Agama   2020/06/29 16:24 WIB

Kemenag: Banyak CJH Ajukan Pengembalian Dana Haji

Kemenag: Banyak CJH Ajukan Pengembalian Dana Haji

PEKANBARU - Kementerian Agama (Kemenag) mencatat sudah ada 11 orang calon jemaah di Kota Pekanbaru, Riau, mengajukan pengembalian setoran pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 2020/1441 Hijriah.

Ada pengajuan pengembalian setoran pelunasan dari 11 orang calon jemaah, kata Kepala Kantor Kemenag Pekanbaru, Edwar S Umar pada wartawan, Selasa (30/6/220).

Penarikan kembali dana setoran lunas tersebut diizinkan oleh Kemenag seiring dengan dibatalkannya pemberangkatan jemaah haji asal Indonesia tahun ini. Edwar menuturkan, pengembalian setoran pelunasan Bipih dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Menurutnya, untuk di Pekanbaru, nilai setoran pelunasan Bipih yang dikembalikan sebesar Rp7.648.938.

Sejauh ini belum ada calon jemaah yang mengajukan pembatalan keberangkatan ke Tanah Suci. Ia menyebutkan, tahun ini Pekanbaru memperoleh kuota haji untuk 963 orang jemaah, dan yang melakukan pelunasan sebanyak 858 orang.

Sebelumnya, Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi memastikan bahwa keberangkatan jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M dibatalkan. Kebijakan ini diambil karena pemerintah harus mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang belum usai. Saya telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M, kata Menag dalam kesempatan telekonferensi dengan awak media di Jakarta, Selasa (2/6/2020) lalu.

Sesuai amanat Undang-Undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jemaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi, sambungnya.

Menag menegaskan bahwa keputusan ini sudah melalui kajian mendalam. Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah. Agama sendiri mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan.

Kemenag telah melakukan kajian literatur serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi di masa-masa lalu. Didapatkan fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan di mana puluhan ribu jemaah haji menjadi korban. Tahun 1814 misalnya, saat terjadi wabah Thaun, tahun 1837 dan 1858 terjadi wabah epidemi, 1892 wabah kolera, 1987 wabah meningitis. Pada 1947, Menag Fathurrahman Kafrawi mengeluarkan Maklumat Kemenag No 4/1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang.

Selain soal keselamatan, kebijakan diambil karena hingga awal Juni, Saudi belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1441H/2020M. Akibatnya, pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah. Padahal persiapan itu penting agar jemaah dapat menyelenggarakan ibadah secara aman dan nyaman.

Waktu terus berjalan dan semakin mepet. Rencana awal kita, keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni. Artinya, untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi tinggal beberapa hari lagi. Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Padahal, akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka, tutur Menag saat itu.

Jika jemaah haji dipaksakan berangkat, ada risiko amat besar yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah. Meski dipaksakan pun tidak mungkin karena Arab Saudi tak kunjung membuka akses, katanya lagi.

Pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI). Maksudnya, pembatalan itu tidak hanya untuk jemaah yang menggunakan kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus, tapi termasuk juga jemaah yang akan menggunakan visa haji mujamalah atau furada.

Seiring keluarnya kebijakan pembatalan keberangkatan jemaah ini, jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi Bipih tahun ini akan menjadi jemaah haji 1442H/2021M. Setoran pelunasan Bipih yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Nilai manfaat dari setoran pelunasan itu juga akan diberikan oleh BPKH kepada jemaah paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 1442H/2021M, jelasnya.

Setoran pelunasan Bipih juga dapat diminta kembali oleh jemaah haji, sambungnya.

Bersamaan dengan terbitnya KMA ini, lanjut Menag, Petugas Haji Daerah (PHD) pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dinyatakan batal. Bipih yang telah dibayarkan akan dikembalikan. Gubernur dapat mengusulkan kembali nama PHD pada haji tahun depan, urai Menag.

Hal sama berlaku bagi pembimbing dari unsur Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) pada penyelenggaraan haji tahun ini. Statusnya dinyatakan batal seiring terbitnya KMA ini. Bipih yang dibayarkan akan dikembalikan. KBIHU dapat mengusulkan nama pembimbing pada penyelenggaraan haji mendatang.

Semua paspor jemaah haji, petugas haji daerah, dan pembimbing dari unsur KBIHU pada penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M akan dikembalikan kepada pemilik masing-masing, ucapnya. (*)

Tags : -,