Headline Sorotan   2022/04/06 17:16 WIB

1,8 Juta Hektare Kebun Sawit Terindikasi Ilegal dalam Kawasan Hutan, 'untuk Menanganinya akan Dibuat Opsi Baru'

1,8 Juta Hektare Kebun Sawit Terindikasi Ilegal dalam Kawasan Hutan, 'untuk Menanganinya akan Dibuat Opsi Baru'

"Provinsi Riau didapuk sebagai provinsi percontohan penertiban kebun sawit ilegal, ada 1,8 juta hektare masuk dalam kawasan hutan"

erdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia, Riau merupakan provinsi dengan tutupan sawit terluas di Indonesia, yakni seluas 2.895.083 hektare, tapi ada sekitar 1,8 juta hektare di antaranya terindikasi ilegal.

Data Komisi IV DPR RI diketahui luas perkebunan sawit ilegal di Riau mencapai 1,8 juta hektare. Versi lain menyebutkan, perkebunan sawit ilegal ini luasnya 1,4 juta hektare.

Lantas Komisi IV DPR RI menjadikan Riau sebagai percontohan dalam rangka penertiban perkebunan sawit dalam kawasan hutan. Sebab dari 3 juta hektare lebih perkebunan masuk hutan di Indonesia, sekitar separuhnya ada di Riau.

Sebagai bentuk perhatian khusus dalam permasalahan ini, maka Komisi IV bersama Direktur Jenderal (Dirjen) Planologi, Dirjen Perkebunan, dan Dirjen Gakkum KLHK mendata areal yang disebutkan sebagai lahan kebun ilegal ini.

Tetapi Gubernur Riau Syamsuar menyatakan, khusus perusahaan yang kebunnya masuk kawasan hutan memang sudah mulai memproses pengurusan izinnya di KLHK. Sisanya berupa kebun dari kelompok petani sawit rakyat yang dengan luas kebun lima hektare ke bawah.

"Pemprov Riau juga meminta agar validasi dari perkebunan rakyat ini didelegasikan ke pemda, khususnya pemerintah kabupaten/kota."

"Masyarakat, juga antusias untuk membantu percepatan pengurusan izin kebun petani yang masuk kawasan hutan. Pemda perlu dilibatkan untuk percepatan validasi agar selesai sesuai target," sebutnya.

Syamsuar mengaku telah bertemu beberapa kepala desa yang ingin membantu percepatan pengurusan izin kebun masyarakat dalam kawasan hutan tersebut.

“Karena mereka ini enggak kena denda, yang kena denda kan yang kebun di atas lima hektare, umumnya korporasi. Jadi saya mohonlah, khusus invetarisasi petani di daerah ini didelegasikan saja ke daerah," katanya.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2021, areal perkebunan kelapa sawit yang menurut indikasi berada di dalam kawasan hutan luasnya 3,3 juta hektare.

Dari jumah tersebut, 2,6 juta hektare di antaranya tanpa proses permohonan pelepasan kawasan hutan.

"Total indikasi perkebunan sawit dalam kawasan hutan seluas 3,3 juta hektare," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Ruandha Agung Sugardiman.

Menurut data hasil rekonsiliasi peta tutupan lahan kelapa sawit tahun 2019, kebun kelapa sawit yang berada di hutan konservasi luasnya 91.074 hektare. Lalu, kebun kelapa sawit yang berada di hutan lindung luasnya 155.119 hektare.

Selain itu ada 501.572 hektare kebun kelapa sawit di Kawasan Hutan Produksi (HP), 1.497.421 hektare di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan 1.127.428 hektare di Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK).

Dari total 3.372.615 hektare perkebunan kelapa sawit yang ada di dalam kawasan hutan, baru sekitar 761.615 hektare yang dalam proses permohonan pelepasan kawasan hutan.

"Yang tidak ada proses permohonannya seluas 2.611.000 hektare," kata Ruandha.

Ketua Komisi IV DPR RI Sudin meminta KLHK menindak pengusahaan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan yang tidak melalui proses permohonan pelepasan kawasan hutan.

"Kalau 2,6 juta hektare itu sudah melanggar dan merugikan negara dan tidak ditindak, mau jadi apa?" kata Sudin.

Komisi IV beri catatan penyelesaian

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi memberikan sejumlah catatan terkait penyelesaian penertiban kebun sawit ilegal di kawasan hutan Provinsi Riau.

Direktur Jenderal Planologi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan ada 1,4 juta hektare kebun sawit yang ilegal di Riau, sedangkan data yang dimiliki Gubernur Riau terdapat sekitar 1,8 juta hektare kebun sawit ilegal.

"Saya merekomendasikan terkait perbedaan data ini, harus ada rekonsiliasi data dimulai dari tingkat kabupaten/kota segera melakukan pendataan, nanti berkoordinasi dengan KLHK dalam hal ini Dirjen Planologi untuk memetakan area perkebunan sawit ilegal," ujar Dedi Mulyadi usai memimpin Rapat Kerja Tim Kunker Reses Komisi IV DPR RI dengan Gubernur Riau, Bupati/Wali Kota se-Riau, dan mitra kerja terkait, di Pekanbaru, Riau, Senin (7/3/2022) kemarin.

"Kalau dari petanya ilegal itu ada, tapi nama pemiliknya yang tidak muncul. Tentu ini harus dimunculkan siapa kepemilikannya, tidak boleh ada manipulatif terhadap data kepemilikannya itu,” sambung Dedi.

Menurutnya, setelah pendataan selesai, Ditjen Planologi KLHK dapat melakukan langkah penanganan dengan berkoordinasi bersama Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum), "nantinya dapat diputuskan, apakah lahannya dikembalikan menjadi kawasan hutan atau perusahaan dikenakan denda untuk membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada negara, kemudian hasil sawitnya dilegalisasi," sebutnya.

"Selain itu, ada konsekuensi pembiayaan yang ditimbulkan karena diperlukan biaya operasional bagi para petugas desa dilapangan, kita berharap Dirjen Planologi membuat rancangan itu, mudah-mudahan di anggaran perubahan bisa kita masukan, untuk itu fokus kita ke Riau dulu deh. Karena kalau Riau itu selesai, setengah dari data se Indonesia ini sudah beres. Saya juga  mendorong perkebunan sawit rakyat yang ada dikawasan hutan juga harus dilegalisasi, sehingga nanti mereka mendapatkan porsi untuk dilakukan peremajaan,” pungkas Dedi.

Dedi juga mendorong, agar PNBP bersifat keadilan, yaitu dengan memberikan ruang bagi insentif provinsi dan kabupaten/kota sebagai objek dari pengelolaan areal perkebunan ilegal.

“Kalau kita bicara berkutat pada masa lalu, maka kita tidak akan pernah selesai menghadapi masa depan. Saya yakin kalau bicara korporasi, apalagi areal hutan yang puluhan ribu hektar dan ratusan ribu hektar level setingkat bupati akan kesulitan. Karena bagaimanapun korporasi di seluruh Indonesia mesti membawa nama Jakarta sebagai pusatnya,” imbuh Dedi.

Dia mengungkapkan, Ditjen Planologi KLHK telah berkomitmen melakukan jemput bola dan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis, mekanisme tata kelola pengelolaan area sawit ilegal ini kepada jaringan yang paling bawah agar diketahui.

Tetapi sebelumnya, Gubernur Riau Syamsuar berharap adanya dukungan dan bantuan dari KLHK dengan menunjuk tim untuk membantu persoalan ini.

“Siapapun yang ditunjuk, pada  prinsipnya siap berkolaborasi baik itu pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kami siap mengidentifikasi pemilik yang ada di kawasan hutan, baik data versi 1,4 juta atau 1,8 juta nanti akan ketahuan di lapangan itulah yang sebenarnya,” jelas Gubernur Riau Syamsuar.

“Kami tentunya juga berharap kepada bupati, lahan yang menyangkut area lahan sawit untuk kepentingan rakyat diutamakan dulu, kalau bentuknya koperasi itu mereka sudah pandai sendiri. Yang paling penting adalah berkaitan dengan petani rakyat kita, termasuk warga yang tadi sudah memiliki SHM (Sertifikat Hak Milik) nanti bisa diusulkan melalui Pemanfaatan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)," kata Syamsuar. 

Sebelumnya, Ketua Tim Satgas Terpadu Penertiban Perkebunan Ilegal Riau, Edy Natar Nasution memastikan penertiban kebun ilegal di Kabupaten dan Kota bakal dilanjutkan tahun ini.

"Pada 2019 kemarin, Tim Satgas Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan Hutan/Lahan Secara Ilegal Riau telah menyisir 32 perusahaan di sembilan kabupaten se-Riau."

"Hasilnya dari 80.855,56 hektare lahan yang diukur tim satgas, terdapat 58.350,62 hektare lahan berada di kawasan hutan (ilegal). Sedangkan sisanya 22.534,62 hektare lahan di luar kawasan hutan atau Area Penggunaan Lain (APL). Insya Allah semua perkebunan ilegal kita tertibkan tahun ini," kata Edy Natar Nasution yang juga Ketua Tim Satgas Terpadu Penertiban Perkebunan Ilegal Riau.

Edy Nasution mengatakan, pihaknya saat ini sedang mempelajar lahan yang sudah diukur dan terbukti melanggar aturan.

"Jadi yang sudah kita tertibkan sedang dipelajari. Kita sampaikan ke Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Riau, semua hasilnya kita sampaikan ke Polda Riau, Kejati Riau dan lainnya," ujarnya.

Apa sanksi terhadap perusahaan perkebunan yang melanggar aturan?

Mantan Komandan Korem 031 Wirabima ini menyatakan tim satgas akan segera mempelajari. "Nanti akan dipelajari. Karena persoalan di lapangan berbeda-beda. Tidak hanya masalah Hak Guna Usaha (HGU), ada juga yang di luar lahan yang seharusnya. Nanti itu yang akan dilihat, dan ini tak bisa diputuskan Pemprov Riau sendiri, tapi melibat Kepolisian dan Kejaksaan," sebutnya.

Jadi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri juga telah menyoroti persoalan perkebunan ilegal di Riau ini dan telah menerima lebih kurang ada 1,2 juta hektare lahan perkebunan ilegal di Riau.

'BUMD akan kelola kebun sawit ilegal' 

Dalam kunjungan Gubernur Riau (Gubri) kkantor Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia pada Selasa 5 April 2022 kemarin membahas kebun sawit dalam kawasan hutan yang nantinya juga akan membuat pengelolaan hutan berbasis Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). 

Gubri didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Mamun Murod, disambut langsung Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono, di Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lantai 3 Kementerian LHK.

Gubri menyampaikan, di Provinsi Riau banyak perkebunan kelapa sawit masyarakat yang berada di kawasan hutan. Untuk itu, ia menginginkan hak masyarakat tersebut mendapat kepastian hukum dan tidak berurusan pada masalah hukum di masa depan.

Menurutnya, adanya Undang-Undang Cipta Kerja saat ini memberikan kemudahan kepada masyarakat yang sudah terlanjur mengelola perkebunan dalam kawasan hutan untuk mengurus perizinan.

“Hari ini saya menemui Pak Bambang (Sekjen KLHK) membahas beberapa regulasi serta bertukar pikiran, kami ingin masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini, segera diurus administrasinya," kata Gubernur Riau Drs H Syamsuar MSi seperti dilansir mcr, 

Dalam rangka membahas terkait penyelesaian perkebunan sawit masyarakat yang berada dalam kawasan hutan, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar melakukan kunjungan ke kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.

Sementara Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono menyambut baik dengan kedatangan Gubernur Riau jemput bola menyelesaikan permasalahan kebun sawit dalam kawasan hutan di Riau.

Bambang mengaku siap bersinergi dengan Pemprov Riau untuk menyelesaikan berbagai regulasi terkait kebun sawit masyarakat yang sudah keterlanjuran mengelola kebun sawit dalam kawasan hutan.

"Terimakasih atas kunjungan Pak Gubernur Riau, semoga ada kesempatan bisa berkunjung langsung ke Provinsi Riau,” sebutnya

Usai pertemuan bersama Sekjen KLHK, Gubernur Riau Syamsuar langsung menindaklanjuti dengan pertemuan teknisnya bersama Direktur Jenderal di lingkungan KLHK dan akan melakukan Perizinan hak pengusahaan hutan (HPH) atau hutan tanaman industri (HTI) dilakukan oleh swasta.

Nantinya badan usaha milik daerah (BUMD) juga akan mendapatkan kesempatan yang sama. Sebab, berlakunya Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Undang-undang Cipta Kerja telah memberikan peluang BUMD untuk melakukan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan hutan.

Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar akan mengajukan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) secara Multi Usaha.

"Dengan ada PBPH, nantinya kegiatan BUMD tidak hanya memanfaatkan kayu tetapi juga melakukan pengelolaan jasa lingkungan, ekowisata dan pemungutan hasil hutan bukan kayu," kata Gubri di Gedung Manggala Wanabakti, KLHK di Jakarta.

Memanfaatkan momentum pertemuannya dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KLHK, Bambang Hendroyono, Gubri pun meminta dukungan KLHK agar penerbitan PBPH Sarana Pembangunan Riau (SPR) Trada dapat dipercepat.

Dikatakan Gubri bahwa dalam masa pandemi Covid-19 Riau mengalami penurunan pendapatan, sehingga diperlukan dukungan penganggaran baru dari berbagai sumber antara lain dari sektor kehutanan.

"Maka PBPH ini diharapkan menjadi sumber pendapatan baru," kata Gubri.

Sementara itu, Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono menjelaskan bahwa KLHK akan mendukung keinginan daerah untuk mendapatkan PBPH.

"Dan BUMD Riau akan menjadi yang pertama mendapatkan PBPH di Indonesia. Selanjutnya, langkah Riau ini dapat diikuti oleh daerah-daerah lainnya," kata Bambang. (*)

Tags : Kebun Sawit Ilegal, 1, 8 Juta Hektare Kebun Sawit Ilegal di Riau, Sorotan, Kebun sawit Ilegal dalam Kawasan Hutan, BUMD akan Kelola Kebun Sawit Ilegal,