lelo menyarankan, selama pandemi ini fasilitas khusus hendaknya dapat dinikmati seluruh pekerja medis yang menangani pasien terduga positif Covid-19, tanpa membedakan asal rumah sakit mereka. Berbagai fasilitas ini baru difokuskan ke rumah sakit rujukan dan darurat. Rumah sakit nonrujukan, swasta, dan puskesmas tidak terlihat, kata dia.

class=wp-image-22905

Pemerintah daerah sejauh ini tidak membuat kebijakan apapun terkait fasilitas khusus bagi pekerja rumah sakit ini. Mereka juga tidak memberi tanggung jawab kepada pemerintah daerah untuk menangani urusan tersebut.

Kapasitas masing-masing pemda tidak sama. Silahkan diatur sendiri, kata juru bicara pemerintah Riau untuk pandemi Covid-19, dr Indra Yovi SpP.

Walau begitu, ia mengklaim pihaknya tengah menggagas kerja sama dengan badan usaha milik negara yang mengelola hotel di Riau. Tujuannya, kata dia, agar fasilitas khusus berupa tempat tinggal sementara serta layanan antar-jemput hotel-rumah sakit juga bisa dinikmati tenaga kesehatan swasta. Kami mengkaji beberapa tempat lain untuk menampung tenaga medis yang akan masuk, kata Indra Yovi.

Yang masuk memang baru dari rumah sakit rujukan Covid. Tapi kami akan tetap mengusahakan ruang sebanyak mungkin agar tenaga kesehatan, termasuk yang swasta, juga bisa menikmati, tuturnya.

Hal yang diperlukan oleh tenaga medis di Riau dalam menangani pasien positif COVID-19, tidak lain hanyalah dukungan semangat dari masyarakat. Saat ini mereka berada dalam tekanan situasi dan berpacu dengan waktu untuk menyembuhkan pasien corona. Kami sangat takut para tenaga medis kita down. Kami berharap masyarakat tetap selalu memberikan dukungan dan semangat kepada para tenaga medis kita. Semoga kami tetap bisa memberikan yang terbaik sampai wabah ini selesai, ungkapnya.

Tenaga Medis akan dapat penghargaan

Apa yang yang telah dilakukan dan diupayakan oleh para tenaga medis dalam menangani wabah dan pasien COVID-19, khususnya tenaga medis di Riau ada wacana akan mendapatkan penghargaan baik penghargaan materi juga dukungan moral.

Saat ini, pekerjaan yang paling berat sesungguhnya itu justru ada di rumah sakit, saat mereka (para tenaga medis) berhadapan/menangani langsung pasien COVID-19 guna proses penyembuhan, kata Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar, Senin (4/5/2020).

Menurutnya, hal yang paling berat, yang jelas risikonyapun sangat besar (kematian) karena bisa saja sewaktu-waktu tenaga medis tersebut terpapar virus dari pasien. Belum lagi tenaga medis tersebut juga harus berpisah dengan keluarga mereka. Dari total 53 kasus pasien positif COVID-19 di Riau sudah ada 26 di antaranya sembuh dan pulang ke rumah. Sementara 22 lainnya masih dirawat. Jika melihat angka ini, maka secara persentase jumlah pasien yang sembuh covid-19 Riau lebih tinggi dibanding yang dirawat dan meninggal dunia.

Sampai saat ini, apa yang telah dilakukan oleh tanaga medis di rumah sakit, mulai dari pagi, siang dan malam dalam upaya menangani pasien covid-19 sangat memuaskan. Mereka terus bekerja dan berjuang siang dan malam tanpa henti untuk mengobati dan merawat pasien positif COVID-19.

Mereka semua rela mengabaikan keluarganya demi pengabdian. Oleh sebab itu, ia mengucapkan terima kasih banyak atas perjuangan dan dedikasi para tenaga medis, karena telah bekerja untuk semua pihak, sebut Gubri.

class=wp-image-22906

Seharusnya kondisi seperti ini dapat menyadarkan seluruh masyarakat serta ikut membantu membebaskan kita semua dari wabah covid-19 dengan cara menjalankan protokol COVID-19 sesuai anjuran pemerintah, terang Gubri.

Pasien-pasien disembuhkan sehingga mereka bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Sementara para tenaga medis belum bisa berkumpul dengan keluarganya dan masih berjuang, ucap Gubri.

Bila diliat saat ini banyak tersebar di sosial media, bagaimana para tenaga medis berusaha menghibur diri mereka sendiri dengan melakukan aksi di depan kamera. Dan ini merupakan hal yang wajar, karena itu mungkin salah satu solusi dari mereka untuk dapat mengatasi masalah mental, stres (kejenuhan) dan bebannya agar dapat sedikit tercairkan. (rp.sdp/*)

Tags : -,