ADA baju perang [baju besi] yang gagah milik peninggalan Sultan Riau Lingga terakhir, Abdul Rahman II Muazzam Syah [1893-1911] di Museum Linggam Cahaya di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau [Kepri].
Di Bunda Tanah Melayu, sebutan untuk Kabupaten Lingga, ternyata juga memiliki museum yang menyimpan banyak kekayaan sejarah.
Ini sesuai dengan status daerahnya, sebagai pusat kerajaan Melayu di masa lalu.
Hingga kini, kekayaan sejarah di Lingga masih tersimpan rapi di sebuah museum, di Pulau Daik, yakni Museum Linggam Cahaya.
Tercatat, sebanyak 4.960 koleksi yang tersimpan di Museum Linggam Cahaya.
Sebagian besar koleksi museum, merupakan barang-barang pemberian atau hibah dari masyarakat Lingga.
Kesadaran masyarakat Lingga untuk menyerahkan benda-benda bersejarah, sangat membantu pemerintah.
“Semua koleksi ini didapat di Lingga. Kami bersyukur masyarakat sangat mendukung museum ini. Jadi, kami bisa sama-sama menjaga,” kata Staf Sejarah Permuseuman Dinas Kebudayaan Lingga Marwan.
Benda-benda yang tersimpan di museum dua lantai itu bervariasi, mulai dari barang berbahan keramik, mata uang, senjata, naskah kuno, alat musik, alat pengolahan sagu, dan peninggalan sejarah kerajaan berbahan kuningan.
Salah satu yang tertua adalah barang yang terbuat dari keramik. Barang itu diketahui sudah ada sejak abad ke-14 Masehi, dan merupakan peninggalan dari dinasti Yuan.
Museum Linggam Cahaya juga, memajang pakaian masyarakat melayu zaman kerajaan. Seperti Tudung Manto, sebuah tutup kepala layaknya selendang. Namun bentuknya tidak polos.
Tudung Manto
Di permukaan selendang dianyam, dengan menggunakan benang dan manik-manik. Masyarakat Lingga sendiri, masih melestarikan Tudung Manto dan bisa menjadi oleh-oleh bagi wisatawan.
Selain itu ada tulang Gajah Mina.
Benda tersebut ditemukan hanyut di salah satu pantai di Pulau Daik, tepatnya sekitar sebulan setelah terjadi tsunami Aceh.
Gajah Mina itu masuk dalam keluarga dugong. Memiliki gading panjang, belalai diwajah, bertelinga lebar dan berekor seperti paus. Tubuhnya memiliki panjang lebih dari 12 meter. Kerangka hewan ini bagaikan raksasa di bawah laut.
Kembali pada baju perang yang bertuliskan ayat-ayat alquran merupakan bentukanya sepertu baju kurung [Teluk Belanga] berwarna putih itu terlihat masih terawat dan mulai kusam.
Orang Melayu pada zaman dahulu dapat disebut sebagai ahli pembuat baju zirah [perang].
Tetapi baju perang milik Sultan Lingga ini diketahui, merupakan pakaian terbuat dari kain sutra tanpa lapisan pelindung dari armor atau logam lainnya.
Hal ini dibuktikan melalui seperangkat baju perang Sultan Abdul Rahman II Muazzam Syah diyakini memiliki kekuatan yang dahsyat, hingga kini masih utuh.
Seperangkat baju zirah dari Sultan Abdul Rahman II Muazzam Syah [1893-1911] jika ditilik memiliki pengaruh dari Timur Tengah tanpa pelindung tangan dan lengan yang menggunakan 'kekuatan gaib' tahan rayab dan karat.
"Kita juga dapat melihat bahwa seni dan mutu pembuatannya yang sangat halus, berkualitas dan memiliki ketahanan yang tinggi, dapat ditarik kesimpulan seperangkat baju perang yang dimiliki oleh Orang Melayu menjadi salah satu yang terbaik di dunia," terang Staf Sejarah Permuseuman Dinas Kebudayaan Lingga Marwan itu.
Baju perang milik Sultan Abdul Rahman II Muazzam Syah itu, memiliki lambang Kesultanan Riau Lingga lama yang tercantum tulisan-tulisan ayat Alquran dibagian leher hingga dada yang diinformasikan bisa tahan akan peluru lawan dalam peperangan dengan Belanda.
Gajah Mina
Tak ada tulisan maupun gambar-gambar lain sebagai kejayaan Islam, tetapi hanya terdapat juga kalimat 'Allah' dan 'Muhammad'.
Terdapat juga tulisan dalam aksara Jawi (tulisan Melayu berbasis abjad Arab).
Semuanya diukir dengan begitu halus dan teliti yang mahir dengan diberi unsur perak dan emas, dimana pada awal kurun waktu kesultanan ini pernah menguasai kerajaan Islam dari Riau hingga Kepulauan Riau dimasa pemerintahannya. (*)
Tags : Baju Perang, Baju Besi, Baju Peninggalan Sultan Lingga, Museum Linggam Cahaya, Baju Perang Sultan Abdul Rahman II Muazzam Syah, Seni Budaya,