Agama   2024/12/28 9:43 WIB

Allah Ingatkan Manusia tak Rusak Lingkungan dalam Bentuk Maksiat yang Sudah Merusak Alam

Allah Ingatkan Manusia tak Rusak Lingkungan dalam Bentuk Maksiat yang Sudah Merusak Alam
Relawan yang tergabung dalam River Clean Up mengangkut sampah di kawasan Cikapundung River Spot, Bandung, Jawa Barat, Ahad (14/7/2024). Ratusan kilogram sampah anorganik dari plastik hingga sampah tekstil diangkut dalam aksi tersebut sebagai wujud nyata kaum muda guna mencegah terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran. 

Umat Islam kerap hanya memikirkan pelanggaran dalam konteks ibadah.

AGAMA - Islam sudah memerintahkan manusia untuk menjaga alam dan bumi. Mantan duta besar Republik Indonesia (RI) untuk Qatar dan kini dosen di President University, KH. Abdul Wahid Maktub, mengatakan, Islam memiliki pandangan mengenai perubahan iklim dan tanggung jawab manusia terhadap lingkungan.

Maktub menekankan Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga dengan alam semesta. Maktub menjelaskan pelanggaran terhadap lingkungan, seperti perusakan alam, merupakan bentuk maksiat yang sering kali diabaikan.

"Kita sering kali hanya memikirkan pelanggaran dalam konteks ibadah, seperti tidak sholat atau berzina, padahal merusak alam juga merupakan pelanggaran serius," ujarnya di Halaqah AWM yang berlangsung pada Jumat (27/12/2024). 

Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk akademisi, dan dosen-dosen.

Ia menyoroti dampak nyata dari perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, dan bencana alam lainnya, yang diakibatkan oleh perilaku manusia yang eksploitasi terhadap sumber daya alam. Dalam konteks ini, Maktub mengajak peserta untuk merenungkan sikap dan tindakan mereka terhadap lingkungan.

Ia menekankan pentingnya kesadaran kolektif untuk menyelamatkan bumi, mengingat bahwa kerusakan yang terjadi tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga global.

"Perlombaan industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi seringkali mengabaikan dampak lingkungan, yang pada akhirnya akan merugikan kita semua," tambahnya.

Maktub juga mengingatkan, Alqur'an telah memberikan panduan tentang bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan alam. Ia menekankan pentingnya prinsip keberlanjutan (sustainability) dalam setiap tindakan, termasuk dalam penggunaan sumber daya alam.

"Kita harus ingat bahwa Allah menciptakan alam semesta ini dengan sistem yang sangat rapi. Mengganggu keseimbangan ini akan membawa akibat yang serius," tegasnya.

Sebagai penutup, Maktub menyerukan agar umat Islam lebih peduli terhadap lingkungan dengan menerapkan konsep ekonomi hijau (green economy) dan pembangunan berkelanjutan. "Menanam pohon dan menjaga kelestarian alam adalah bagian dari ibadah kita kepada Allah. Kita harus berperan aktif dalam menjaga lingkungan demi generasi mendatang," jelas dia.

Allah ingatkan manusia untuk menjaga bumi

Melalui surat Al-Baqarah ayat 60, Allah mengingatkan kembali hamba-Nya untuk mensyukuri nikmat-Nya dengan tidak membuat kerusakan di atas bumi.

Artinya: "...Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah dan janganlah melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.”

Ayat ini berbicara tentang nikmat yang Allah berikan kepada umat manusia serta perintah-Nya agar umat manusia menjaga bumi dan tidak berbuat atau melakukan perbuatan yang bisa merusak bumi. Karena apa-apa yang kita makan dan minum adalah dari tanah dan air yang ada di bumi.

Namun sayangnya, manusia kerap lupa karena nikmat yang berlimpah itu. Mereka menjadi serakah dan tidak pernah puas. Sebagaimana disebutkan dalam tafsir Al-Misbah, M. Quraish Shihab, bahwa sangat jelas Allah memerintahkan manusia untuk menjaga dan merawat lingkungan. Dalam ayat ini juga Allah meminta hambah-Nya untuk tidak berlebihan dalam pemakaian air.

Adanya mata air untuk setiap suku merupakan nikmat tersendiri, karena dengan demikian mereka tidak perlu bertengkar, dan dengan demikian pula persatuan dan kesatuan mereka dapat lebih terpelihara. Air tersebut pastilah segar, jernih dan bersih sebab lanjutan ayat di atas menyatakan, 'Makanlah al-mann dan as-salwā dan minumlah rezeki Allah, yakni air yang memancar itu dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan."

Maksud pesan terakhir ini antara lain adalah, jaga kelestarian alam, pelihara kebersihan lingkungan, jangan gunakan air berlebihan atau bukan pada tempatnya. Peringatan agar tidak melakukan pengrusakan di bumi, karena tidak jarang orang yang mendapat nikmat lupa diri dan lupa Allah sehingga terjerumus dalam kedurhakaan.

Begitu juga dalam tafsir Kementerian Agama RI menyebutkan bahwa Allah swt telah memperlihatkan mukjizat melalui para Nabi, sesuai dengan keadaan umat pada masa Nabi itu. Allah menyuruh mereka makan dan minum dari rezeki yang telah dilimpahkan kepada mereka, dan mereka dilarang untuk berbuat kezaliman atau berbuat kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian dan hal-hal negatif bagi makhluk lainnya.

Orang beriman tak rusak alam dan lingkungan

Salah satu jalan keselamatan di dunia adalah dengan hidup harmonis bersama alam atau lingkungan. Caranya dengan merawat dan menjaga alam, bukan dengan mengeksploitasi berlebihan hingga mencemari alam bahkan merusak alam.

Di dalam Alquran, pada Surah Ar-Rum Ayat 41 dijelaskan bahwa kerusakan alam terjadi akibat perbuatan manusia. Allah membuat manusia merasakan sebagian akibat kerusakan alam, misalnya merasakan akibat tercemarnya udara, lautan, sungai dan air tanah.

Dengan cara manusia dibiarkan merasakan akibat kerusakan alam, atas cinta kasih dan kelembutan-Nya, Allah berharap manusia kembali ke jalan yang benar dan hidup harmonis bersama alam. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam tafsir Surah Ar-Rum Ayat 41.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS Ar-Rum Ayat 41)

Tafsir ayat ini menerangkan bahwa telah terjadi al-fasad di daratan dan lautan. Al-Fasad adalah segala bentuk pelanggaran atas sistem atau hukum yang dibuat Allah, yang diterjemahkan dengan “perusakan.”

Perusakan (Al-Fasad) itu bisa berupa pencemaran alam, sehingga tidak layak lagi didiami atau bahkan penghancuran alam sehingga tidak bisa lagi dimanfaatkan. Di daratan, misalnya, hancurnya flora dan fauna, dan di laut seperti rusaknya biota laut. Juga termasuk al-fasad adalah perampokan, perompakan, pembunuhan, pemberontakan, dan sebagainya.  

Perusakan itu terjadi akibat perilaku manusia, misalnya eksploitasi alam yang berlebihan, peperangan, percobaan senjata, dan sebagainya. Perilaku itu tidak mungkin dilakukan orang yang beriman dengan keimanan yang sesungguhnya, karena ia tahu bahwa semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan nanti di depan Allah.

Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa tidak seluruh akibat buruk perusakan alam itu dirasakan oleh manusia, tetapi sebagiannya saja. Sebagian akibat buruk lainnya telah diatasi Allah, di antaranya dengan menyediakan sistem dalam alam yang dapat menetralisir atau memulihkan kerusakan alam. Hal ini berarti bahwa Allah sayang kepada manusia.

Seandainya Allah tidak sayang kepada manusia, dan tidak menyediakan sistem alam untuk memulihkan kerusakannya, maka pastilah manusia akan merasakan seluruh akibat perbuatan jahatnya. Seluruh alam ini akan rusak dan manusia tidak akan bisa lagi menghuni dan memanfaatkannya, sehingga mereka pun akan hancur.

وَلَوْ يُؤَاخِذُ ٱللَّهُ ٱلنَّاسَ بِمَا كَسَبُوا۟ مَا تَرَكَ عَلَىٰ ظَهْرِهَا مِن دَآبَّةٍ وَلَٰكِن يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِۦ بَصِيرًۢا

Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (QS Fatir Ayat 45).

Dengan penimpaan kepada mereka sebagian akibat perusakan alam yang mereka lakukan, Allah berharap manusia akan sadar. Mereka tidak lagi merusak alam, tetapi memeliharanya. Mereka tidak lagi melanggar ekosistem yang dibuat Allah, tetapi mematuhinya. Mereka juga tidak lagi mengingkari dan menyekutukan Allah, tetapi mengimani-Nya.

Memang kemusyrikan itu suatu perbuatan dosa yang luar biasa besarnya dan hebat dampaknya, sehingga sulit sekali dipertanggungjawabkan oleh pelakunya. Bahkan sulit dipanggul oleh alam, sebagaimana dinyatakan firman-Nya.

 تَكَادُ السَّمٰوٰتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْاَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا ۙ

Hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, (karena ucapan itu), (QS Maryam: 90)

Seluruh langit dan bumi adalah satu sistem yang bersatu di bawah perintah Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran bahwa semua yang ada dalam sistem ini diberikan untuk kepentingan hidup manusia, yang dilanjutkan dengan suatu peringatan spiritual untuk tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Amanah Menjaga Keberlanjutan Kehidupan di Bumi

Sebagai khalifah, manusia harus mengikuti dan mematuhi semua hukum Allah, termasuk tidak melakukan kerusakan terhadap sumber daya alam yang ada. Mereka juga harus bertanggung jawab terhadap keberlanjutan kehidupan di bumi ini.

Bumi ditundukkan Allah untuk menjadi tempat kediaman manusia. Akan tetapi, alih-alih bersyukur, manusia malah menjadi makhluk yang paling banyak merusak keseimbangan alam. Contoh yang merupakan peristiwa-peristiwa alam yang terjadi di Tanah Air karena ulah manusia adalah kebakaran hutan dan banjir.

Dengan ditunjuknya manusia sebagai khalifah, di samping memperoleh hak untuk menggunakan apa yang ada di bumi, mereka juga memikul tanggung jawab yang berat dalam mengelolanya.

Dari sini terlihat pandangan Islam bahwa bumi memang diperuntukkan bagi manusia. Namun demikian, manusia tidak boleh memperlakukan bumi semaunya sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh kata-kata bumi (453 kali) yang lebih banyak disebutkan dalam Alquran daripada langit atau surga (320 kali). Hal ini memberi kesan kuat tentang kebaikan dan kesucian bumi.

Debu dapat menggantikan air dalam bersuci. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Bumi diciptakan untukku sebagai masjid dan sebagai alat untuk bersuci." (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Ada semacam kesakralan dan kesucian dari bumi. Sehingga merupakan tempat yang baik untuk memuja Tuhan, baik dalam upacara formal maupun dalam perikehidupan sehari-hari. (*)

Tags : pemanasan global, alquran islam, islam dan lingkungan, fikih lingkungan, kerusakan lingkungan, fikih lingkungan, tafsir alquran, polusi udara, islam dan lingkungan, merusak alam dan maksiat, maksiat akibat merusak alam, maksiat dan perusakan terhadap alam, perusakan alam,