JEPARA - Rentetan gempa bumi menguncang Pantai Selatan Jawa sejak pagi hari, Selasa (7/7). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan rentetan gempa itu harus diwaspadai. Warga yang berada di wilayah Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara menuturkan, sempat merasakan getaran dalam skala ringan, saat terjadi gempa tektonik berkekuatan Magnitudo.
Rentetan gempa bumi menguncang Pantai Selatan Jawa sejak pagi hari, Selasa (7/7). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan rentetan gempa itu harus diwaspadai.
Warga yang berada di wilayah Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara menuturkan, sempat merasakan getaran dalam skala ringan, saat terjadi gempa tektonik berkekuatan Magnitudo 6,1 di titik 52 kilometer barat laut Jepara, Jawa Tengah dirilis Republka.co.id, Selasa (7/7) pukul 05.54 WIB.
Sebagian besar warga desa yang berada di ekitar pantai tidak mengetahui adanya gempa tektonik tersebut. Umumnya mereka baru tahu ada gempa di barat daya Jepara, justru setelah beritanya santer, kata Ambon, warga pantai Bunga Jabe, Desa Kemujan, yang dikonfirmasi Republika.
Ia mengaku, sempat merasakan adanya getaran ringan, beberapa saat setelah fajar. Kendati begitu ia sama sekali tak mengira kalau getaran tersebut akibat dampak terjadinya gempa tektonik. Kebetulan rumah kami memang rumah panggung, saya kira istri sedang sibuk apa hingga terasa getaran ringan tersebut, ungkapnya.
Bahkan, lanjutnya, umumnya warga Desa Kemujan, yang sempat ditemuinya tidak tahu menahu kalau ada gempa, meski mereka berada di lokasi yang relatif lebih dekat dengan pusat gempa tektonik tersebut. Beberapa saat setelah itu, baru kabar ada gempa di dekat kepulauan Karimunjawa tersebut beredar.
Karena sebagian besar warga tak merasakan gempa tersebut, lanjut Ambon, aktivitas di Desa Kemujan tetap berlangsung normal. Tidak ada kekhawatiran apapun terkait gempa tektonik yang terjadi. Sampai sekarang warga tetap beraktivitas normal seperti biasanya dan tidak ada yang terganggu, tambahnya.
Sedangkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pangandaran mencatat, belum ada laporan kerusakan akibat gempa bumi yang terjadi pada Selasa (7/7) siang. Gempa yang berpusat di laut itu hanya dirasakan sebagian warga Pangandaran.
Petugas Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD Kabupaten Pangandaran, Iqbal mengatakan, guncangan gempa tak dirasakan oleh seluruh warga di Pangandaran. Guncangan itu juga tak membuat kepanikan warga. Saya juga di kantor BPBD tidak terasa (guncangan). Tahu-tahu mendapat laporan ada gempa, kata dia saat dihubungi Republika.
Ia mengatakan, hingga saat ini belum ada laporan kerusakan akibat gempa tersebut. Namun, pihaknya masih terus melakukan pendataan di lapangan. Mudah-mudahan tidak ada dampak kerusakan, kata dia.
Berdasarkan laporan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa berkekuatan magnitudo 5.0 terjadi wilayah laut, tepatnya berjarak 234 kilometer arah barat daya Kabupaten Pangandaran. Gempa yang terjadi pada Selasa sekira pukul 12.17 WIB itu berada di kedalaman 10 kilometer. BMKG memastikan gempa itu tidak berpotensi tsunami.
Waspada
Sedangkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, peristiwa rentetan gempa bumi yang terjadi sepanjang Selasa (7/7) dengan magnitudo di atas 5,0 patut diwaspadai. Ia menyebut, bisa saja itu pertanda akan terjadi gempa besar.
Hal ini sulit diprediksi, tetapi dengan adanya rentetan aktivitas gempa ini tentu patut kita harus waspadai, kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono di Jakarta, Selasa.
Daryono menjelaskan, dalam ilmu gempa atau seismologi, khususnya pada teori tipe gempa, ada tipe gempa besar yang kejadiannya diawali gempa pendahuluan atau gempa pembuka. Setiap gempa besar hampir dipastikan didahului rentetan aktivitas gempa pembuka, tetapi rentetan gempa yang terjadi di suatu wilayah juga belum tentu berakhir dengan munculnya gempa besar. Inilah karakteristik ilmu gempa yang memiliki ketidakpastian (uncertainty) tinggi yang penting juga untuk kita pahami, jelas dia.
Daryono mengungkapkan, sebenarnya apa yang terjadi di beberapa wilayah gempa tersebut adalah manifestasi pelepasan medan tegangan pada sumber gempa masing-masing. Tiap sumber gempa mengalami akumulasi medan tegangan sendiri-sendiri, mencapai stress maksimum sendiri-sendiri, hingga selanjutnya mengalami rilis energi sebagai gempa juga sendiri sendiri.
Ini konsekuensi logis daerah dengan sumber gempa sangat aktif dan kompleks. Kita memang memiliki banyak sumber gempa sehingga jika terjadi gempa di tempat yang relatif berdekatan lokasinya dan terjadi dalam waktunya yang relatif berdekatan maka itu hanya kebetulan saja, katanya.
Selain itu, kata dia, gempa Banten selatan dan di selatan Garut bersumber dari sumber gempa yang berbeda. Gempa Banten selatan terjadi akibat adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Benioff di kedalaman 87 kilometer, sementara Gempa di selatan Garut dipicu oleh adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Megathrust.
Daryono mengatakan, gempa yang terjadi secara beruntun pada Selasa (7/7) 2020 tidak memiliki kaitan dengan gempa yang terjadi sebelumnya, termasuk gempa Laut Jawa di utara Jepara berkekuatan M6,1 yang terjadi pagi dinihari pukul pukul 05.54.44 WIB.
Gempa itu juga tidak terkait dengan gempa di selatan Banten M5,1 pukul 11.44.14 WIB, gempa di selatan Garut M 5,0 pukul 12.17.51 WIB, dan gempa di selatan Selat Sunda M 5,2 pada 13.16.22 WIB. Semua berada pada sumber gempa yang berbeda, kedalaman yang berbeda, dan juga berbeda mekanismenya, ungkap Daryono. (*)
Tags : -,