Linkungan   2024/08/10 11:4 WIB

7 Agustus Peringatan Hari Hutan Indonesia yang Kini Hanya Jadi Ratapan untuk 'Jaga Hutan, Jaga Iklim'

7 Agustus Peringatan Hari Hutan Indonesia yang Kini Hanya Jadi Ratapan untuk 'Jaga Hutan, Jaga Iklim'

LINGKUNGAN - Hari ini  Rabu, 7 Agustus 2024 diperingati sebagai Hari Hutan Indonesia [HHI]. Tahun ini, peringatan Hari Hutan Indonesia mengusung tema 'Jaga Hutan, Jaga Iklim'.

Tema tersebut mengingatkan kesadaran setiap makhluk, khususnya manusia Indonesia untuk menjaga dan melestarikan hutan tropis yang dikaitkan sebagai solusi menghadapi perubahan iklim [climate change].

Penetapan Hari Hutan Indonesia berawal dari petisi online melalui laman change.org/jagahutan pada tahun 2017 silam.

Petisi yang dikampanyekan via media sosial ini, awalnya bertujuan untuk mengajak masyarakat Indonesia lebih peduli terhadap hutan Indonesia yang tersisa.

Sebanyak lebih 1,5 juta netizen turut menandatangani petisi ini.

Petisi tersebut berlanjut hingga tahun 2020, dimana sebanyak 140 kolaborator turut mendeklasikan Hari Hutan Indonesia.

Tanggal 7 Agustus dipilih sebagai momen refleksi disahkannya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut.

Setelah 7 tahun semangat Hari Hutan Indonesia digulirkan, apakah saat ini kondisi hutan kita makin lestari dan terjaga?

Tanpa menafikan konsistensi gerakan pelestarian dan penjagaan hutan yang dilakukan beragam kelompok masyarakat sipil, perorangan maupun NGO, harus jujur kita akui kalau hutan Indonesia makin terdesak oleh ambisi pembangunan dan orientasi ekonomi jangka pendek yang pragmatis.

Beragam proyek mercusuar justru telah menghantam eksistensi hutan Indonesia. Sebut saja proyek food estate yang dilakukan di sejumlah pulau, misalnya Kalimantan dan Papua.

Proyek ambisius ini menjadikan hutan sebagai sasaran empuknya dengan alibi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional.

Bukan malah menghasilkan produk pangan. Proyek food estate justru menjadi pergunjingan dan dinilai gagal. Efek fatalnya, hutan kadung telah digunduli hingga menjadi rusak.

Ancaman terbesar terhadap hutan lainnya, bersumber dari laju kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan yang kian massif hingga saat ini.

Pertambangan batu bara yang makin agresif dan ugal-ugalan merontokkan hutan tropis yang tersisa di banyak tempat di Indonesia. Termasuk juga tambang nikel yang konsisten dikeruk dari alam Indonesia.

Kegiatan tambang batu bara ini berlangsung baik secara legal maupun ilegal. Keduanya berlangsung secara simbiosis, paralel dan berkelanjutan.

Ironisnya, selain meninggalkan kerusakan hutan dan lingkungan, wilayah di sekitar operasional tambang telah memunculkan potret kemiskinan rakyatnya.

Tampaknya, pemerintah turut 'memfasilitasi' praktik penghancuran hutan atau deforestasi ini lewat sejumlah perizinan dan pemakluman yang diberikan.

Dua gugatan hukum yang dilayangkan oleh Yayasan Wahana Sinergi Nusantara  [Wasinus] kepada perusahaan tambang dan kementerian terkait, bisa menjadi contoh yang nyata.

Yayasan Wasinus telah menggugat PT Berau Coal [Sinarmas Grup] atas dugaan praktik pengelolaan tambang batu bara di dalam kawasan Hutan Penelitian Labanan di Berau, Kalimantan Timur.

Gugatan didaftarkan Yayasan Wasinus pada Juli lalu ke Pengadilan Negeri Tanjung Redep.

Dalam aksi hukumnya, Yayasan Wasinus juga menyeret keterlibatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan [LHK] sebagai pihak turut tergugat.

Kedua kementerian ini dinilai telah menerbitkan sejumlah perizinan bagi PT Berau Coal untuk menambang batu bara di Hutan Penelitian Labanan.

Perkara ini sudah mulai disidangkan di PN Tanjung Redep sejak tiga pekan lalu.

Menteri LHK juga digugat oleh Yayasan Wasinus ke Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Jakarta.

Kali ini menyangkut soal kebijakan penurunan status Hutan Lindung Bukit Sanggul seluas lebih dari 19 ribu hektare menjadi Hutan Produksi.

Yayasan Wasinus menengarai penurunan status hutan tersebut terkait rencana akan masuknya dua perusahaan tambang emas ke Hutan Lindung Bukit Sanggul di Seluma, Provinsi Bengkulu.

Soalnya, jika Bukit Sanggul masih berstatus Hutan Lindung, maka tidak diperbolehkan adanya aktivitas tambang di kawasan hutan tersebut.

Kebijakan pemerintah lainnya yang bertolak belakang dengan upaya pelestarian hutan, juga terlihat pasca terbitnya Undang-undang Cipta Kerja.

Beleid ini membuka peluang besar bagi para perambah hutan untuk tetap bercokol dan melanjutkan usaha ilegalnya di dalam kawasan hutan.

Sektor yang paling dominan untuk mendapat pengampunan dari UU Cipta Kerja tersebut yakni kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan.

Rumor yang berkembang, pemerintah berencana akan memutihkan lebih dari 2 juta hektare hutan yang kadung ditanami kelapa sawit tanpa perizinan.

Penggunaan diksi 'keterlanjuran' menyebabkan para perambah hutan bisa bebas melenggang karena dilabeli dengan upaya penegakan secara ultimum remedium.

Muncul pula pola baru kalau kebun sawit dalam kawasan hutan bisa berlanjut, dengan syarat membayar denda administratif yang ditentukan oleh pemerintah melalui Satgas Kelapa Sawit.

Serangkaian langkah pembiaran dan kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut sangat kontraproduktif dengan upaya pelestarian hutan.

Pada sisi lain, kegiatan reboisasi jarang terdengar, atau bahkan tak pernah diawasi secara konsisten, semata hanya berupa kegiatan seremonial belaka.

Peringatan Hari Hutan Indonesia (HHI) tahun ini menjadi momen krusial untuk menagih janji pemerintah yang kerap gembar-gembor peduli pada hutan Indonesia yang tersisa.

Sudah terlalu banyak klaim sepihak pemerintah yang merasa telah melakukan upaya terbaik melindungi hutan.

Klaim-klaim tersebut bahkan kerap disuarakan pada forum-forum internasional.

Namun faktanya, pada tingkatan lapangan, klaim sepihak pemerintah tersebut dapat saja dibantah.

Klaim yang disampaikan di acara forum-forum global lebih pada upaya pencitraan atau branding semata.

Para aktivis yang masih peduli dengan eksistensi hutan harus tetap berada dalam koridor dan jalan benar yang sudah ditempuh.

Desakan untuk menghentikan eksploitasi hutan, termasuk yang diback-up oleh negara, harus terus digencarkan.

Perlawanan terhadap penghancuran hutan mesti terus digelorakan.

Peringatan Hari Hutan Indonesia tak boleh menjadi sekadar seremonial pemanis belaka. Sebab, jika itu yang terjadi, maka sebenarnya kita sedang meratapi hari-hari penghancuran hutan Indonesia yang kian tak terbendung.

Apalagi yang akan diwariskan kepada anak cucu kita?

Tags : Hari Hutan Indonesia, Penghancuran Hutan, Tambang, Tambang Batu Bara, Peringatan Hari Hutan Indonesia,