PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Sebanyak 746.100,12 hektare lahan sawit di Provinsi Riau diketahui belum mengantongi Hak Guna Usaha (HGU). Artinya ada 128 perusahaan sawit masih bermasalah.
"746 ribu hektare luasan lahan di Riau dikuasai perusahaan yang tak kantongi HGU."
"Dari total izin usaha perkebunan (IUP) seluas 1,739,300.85 hektare di riau, hanya 992.992,02 Ha yang sudah mengantongi HGU," kata Gubernur Riau, Edy Natar Nasution saat Sosialisasi Fasilitasi Pembangunan Kebun untuk Masyarakat di Gedung Daerah Balai Serindit, Rabu (24/1/2024).
Menurut Gubri, ada 746.100,12 Ha yang tak memiliki HGU. Dengan lahan yang belum mengantongi izin HGU terluas berada di Kabupaten Inhil mencapai 263.049,06 Ha.
"Selanjutnya ada di kabupaten Rohul dengan luas 111.141,19 Ha. Kabupaten pelalawan seluas 98.188,68 Ha dan Kabupaten Inhu seluas 95.712,69 Ha," ucapnya.
Dilanjutkannya, di Kabupaten Kampar seluas 50.879,34 Ha, Rohil seluas 44.396,06 Ha, Kuansing seluas 27.836,42 Ha, Bengkalis seluas 27.205,02 Ha dan Siak seluas 22.081,33 Ha.
"Selebihnya berada di kawasan lintas seluas 5.610,33 Ha," ungkapnya.
Adapun untuk luasan tersebut, terdata sebanyak 128 perusahaan perkebunan sawit yang belum memiliki izin HGU, perusahaan terbanyak berada di Kabupaten Kampar sebanyak 32 perusahaan.
"Kemudian di Inhu 23 perusahaan, Inhil 22 perusahaan, Rohul 16 perusahaan, Rohil 15 perusahaan, pelalawan 11 perusahaan, Kuansing lima perusahaan, siak dua perusahaan dan bengkalis satu perusahaan. Sementara yang di lintas ada dua perusahaan," pungkasnya.
Gubri, Edy Natar Nasution juga telah mengumpulkan perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah Riau di Gedung Daerah Balai Serindit dan mengungkapkan ada 128 perusahaan yagn belum kantongi HGU.
Pertemuan ini untuk membahas masalah konflik lahan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat setempat, serta mencari solusi untuk mengatasi konflik agraria yang marak terjadi.
Dijabarkan Gubernur Riau Edy Natar Nasution, terdapat 273 perusahaan perkebunan kelapa sawit beroperasi di Provinsi Riau saat ini. Dengan Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas 1,739,300.85 hektare (Ha).
Hanya saja dari luas perkebunan 1,7 juta Ha lebih tersebut, baru 145 perusahaan perkebunan sawit yang mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) atau baru 53 persen, dengan luas lahan 992.992,02 Ha atau baru 57 persen.
"Luas lahan perkebunan sawit di Riau mencapai 3,3 juta Ha atau 20,08 persen dari luas sawit secara nasional 16,3 juta Ha lebih. Ini artinya luas lahan sawit di Riau paling terluas di Indonesia," kata Gubri Edy Natar Nasution.
Dari angka tersebut, ditemukan 128 perusahaan yang belum memiliki HGU dengan luas lahan 746.100,12 Ha atau sebesar 43 persen.
"Ini kan sebuah penyimpangan dan pelanggaran. Seharusnya hal-hal seperti ini tidak boleh lagi terjadi, kalau kita berada di kesadaran yang baik. Itu baru soal izin. Belum lagi kita bicara soal kewajiban perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi. Dimana berkewajiban melaksanakan fasilitas pembangunan kebun sawit untuk masyarakat," tegasnya.
"Saat ini perusahaan perkebunan sawit yang baru melaksanakan partisipasi pembangunan kebun sawit masyarakat baru 56 perusahaan dari 273 perusahaan (20 persen) setara dengan 298.357,66 Ha, dari total lahan seluas 1,7 juta Ha lebih," pungkasnya.
Pertemuan itu bertujuan membahas masalah konflik lahan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat setempat. Serta mencari solusi untuk mengatasi konflik agraria yang marak terjadi.
"Terkait konflik ini, pentingnya peran kepala daerah untuk ikut membantu menyelesaikan persoalan konflik dengan cara yang seadil-adilnya. Agar tercipta sebuah keadilan di tengah masyarakat. Sekaligus juga ada sebuah kepastian di lingkungan para pelaku usaha," kata Gubri.
Gubri menyampaikan pertemuan ini dilatarbelakangi banyaknya keluhan masyarakat yang diekspresikan melalui unjuk rasa, terkait rasa ketidakadilan dari sebagian masyarakat yang berada di sekitar tempat perusahaan.
"Riau merupakan provinsi dengan luas perkebunan sawit terbesar di Indonesia, namun belum sepenuhnya memberikan dampak baik bagi masyarakat disekitar (perusahaan kelapa sawit), dan bahkan tidak sedikit yang memiliki konflik," ungkapnya.
Dalam arahannya, Gubri Edy Natar Nasution menyebutkan terjadinya konflik antara perusahaan dengan masyarakat di Riau didasari oleh beberapa hal, diantaranya pertama, terdapat pengakuan lahan oleh masyarakat/kelompok tani/koperasi didalam sebagian areal IUP, HGU, HTI, dan kawasan hutan.
"Selain itu adanya pengakuan tanah ulayat oleh masyarakat adat di dalam sebagian areal IUP, HGU, HTI, dan kawasan hutan," kata Gubri Edy Natar.
Selanjutnya, terdapat konflik masyarakat yang menuntut perusahaan perkebunan merealisasikan kewajiban untuk fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar (minimal seluas 20 persen dari total areal yang diusahakan/IUP-nya).
"Adanya banyak perjanjian kemitraan atau kerja sama lainnya antara perusahaan perkebunan atau kehutanan dengan masyarakat yang belum terealisasi," ungkap Edy Natar.
Seterusnya dikatakan Edy Natar, terdapat izin lokasi yang sudah berakhir, namun perusahaan belum mengurus perizinan perusahan perkebunan lainnya. Selain itu, adanya tuntutan pengembalian lahan masyarakat terhadap tanah yang sedang dalam proses perpanjangan HGU.
"Terdapat perusahaan perkebunan dan kebun masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan," katanya lagi.
Dari hasil rapat tersebut, Gubri Edy Nasution mengatakan, masih banyak persoalan perkebunan sawit di Riau yang harus segera ditangani. Untuk itu, dengan adanya pertemuan tersebut, ia berharap dapat memberikan win-win solution atas konflik lahan yang ada di Bumi Lancang Kuning, baik dari perusahaan maupun masyarakat. (*)
Tags : perusahaan kuasai lahan, riau, perusahaan kebun sawit, perusahaan tak kontingi hgu, 746 ribu hektare lahan dikuasai perusahaan, 128 perusahaan sawit di riau bermasalah,