AGAMA - Jaminan rezeki yang dijanjikan Allah kepada makhluk-Nya bukan berarti memberinya tanpa usaha.
Allah SWT sudah menetapkan rezeki kepada hamba-Nya. Alquran menyebutkan bahwa bumi beserta isinya disediakan untuk manusia serta makhluk-makhluk yang hidup di dalam (bumi). Meski demikian, bukan berarti manusia lalai dalam ikhtiar dan berdoa.
Alquran mengabadikan janji Allah SWT terkait rezeki yang diperuntukkan bagi seluruh makhluk-Nya. Hal ini terdapat dalam Surat Hud ayat 6:
۞ وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
"Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)" QS. Hud ayat 6).
Prof Dr Quraish Shihab melalui kitab tafsirnya, Tafsir Al-Mishbah, menjelaskan, Allah SWT memiliki pengetahuan yang menyeluruh dan mencakup sesuatu yang terkecil. Kekuasaan dan nikmat-Nya mencakup semua makhluk, sebab pengetahuan-Nya bergandengan dengan kekuasaan-Nya.
"Ayat ini menegaskan bahwa dan bukan hanya mereka yang kafir dan munafik yang diketahui keadaannya dan dianugerahi rezeki-Nya itu, tetapi semua makhluk," jelasnya.
Tidak ada suatu binatang melata pun di permukaan dan di dalam perut bumi, kecuali telah dijamin Allah SWT ihwal rezekinya yang layak sesuai habitat dan lingkungannya dengan menghamparkan rezeki itu.
Hewan-hewan itu hanya dituntut bergerak mencarinya, dan Allah mengetahui tempat berdiamnya binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata, yakni tertampung dalam pengetahuan Allâh SWT yang meliputi segala sesuatu atau termaktub dalam Lauh al-Mahfûzh.
"Setiap makhluk telah dijamin Allah SWT rezeki mereka. Yang memperoleh sesuatu secara tidak sah/haram dan memanfaatkannya pun telah disediakan oleh Allah rezekinya yang halal, tetapi ia enggan mengusahakannya atau tidak puas dengan perolehannya," terang Quraish.
Jaminan rezeki yang dijanjikan Allah kepada makhluk-Nya bukan berarti memberinya tanpa usaha.
"Kita harus sadar bahwa yang menjamin itu adalah Allah SWT yang menciptakan makhluk serta hukum-hukum yang mengatur makhluk dan kehidupannya. Ketetapan hukum-hukum-Nya yang telah mengikat manusia juga berlaku untuk seluruh makhluk," paparnya.
Kemampuan tumbuh-tumbuhan memperoleh rezekinya, dan organ-organ yang menghiasi tubuh manusia dan binatang, serta insting yang mendorongnya untuk hidup dan makan, adalah bagian dari jaminan rezeki Allah SWT.
Quraish juga menyampaikan, kehendak manusia dan instingnya, perasaan dan kecenderungannya, selera dan keinginannya, rasa lapar dan hausnya, sampai kepada naluri mempertahankan hidupnya, adalah bagian dari jaminan rezeki Allah SWT kepada makhluk-Nya.
"Tanpa itu semua, tidak akan ada dalam diri manusia dorongan untuk mencari makan. Tidak pula akan terdapat pada manusia dan binatang pencernaan, kelezatan, kemampuan membedakan rasa, dan sebagainya," jelasnya.
Allah SWT juga menjelaskan ayat lain terkait rezeki di dalam QS al-Isra: 30.
اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗاِنَّهٗ كَانَ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرًاۢ بَصِيْرًا
Yang artinya, "Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkan (-nya bagi siapa yang Dia kehendaki). Sesungguhnya Dia Maha Teliti lagi Maha Melihat hamba-hamba-Nya" (QS al-Isra: 30).
Dalam tafsir Kementerian Agama dijelaskan, sebab utama sifat kikir manusia adalah karena takut terjerumus ke dalam kemiskinan. Ayat ini mengingatkan bahwa sesungguhnya Allah SWT melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki untuk dilapangkan rezekinya, dan menyempitkannya kepada siapa yang Dia kehendaki untuk disempitkan rezekinya.
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, Maha Melihat akan hamba-hambanya. Allah memberikan kepada hamba-Nya segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dan kemaslahatannya apabila ia menjalani sebab-sebab untuk mendapatkannya. Allah juga menegaskan bahwa Dialah yang melapangkan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya, Dia pula yang membatasi-nya. Semuanya berjalan menurut ketentuan yang telah ditetapkan Allah terhadap para hamba-Nya dalam usaha mencari harta dan cara mengembangkannya.
Hal ini berhubungan erat dengan alat dan pengetahuan tentang pengolahan harta itu. Hal demikian adalah ketentuan Allah yang bersifat umum dan berlaku bagi seluruh hamba-Nya. Meski begitu, hanya Allah yang menentukan menurut kehendak-Nya.
Di akhir ayat ini, Allah SWT menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui para hamba-Nya, siapa di antara mereka yang memanfaatkan kekayaan demi kemaslahatan dan siapa pula yang menggunakannya untuk kemudaratan. Dia juga mengetahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang dalam kemiskinan tetap bersabar dan tawakal kepada Allah, dan siapa yang karena kemiskinan, menjadi orang-orang yang berputus asa, dan jauh dari rahmat Allah.
Allah Maha Melihat bagaimana mereka mengurus dan mengatur harta benda, apakah mereka itu membelanjakan harta pemberian Allah itu dengan boros ataukah bakhil. Oleh sebab itu, kaum Muslimin hendaknya tetap berpegang kepada ketentuan-ketentuan Allah, dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dalam membelanjakan harta hendaklah berlaku wajar. Hal itu termasuk sunnah Allah.
Meski demikian, adakalanya kita sebagai Muslim pernah mengalami kesulitan dalam hidup atau merasa cemas atas nasib rezekinya. Kecemasan ini pun pernah dirasakan oleh beberapa sahabat Nabi SAW. Dalam sebuah hadis, disebutkan mengenai dua sahabat Nabi yang datang kepada Nabi SAW lalu menyampaikan keluhan atas kondisi hidupnya. Dua sahabat yang dimaksud ialah Habbah dan Sawwa (anak Khalid).
Dari Habbah dan Sawwa anaknya Khalid, keduanya berkata, "Kami pernah menemui Nabi SAW saat beliau sedang memperbaiki sesuatu. Kami lalu berkeluh kesah kepadanya, maka beliau pun bersabda, 'Janganlah kalian berputus asa dari rezeki Allah selama kepala kalian masih bergerak. Karena sungguh manusia itu dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merah, tidak memiliki suatu apa pun, lalu Allah 'Azza wa Jalla memberinya rezeki'" (HR Ibnu Majah).
Imam as-Suyuthi dalam Mu'jam al-Shahabah menjelaskan, maksud dari jangan berputus asa ialah sesuatu yang membuat seseorang berputus asa. Adapun "kepala masih bergerak" merupakan kiasan yang merujuk pada kehidupan. Sedangkan, merah yaitu seperti daging yang tidak berkulit karena lemahnya kulit tersebut, lalu Allah SWT menguatkan kulit itu.
Selain itu, ada pandangan bahwa bisa jadi yang dimaksud kulit itu ialah pakaian. Artinya, manusia lahir ke dunia tanpa sehelai pakaian, lalu Allah SWT memberinya pakaian.
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar" (QS al-Isra ayat 31).
Sumber: Republika.co.id
Tags : rezeki, rezeki makhluk, allah jamin rezeki makhluk, rezeki jalan usaha, agama,