Penertiban kawasan hutan yang dijadikan kebun sawit ilegal terus dilakukan oleh tim satgas Pemprov Riau, wakil rakyat di DPRD Riau meminta segera diproses hukum karena telah merugikan negara.
PEKANBARU - Wakil rakyat di DPRD Riau akan mengawal tim Satgas Penertiban Lahan Perkebunan Ilegal Riau yang sudah berhasil mengungkap 58 ribu lahan ilegal selama lebih kurang dua bulan, apalagi wakil rakyat juga menemukan ada 1,8 juta hektare lahan perkebunan ilegal di Riau masuk dalam kawasan hutan.
Kita patut apresiasi, karena mereka bisa mengungkap 58 ribu hektare lahan perkebunan tanpa izin selam lebih kurang dua bulan, tapi ingat, temuan ini masih sebagian kecil saja, kata Wakil Ketua DPRD Riau, Asri Auzar didepan media yang mengapresiasi yang sudah dilakukan oleh tim Satgas.
Selama dibentuk, tim ini sudah berhasil mengidentifikasi 58 ribu lahan perkebunan milik perusahaan yang diduga ilegal karena masuk kawasan hutan. Asri mengungkapkan, angka 58 ribu tersebut masih kecil jika dibandingkan dengan hasil temuan dari kalangan DPRD Riau. Wakil rakyat di DPRD Riau menemukan ada 1,8 juta hektare lahan pekerbunan ilegal di Riau. Mereka itukan bergerak dengan dasar temuan kita, ada 1,8 juta hektare lahan perkebunan di Riau yang kita duga itu ilegal karena masuk dalam kawasan hutan, ucapnya.
Pihaknya akan mengawal Tim satgas ini agar bisa mengungkap kasus perkebunan lahan ilegal yang lebih besar lagi. Tidak kalah pentingnya, kata Asri, adalah tindaklanjut dari temuan ini. Kami minta ini diproses secara hukum. Karena undang-udangnya jelas. Tidak bisa dibantah lagi. Membuka hutan tanpa izin, jelas hukumanya, 12 tahun kurungan penjara, dan denda sekian ratus miliar, katanya.
Pihaknya optimis, dibawah kempimpinan Kapolda Riau dan Kejati yang baru, para perusahaan perambah hutan di Riau bisa diproses hukumnya dengan seadi-adilnya. Tidak berlaku lagi, benking-bekingan, kita usut saja sampai ke akar-akarnya. Kita serahkan saja ke Pak Kapolda yang kita akui sangat bagus, begitu juga dengan buk Kajati Riau, Buk Mia, kita serahkan kepada mereka untuk memproses penegakan hukumnya. Kita akan kawal proses ini, pungkasnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Provinsi Riau, Ervin Rizaldy, pernah mengatakan, temuan ribuan hektare lahan yang berada di kawasan hutan ini akan diteruskan ke proses hukum. Penertiban perkebunan ilegal ini tetap kita lanjutkan tahun ini, sehingga tidak ada tebang pilih dalam penertiban. Termasuk perusahaan perkebunan di kabupaten dan kota yang belum sempat kita telusuri. Seperti di Kepulauan Meranti, Pekanbaru dan Dumai itukan belum sempat kita turun, tahun ini kita akan sisir juga, kata Ervin.
Ervin mengungkapkan, sejak dibentuk November 2019 lalu, Satgas Penertiban Lahan Perkebunan Ilegal Provinsi Riau berhasil mengidentifikasi lahan perkebunan seluas 80.885,59 hektare. Lahan perkebunan tersebut sudah diukur oleh Tim Satgas di sembilan kabupaten se Provinsi Riau. Sejak November lalu tim sudah menyisir 32 perusahaan di sembilan kabupaten se-Riau, katanya.
Sembilan daerah yang disisir Tim Satgas Terpadu diantaranya Rokan Hulu (Rohul). Di sana ada 2 perusahaan yang disisir tim, dengan total lahan yang diukur 11.351.80 hektare. Kemudian Kampar 4 perusahaan dengan total lahan diukur 8.650,93 hektare. Indragiri Hulu 6 perusahaan luas lahan diukur 11.050,65 hektare. Kuansing ada 3 perusahaan total lahan diukur 13.147,57 hektare. Pelalawan 4 perusahaan total lahan diukur 18.911,00 hektare. Selanjutnya, di Bengkalis terdapat 3 perusahaan dengan total lahan yang diukur 2.926,17 hektare. Siak 4 perusahaan total lahan diukur 5.420,90 hektare. Rokan Hilir 3 perusahaan yang diukur dengan luas 3.841,60 hektare. Indragiri Hilir 3 perusahaan diukur dengan total lahan seluas 5.585,77 hektare. Jadi total keseluruhan yang sudah diukur oleh tim 80.885,59 hektare. Namun yang berada di kawasan hutan seluar 58.350,97 hektare, sebut Ervin yang kini telah digantikan pejabat baru yakni Kepala DLHK Riau, Maamun Murod.
Kepala DLHK Riau, Maamun Murod sendiri dalam keterangan pers nya mengaku pengecekan ke lapangan oleh tim berhasil mengidentifikasi lahan seluas 58.350,97 hektare yang berada di kawasan hutan. Lahan ini pun disinyalir digarap oleh perusahaan secara ilegal. Sedangkan sisanya, 22.534,62 hektare lagi berada di luar kawasan hutan atau di Area Penggunaan Lain (APL).
Namun disisi lain Murod mengaku dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat lebih menekankan dan menggesa Program Perhutanan Sosial. Kami harap program perhutanan sosial dapat membantu perekonomian rakyat, dan menjaga hutan supaya lestari, kata Kepala DLHK Riau, Maamun Murod, Minggu (28/6/2020) kemarin.
Dalam menjalankan program perhutanan sosial tersebut, kata Murod, pihaknya akan bekerjasama dengan Kementerian LHK dan didukung oleh NGO. Lebih lanjut dia menerangkan, sedikitnya ada lima kegiatan yang dilakukan dalam program perhutanan sosial, yakni hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat dan hutan kemitraan. Semuanya lima program perhutanan sosial ini sedang berproses, dan implementasinya tergantung dengan peta indikatif areal perhutanan sosial yang disampaikan Kementerian LHK, katanya.
Karena itu program perhutanan sosial ini harus memperhatikan peta indikatif yang sudah ditetapkan oleh Kementerian LHK, sambungnya.
Murod menambahkan sebagai gambaran kurang lebih 1 juta hektar perhutanan sosial yang akan disiapkan. Saat ini progresnya baru 80 ribu hektare.
Wacana denda pemilik kebun sawit ilegal
Wacana Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan (LBP), mendenda pemilik kebun sawit yang melanggar ketentuan, menuai kecaman dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau. Menurut Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau, Al Azhar, wacana tersebut seperti menepikan aspirasi daerah yang bermasalah dengan kebun Sawit illegal.
Di Riau sendiri terdapat lebih kurang 1,4 juta hektar kebun sawit yang di duga menyalahi ketentuan. Keberadaan kebun Sawit itu terungkap dari hasil temuan Panitia khusus (Pansus) monitoring lahan DPRD Riau 2015. Wacana itu seperti kita dianggap tidak ada, tidak ada masyarakatnya, tidak ada masyarakat adatnya. LAM Riau menolak hal itu, ini menyangkut persoalan marwah kita, katanya.
LAM Riau pun berharap, setiap kebijakan pemerintah dalam mengurai persoalan kebun sawit bermasalah mesti melibatkan unsur daerah. Dan bisa memberikan pemanfaatan bagi masyarakat Riau, katanya.
Kebun sawit ilegal di Riau juga menimbulkan dampak terhadap kerugian negara dari sektor pajak. Berdasarkan data pansus DPRD Riau, kebun sawit illegal menimbulkan kerugian lebih kurang Rp30 triliun dari sektor pajak.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Riau, Asri Auzar, menyebut upaya pemutihan lahan yang diusulkan untuk mengurai persoalan kebun sawit ilegal kurang tepat. Harus dihukum dulu, setelah itu baru dijatuhi hukuman administrasi dan hukuman perdata, pintanya.
Adapun Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan data dari Bank Dunia menyebut lebih dari 80 persen lahan sawit di Indonesia bermasalah. Umumnya persoalan itu dilatari masalah lingkungan hidup. Luhut menaksir potensi pajak kebun sawit jika dikelola dengan baik mencapai 70 miliar dolar. (*)
Tags : -,