Pelindungan hukum diberikan kepada setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
LINGKUNGAN - Aktivis Sahabat Alam Rimba [Salamba] melaporkan pelaku utama perambah Taman Nasional Teso Nilo [TNTN] dan beserta orang-orang-orang yang terlibat ke Badan Reserse Kriminal [Bareskrim] Kepolisian Negara Republik Indonesia [Polri].
"Ganda Mora merupakan aktivis yang konsisten menyuarakan penolakannya terhadap kerusakan lingkungan di Hutan TNTN dan selalu berkampanye melalui media sosial Facebook pribadinya untuk melawan kerusakan lingkungan."
"Kita sudah melaporkan bagi pihak-pihak yang terlibat didalam aktivitas di TNTN, Pelalawan ini ke Bareskrim," sebut Ir. Ganda Mora SH M.Si, Ketua Yayasan SALAMBA, usai Jumat (30/8) tadi ini.
"Hutan yang rusak umumnya sudah berubah menjadi kebun sawit," sambungnya.
Melalui surat laporan: Nomor 080/Laporan-Salamba/VIII/2024 dan Nomor surat 077/laporan-Salamba/VI/2024, tanggal 29 Juli 2024 dan tanggal 23 Agustus 2024 laporan dugaan pelanggaran UU No 18 Tahun 2013.
Pihak yang dilaporkan, Lie In dkk [pihak penjual hutan negara], Dewi Kunti Muswaroh [pihak pembeli hutan negara], camat Langgam, Kepala Desa Segati, Kabalai TNTN Teso Nilo.
SALAMBA juga melaporkan Kepala Balai Tesso Nilo, Ermin alias Ewin [Pendana dan pelaku alih fungsi hutan TNTN], Muslim [pelaku perambahan dan jual-beli hutan lindung TNTN].
Adapun isi laporan ini terkait dengan pencegahan perusakan hutan, UU 32 Tahun 2003, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU 39 Tahun 2013 tentang perkebunan, UU 41Tahun 2013 tentang kehutanan kelapa sawit di kawasan hutan produksi Tesso Nilo di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.
Ganda Mora merupakan aktivis yang konsisten menyuarakan penolakannya terhadap kerusakan lingkungan di hutan dilindungi itu. Ia juga rutin berkampanye melalui media sosial Facebook pribadinya untuk melawan kerusakan lingkungan.
Ganda menilai, atas kelangsungan TNTN yang kini sudah mengkhawatirkan cukup serius. Tetapi disayangkannya warga Pelalawan dan Riau umumnya kurang kompak untuk menolak pembukaan kebun sawit liar itu.
"Saya berharap masyarakat umumnya mendukung khususnya untuk alam Pelalawan agar terbebas dari pembukaan kebun sawit liar dan bisa dilakukan pemulihan alam [TNTN] dapat segera dilakukan,” ujarnya.
Jelas terlihat bahwa kerusakan lingkungan akibat ulah manusia mempunyai dampak yang lebih besar dibandingkan kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam.
"Penyebab kerusakan bisa jadi karena ulah manusia dan keserakahannya terhadap alam. Misalnya menebang pohon serta membakar hutan, membuang sampah ke sungai dan aktivitas di pesisir laut [limbah yang dapat mencemari air laut]," terangnya.
SALAMBA yakin aktivisme yang dilakukannya demi kemaslahatan bersama untuk menjaga lingkungan alam di Pelalawan agar tetap lestari.
Dia juga menyinggung soal UU Anti SLAPP adalah terminologi baru yang dimuat dalam Pasal 66 UU PPLH. Tujuannya untuk memberikan imunitas bagi masyarakat atau aktivis yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
"Dalam kasus ini sudah jelas dan terang bahwa pihak-pihak manapun tak perlu melakukan pembungkaman terhadap aktivisme lingkungan. Apa lagi yang terbukti dan nyata didepan kita sudah terjadi kerusakan hutan di TNTN itu."
Memang yang dilakukan dan ditemukan Ganda Mora Aktivis SALAMBA jelas memiliki hak imunitas yang termaktub dalam UU PPLH [Pasal 66 UU PPLH] sebagai lex specialis dalam perkara itu dan Ia tentu sedang menjalankan aktivisme yang suci dan mulia. Amalannya setara dengan amalan para Nabi yaitu kewajiban untuk memberi “peringatan” terhadap sesama. (*)
Tags : lingkungan hidup, sahabat alam rimba, aktivis salamba ganda mora, pencemaran lingkungan, hutan tntn, pelalawan, lingkungan, alam,