
PEKANBARU - Ratusan masyarakat Kecamatan Rupat Selatan, Kabupaten Bengkalis, melakukan gugatan ke PT Marita Makmur Jaya (MMJ), ke Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis.
"Perusahaan perkebunan sawit PT MMJ digugat kelompok tani."
"Pihak perusahaan perkebunan sawit (MMJ), dituding tidak tepati janji bagi hasil plasma," kata Larsehn Yunus, Relawan Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN) yang mengaku melihat perihal kericuhan itu terjadi sejak lama.
Menurutnya, praktisi hukum dan pemerintah tengah fokus pada kepatuhan perusahaan perkebunan kelapa sawit terhadap kewajiban plasma bagi petani.
Perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban 20% plasma, atau bahkan menolak, dapat menghadapi tindakan tegas seperti teguran atau pencabutan Hak Guna Usaha (HGU).
"Regulasi plasma bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani melalui kemitraan dengan perusahaan, dan memastikan kebun plasma dikelola secara mandiri," terang Larshen Yunus.
Masyarakat Rupat yang menggugat ke PN Bengkalis terdiri dari 5 kelompok tani, yang pertama kelompok tani Darussalam, lalu Darul Ihksan, selanjutnya Tunas Harapan, Tunas Gemilang dan Pasir Indah.
Pendamping Hukum (PH) Penggugat Sabarudin SHI, menceritakan selama timbulnya kesepakatan antara perusahaan dengan masyarakat melalui Koperasi Unit Desa (KUD) Rupat Jaya sejak tahun 2004 lalu, baru sekarang masyarakat berani bersuara dengan menggugat ke pihak perusahaan.
“Memang seharusnya, yang melakukan gugatan itu pihak Koperasi, namun kejadiannya malah masyarakat yang menggugat, sehingga kita menilai ada unsur permufakatan jahat pihak perusahaan ke masyarakat,“ ungkapnya kepada sejumlah wartawan usai sidang perdananya di PN Bengkalis kemarin Rabu (21/03).
Dia menyebut, persoalan tersebut dianggap sudah kronis, sebab selama ini masyarakat sejak adanya kesepakatan bagi hasil tahun 2004 lalu, sampai sekarang ini, pembagian hasil itu tidak pernah ada, bahkan masyarakat sudah ada yang meninggal, lantaran menunggu bagi hasil yang tidak pasti tersebut.
Dijelaskan, sebenarnya awal kesepakatan antara koperasi dengan PT MMJ sejak tahun 1999 lalu, yang saat itu masyarakat tidak mengetahui hal itu.
Tahun 2004 lalu, ada kesepakatan baru antara perusahaan dengan masyarakat, bagi hasil sistem plasma. Tapi tidak ada wujud bagi hasil tersebut.
“Masyarakat yang menggugat ini terdiri dari beberapa kelompok tani, yang berjumlah anggotanya mencapai 400 orang, yang berada di Dusun Darul Aman, Kelurahan Tanjung Kapal, Kecamatan Rupat Selatan, yang kesepakatan pembagian hasil tersebut melalui Kredit Koperasi Primer Anggota KKPA mencapai 108 hektar dengan sistem plasma,“ tambah dia.
Untuk kerugian masyarakat, disebutkan, sekitar 160 milyar, dan hitungan tersebut paling rendah, dan kemungkinan angkanya lebih dari itu. Namun biarlah, dan sekarang diharapkan pihak perusahaan membuka pintu lebar-lebar, untuk masyarakat dalam pembagian plasma ini.
“Sejauh ini, pihak PT MMJ telah memanfaatkan koperasi untuk memutuskan keinginanannya dalam perizinan, dan bahkan masyarakat juga dimanfaatkan untuk hal itu, sehingga melakukan gugatan ini merupakan upaya klien saya untuk menuntut hak-hak mereka,“ jelasnya.
Sidang perdana gugatan masyarakat terhadap perusahaan kebun sawit PT MMJ ini, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Zia Ul Jannah SH, dua hakim anggota Wimmi D. Simarmata SH, dan Aulia Fhatma Widhola SH, juga dihadiri pihak 2 orang PH tergugat.
Sidang gugatan masyarakat kelompok tani berlanjut dan tak cukup sampai sekali, atas tuntutan penggugat ratusan masyarakat rupat dalam menuntut bagi hasil plasma.
Kasus ini, sebenarnya sudah melalui berbagai upaya, dengan Hearing ke Dewan, juga telah dirapatkan di tingkat Kecamatan, dan melakukan somasi ke Koperasi, namun tidak ada titik temunya, maka masyarakat dengan terpaksa melakukan jalur hukum dengan menggugat pihak perusahaan ke PN.
Tetapi Larshen Yunus, yang juga Direktur Kantor Hukum Mediator Pendampingan Publik (HMPB) Satya Wicaksana itu kembali menilai, pihaknya siap mendampingi para korban.
"5 Kelompok Tani di Pulau Rupat itu sedang melakukan upaya hukum, mereka menggugat PT MMJ sekitar Rp.160 milyar dan kami siap mendampingi mereka secara gratis alias probono," ungkapnya.
Dia mengakui regulasi plasma bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani melalui kemitraan dengan perusahaan, dan memastikan kebun plasma dikelola secara mandiri.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit diwajibkan menyediakan 20% lahan dari total HGU mereka untuk dikelola oleh petani sebagai kebun plasma.
"Jika perusahaan tidak memenuhi kewajiban ini, pemerintah dapat memberikan teguran atau bahkan mencabut HGU," paparnya.
Menurutnya, kemitraan yang sehat dan berkeadilan antara perusahaan dan petani plasma, termasuk memastikan kebun plasma dikelola secara mandiri, menjadi fokus utama.
Sementara program plasma bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani melalui sistem kemitraan, memberikan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan mereka, kata dia.
Jadi Larshen berkesimpulan, koperasi perkebunan dapat berperan sebagai wadah bagi petani plasma, meskipun beberapa permasalahan dapat timbul dalam pelaksanaan dan pembinaan koperasi tersebut. Regulasi plasma bersifat wajib dan bukan merupakan hal yang dapat ditawar-tawar, dengan HGU sebagai dasar hukumnya. (*)
Tags : pt marita makmur jaya, mmj, bengkalis, perusahaan perkebunan sawit, perusahaan sawit abaikan plasma, mmj tak tepati janji buat plasma, News Daerah,