PEKANBARU, RIAUPAGI.com - Pemimpin visioner harus mampu bangkitkan harapan di usai Pandemi Covid-19 ini.
"Kepemimpinan menjadi faktor penting sehingga dapat memberikan harapan besar bagi siapa saja yang terpengaruh oleh kepemimpinan tersebut," kata Koordinator Indonesian Coruption Investigation (ICI), H. Darmawi Wardhana Bin Zalik Aris.
Ia menyinggung ada 9 pemimpin Riau yang sempat terjungkal ditangani Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), yang semula kemungkinan tidak mempertimbangkan secara matang dalam pengambilan kebijakan untuk menghindari kesalahan fatal yang berdampak buruk bagi masyarakat.
ICI menilai, pemimpin yang memiliki karakter leadership salah satunya pemimpin visioner yang visinya membumi sehingga dapat direalisasikan dan membawa kemajuan.
"Kita berharap Gubernur Riau (Gubri) Drs. H. Syamsuar MSi bisa memiliki karakter leadership itu. Jangan sampai pula tersandung hukum menyusul yang pernah pemimpin terdahulu," katanya.
Menurutnya, apalagi Syamsuar bakal maju di Pilgubri 2024. Tetapi masayarakat Riau dituntut harus tetap jeli memilih pempimpin 2024.
Darmawi Wardhana yang juga Ketua Umum (Ketum) Lembaga Melayu Riau (LMR) Pusat Jakarta ini menanggpi soal pemimpin di Riau harus memiliki communication skills yang baik sehingga mampu menjadi influencer kepada siapapun yang dipimpinnya.
“Jadi pemimpin yang akan datang diharapkan harus memiliki communication skills yang baik dan leadership sehingga mampu menjadi influencer kepada siapapun yang dipimpinnya” kata dia pada Kamis (17/11/2022).
Dalam karakter kepemimpinan, pemimpin harus mampu membangkitkan harapan, dan tidak menimbulkan rasa takut bagi lingkungannya.
"Keteladanan menjadi hal penting yang harus dimiliki pemimpin, terlebih lagi pada kondisi usai pandemi Covid-19 ini," katanya.
Ibarat pepatah mengatakan; Vision Without Action is a Daydream, Action Without Vision is a Nightmare. Mengenai pentingnya seorang sosok pemimpin, Indonesia lebih banyak memiliki bos dibandingkan pemimpin yang dalam praktiknya banyak dikuasai pribadi dengan karakter bos yang sebenarnya tidak memiliki kapasitas sebagai pemimpin. Pola seleksi di Riau juga lebih mengarah pada aspek banyaknya dukungan dibandingkan dengan kualifikasi substantif.
Ibarat pepatah Melayu mengatakan; Pandai pandailah meniti buih agar kita sampai keseberang, hati hati lah jadi seorang pemimpin supaya kita selalu dikenang orang.
Jadi menyinggung sembilan pemimpin dan penguasa Riau yang pernah terjungkal dari kursi jabatan dibawah penguasaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Darmawi Wardhana menjawab pemimpin yang tidak amanah.
Seiring Riau ditunjuk menjadi tuan rumah peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI), yang sudah dimulai sejak tanggal 8 hingga 10 Desember 2016, menurutnya Riau indentik dengan Islam dan Islam itu harus amanah.
"Jadi di Bumi Melayu ini para pemimpin dapat memberikan contoh sesuai mandat yang diberikan masyarakat dalam setiap pemilihan dilakukan, artinya tidak dinyatakan masuk dalam pengawasan KPK karena seringnya terjadi korupsi," sebutnya.
Menurutnya, setidaknya ada tiga Gubernur Riau dan enam bupati/walikota yang telah dijebloskan ke penjara oleh KPK. Bahkan KPK sempat hattrick karena menangkap tiga Gubernur Riau secara berurutan.
1. Saleh Djasit Tersangkut Kasus Damkar
Gubernur Riau pertama berurusan dengan KPK adalah Saleh Djasit. Gubernur periode 1999-2003 itu ditahan KPK karena terlibat kasus alat pemadam kebakaran (damkar) senilai Rp 15,2 miliar. Dalam kasus itu, Saleh divonis 4 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta, subsider 6 bulan penjara.
Pria kelahiran Pujud, 13 November 1943 itu terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam putusan hakim disebutkan bahwa Saleh terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang bertujuan untuk menguntungkan pihak lain, yaitu PT Istana Saranaraya dan sejumlah orang. Majelis hakim juga menuturkan tidak adanya rasa bersalah setelah melakukan korupsi merupakan hal yang memberatkan bagi Saleh.
2. Rusli Zainal Tersangkut Korupsi PON
Sesudah Saleh, Gubernur Riau 2 periode (2003-2008 dan 2008-2013) Rusli Zainal juga berurusan dengan KPK. Ia tersangkut dugaan korupsi PON dan izin kehutanan di Pelalawan, Riau.
Dalam kasus ini, Rusli divonis 14 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Sewaktu banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru, hukumannya dikurangi 2 tahun.
Rusli dinilai secara sah dan meyakinkan oleh majelis hakim melanggar 3 dakwaan KPK. Dalam kasus kehutanan, Rusli dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 56 ayat 1 KUHP.
Rusli diinilai melanggar hukum karena mengesahkan BKT-UPHHKHT. Pengesahan itu menyebabkan penebangan hutan alam dan merugikan negara senilai Rp 265 miliar.
Dalam kasus suap PON, Rusli Zainal dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Rusli juga terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Menurut hakim saat itu, Bachtiar, Rusli terbukti memerintah pemberian suap ke anggota pansus Lapangan Menembak PON Riau senilai Rp 900 juta. Ia juga dinilai memerintahkan suap Rp 9 miliar ke Kahar Muzakkir dan Setya Novanto, anggota DPR RI.
Perintah penyuapan itu dipercayakan Rusli ke mantan Kadispora Riau Lukman Abbas.
Terakhir, Rusli dinilai terbukti menerima uang Rp 500 juta dari PT Adhi Karya, sebagai pemulus penambahan anggaran PON dari pusat senilai Rp 290 miliar.
3. Annas Maamun Tersangkut Kasus Alih Fungsi Lahan
Berakhirnya masa jabatan Rusli dan diselenggarakannya Pilkada sempat membuat harapan terpilihnya pemimpin baru yang bebas korupsi. Annas Maamun kemudian terpilih setelah melepas jabatannya sebagai Bupati Rokan Hilir.
Hanya saja setelah beberapa bulan dilantik, Annas, ditangkap KPK di kawasan Cibubur karena menerima sejumlah uang dari pengusaha terkait alih fungsi lahan. Kasus ini kemudian mengungkap korupsi lainnya yang dilakukan pria dipanggil Atuk itu.
Adalah Riki Hariansyah, anggota DPRD Riau 2009-2014 datang ke KPK dan menceritakan sejumlah rekannya di dewan telah menerima janji Rp1,2 miliar dari Annas untuk membahas RAPBD-Perubahan 2014 dan RAPBD murni 2015.
Hingga kini, Annas masih berada di penjara Sukamiskin. Kondisi fisik karena sudah berumur 70 tahun lebih membuatnya tak kunjung menjalani sidang. Dia selalu jatuh sakit ketika mendengar akan dibawa ke Pekanbaru.
4. Azmun Jaafar Tersangkut Kasus Izin Usaha Penggunaan Hutan
Selain tiga gubernur, ada pula empat bupati yang berurusan dengan KPK. Tiga bupati, masing-masing Burhanudin (Kampar), Arwin AS (Siak) dan Tengku Azmun Jaafar (Pelalawan), ditangkap karena terlibat secara bersama-sama dengan Rusli Zainal memberi izin perusahaan menggarap hutan.
Dalam kasus ini, Azmun Jaafar divonis 11 tahun penjara di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 16 September 2008. Ia dinilai bersalah menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman atau IUPHHK-HT, berakibat kerusakan hutan di Pelalawan.
Selain memvonis 11 tahun penjara, majelis hakim juga memerintahkan Azmun membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 12,367 miliar.
Setelah bebas dari penjara, Azmun kembali berurusan dengan hukum karena diduga terlibat korupsi pengadaan lahan untuk Perkantoran Bakti Praja. Hanya saja dalam kasus ini, Azmun divonis bebas oleh hakim.
5. Arwin AS Terlibat Kasus Izin Usaha Penggunaan Hutan
Sementara, Arwin AS (Bupati Siak) divonis pada Kamis, 22 Desember 2011, dengan hukuman 4 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Selain itu, Arwin juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 800 juta lebih dan 2.000 Dolar AS. Uang pengganti paling lambat dibayar dalam rentang waktu satu bulan, bila tidak dibayar harta benda terdakwa disita untuk negara. Kalau tidak mencukupi terdakwa dihukum 10 bulan penjara.
6. Burhanudin Husin Terlibat Kasus Izin Usaha Penggunaan Hutan
Sementara Bupati Kampar periode 2005-2011, Burhanudin ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus kehutanan saat dilakukan pengembangan untuk tersangka lainnya, Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dan Bupati Siak, Arwin AS.
Burhanuddin ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di sejumlah perusahaan, di Kabupaten Pelalawan dan Siak.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, menjatuhkan vonis Burhanuddin Husein selama 2 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara.
Tak hanya tiga bupati tersebut yang berusuan dengan KPK. Masih ada Suparman (Bupati Rokan Hulu) yang saat ini menjalani sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dia didakwa sebagai penerima suap atau janji dari kasus yang menjerat Annas Maamun.
Selain ketiga, masih ada beberapa bupati di Riau yang berurusan dengan penegak hukum lainnya seperti kejaksaan dan kepolisian. Misalnya Ramlan Zas (Rohul) karena terlibat korupsi pengadaan genset Rp 7,9 miliar, Herliyan Saleh (Bengkalis) karena terlibat Bansos Rp 230 miliar dan penyertaan modal Rp 300 miliar dan terakhir Raja Tamsir Rachman (Indragiri Hulu) karena terlibat korupsi APBD senilai Rp 116 miliar.
7. Bupati Bengkalis Amril Mukmin
Majelis hakim PN Pekanbaru diketuai Lilin Herlina menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Amril Mukmin mantan bupati Bengkalis karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi hingga negara dirugikan sebesar Rp5,2 miliar.
"Putusan ditetapkan kendati tanpa kehadiran terhukum dan yang bersangkutan dihukum terbukti melanggar pasal 12 Huruf a UU 31/1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengen UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 62 ayat 1," kata Lilin dalam keterangannya di Pekanbaru, Rabu.
8. Zulkifli Adnan Singkahi
Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah (AS) akhirnya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa 17 November 2020.
Zulkifli ditahan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dalam APBN-P tahun anggaran 2017 dan APBN tahun 2018.
Dia diduga memberikan uang Rp 550 juta dalam bentuk dollar AS kepada pegawai di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo. Lalu, Zulkifli juga diduga menerima gratifikasi uang Rp 50 juta dan fasilitas kamar hotel dari pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai. Zulkifli AS kini ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur hingga 6 Desember 2020 mendatang.
9. Thamsir Rachman
Kejaksaan Agung RI menetapkan mantan Bupati Indragiri Hulu (Inhu) Raja Thamsir Rahman menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi lahan sawit seluas 37.095 hektare.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, Raja Thamsir terbukti melawan hukum lantaran telah menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan hutan Inhu.
"Bupati Indragiri Hulu Provinsi Riau periode 1999 sampai dengan 2008 atas nama RTR (Raja Thamsir Rahman) secara melawan hukum telah menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan hutan di Indragiri Hulu atas lahan seluas 37.095 hektare,” kata Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin dalam video yang diterima di Jakarta, Senin (1/8/2022).
Tak hanya Raja Thamsir, melansir Antara, Kejagung juga menetapkan tersangka lain, yakni Pemilik Duta Palma Group Surya Darmadi atau SD.
Burhanuddin menyebutkan bahwa perizinan yang dikeluarkan Raja Thamsir diberikan kepada lima perusahaan, yaitu PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani.
"Serta tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional," ucap Burhanuddin.
Dari perhitungan sementara, Burhanuddin mengungkapkan bahwa estimasi kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp78 triliun.
Kendati demikian, kedua tersangka tidak ditahan. Pertama karena Raja Thamsir sedang menjalani pidana untuk perkara lain di lapas Pekanbaru, sedangkan tersangka SD masih dalam status DPO.
Akibat perbuatannya, Raja Thamsir Rahman dan Tersangka Surya Darmadi disangkakan melanggar primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus Tersangka Surya Darmadi, ia juga disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (*)
Tags : Penguasa Riau, Penguasa Terjungkal dari Kursi Jabatan, Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK Tangkap Para Pemimpin Riau,