AMADEUS DRIANDO AHNAN WINARNO, ilmuwan pangan pendiri Better Nature yang berbasis di Bogor, Jawa Barat, ikut merambah pasar eropa dengan tampilkan tempe siap saji hingga ke pasar dunia.
Ia bersama sekelompok anak muda lain dari berbagai negara dalam dua tahun terakhir merambah pasar Eropa untuk tempe siap saji ini.
Kini mereka tengah menjajaki rencana untuk menggunakan kedelai dari petani lokal Indonesia untuk berbagai produknya.
Sebuah formula telah dipatenkan untuk meningkatkan kandungan nutrisi vitamin B12 dan vitamin D dalam tempe yang akan mereka pasarkan dengan bahan baku kedelai lokal.
Mereka berharap dengan menyerap kedelai lokal Indonesia, para petani termotivasi untuk tetap menanam jenis kacang itu di tengah lautan kedelai impor di Indonesia.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, sekitar 70% produk tempe dalam negeri menggunakan kedelai impor.
Tidak dapat bersaing dalam harga menyebabkan banyak petani yang beralih ke tanaman lain.
Namun, untuk memutus ketergantungan terhadap kedelai impor, inovasi tempe dan pasar Eropa belumlah cukup.
Perlu insentif dari pemerintah bagi petani lokal agar tetap menanam kedelai, dan manajemen yang lebih baik untuk menyerap hasil panen mereka.
Berawal dari kecintaan terhadap tempe, sekelompok anak muda dari Indonesia, Inggris, Italia dan Hong Kong mendirikan Better Nature di tahun 2018.
Dari markas mereka di London, Better Nature, mulai menjual tempe ke pasaran Inggris dan Eropa pada tahun 2020.
Mayoritas tempe yang mereka buat adalah tempe siap saji dalam kemasan yang telah dibumbui, sehingga bisa langsung dihangatkan di microwave atau di atas kompor.
Rasa dan bentuknya bermacam-macam; ada yang berbentuk dadu seperti umumnya masakan tempe yang sering ditemukan di Indonesia, namun ada juga tempe cincang dan tempe yang diiris memanjang sehingga menyerupai potongan iga.
"Produk kami yang paling laris adalah tempe yang sudah dimarinasi [direndam dalam bumbu sebelumnya] karena mereka sangat mudah untuk dimasak," kata salah satu pendiri Better Nature, Fabio Rinaldo, seorang ilmuwan pangan di London, Inggris.
"Konsumen kami dapat berkreasi dengan berbagai resep tanpa repot memasak dari awal, meskipun kami juga sedia versi tempe mentah yang belum dibumbui."
Semenjak diluncurkan tahun lalu, tempe inovasi mereka dapat ditemui di setidaknya di 200 toko dan supermarket di Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara di Skandinavia.
Belakangan, produk tempe mereka menjadi salah satu dari tiga produk vegetarian terlaris di website Amazon untuk wilayah Britania Raya.
"Di pasar Eropa, tempe masih merupakan produk makanan dengan segmen khusus tetapi kesadaran konsumen akan tempe tumbuh luar biasa pesat," kata Christopher Kong, pendiri Better Nature yang besar di Hong Kong.
"Saya lahir di Hong Kong dan hidup di sana selama 13 tahun, tapi tidak pernah mengenal tempe, meski faktanya Hong Kong lebih dekat ke Indonesia," kata Chris.
Di website resminya, Better Nature menawarkan lebih dari selusin jenis produk tempe dengan rasa ala Asia, India, dan Eropa. Harganya berkisar antara Rp50.000 sampai Rp.76.000.
Untuk tempe mentah yang belum dibumbui, serupa dengan tempe yang sering dijumpai di Indonesia, harganya sekitar Rp50.000 per 200 gram atau Rp300.000 per kilogram.
Inovasi selanjutnya: meningkatkan vitamin B12 dan vitamin D pada tempe menggunakan kedelai lokal Indonesia
Suplai kacang kedelai Better Nature saat ini berasal dari Belgia, Belanda, dan Jerman dengan produksi juga di negara Eropa itu.
Selain kacang kedelai, juga ada kacang lupin yang mirip dengan kedelai. Sementara, fermentasi tempe, pengolahan, dan pengemasan berpusat di Jerman.
Amadeus Driando Ahnan-Winarno, ilmuwan pangan pendiri Better Nature yang berbasis di Bogor, Jawa Barat, mengakui saat ini perusahaannya masih dalam tahap penjajakan untuk menggunakan bahan baku kedelai lokal.
"Tahun 2018, saat memulai Better Nature, kita sudah coba membuat supply chain [pasok suplai] untuk mengekspor dari Indonesia," kata pemuda yang lebih akrab disapa Ando.
"Secara bisnis, bisa jadi modal kita lebih dulu habis sebelum supply chain-nya berhasil mengekspor dari Indonesia ke Eropa. Karena itu kita produksi dulu [dengan suplai kacang dari Eropa] supaya dapat revenue [pendapatan]. Sekarang sudah dapat revenue, bisa sambil jalan, kita membeli waktu untuk set-up di Indonesia," sambung Ando.
Ando dan timnya memiliki strategi untuk tempe dengan bahan baku kedelai Indonesia yang menurutnya akan menjadi nilai jual tersendiri.
Di laboratorium, Ando bersama dua ilmuwan pangan lain memformulasi perpaduan jamur fermentasi tempe dan bakteri yang tepat untuk meningkatkan kandungan vitamin B12 dan vitamin D pada tempe.
"Sudah berhasil," kata Ando yang memulai penelitian ini sejak Januari 2019.
Tempe yang dihasilkan dari perjodohan jamur dan bakteri yang tepat di laboratoriumnya berhasil mengandung vitamin B12 dan vitamin D. Temuan ini, menurut Ando, telah dipatenkan.
"Jadi sekarang di Indonesia kita bekerja sama dengan Indonesian Tempe Movement yang dekat dengan petani-petani kedelai; di Grobogan misalnya. Supaya tempe-tempe tinggi vitamin B12 ini bisa dibuat dengan kedelai lokal," lanjut Ando.
Menurutnya, meski telah berhasil di laboratorium, di lapangan ia masih berusaha mengadakan sistem produksi untuk memenuhi standar ekspor dari Indonesia ke Eropa.
"Standarnya kalau buat ekspor harus sangat aman dan sangat awet. Jadi bagaimana dengan bahan lokal bisa dibawa ke standar ini; masih kita garap," tambah Ando.
Vitamin B12 dan vitamin D tercipta saat fermentasi kedelai Indonesia
Di pasar internasional, tempe semakin populer di kalangan vegetarian, vegan, serta konsumen yang peduli akan kandungan nutrisi di dalam makanannya serta dampaknya terhadap lingkungan.
Profil konsumen seperti ini banyak terdapat di Eropa dan Amerika Utara, di mana konsumen mulai berfikir cara mendapatkan makanan yang sesehat mungkin dan seramah lingkungan mungkin.
Tempe dianggap makanan masa depan karena memenuhi kedua faktor utama yang diinginkan konsumen yang sadar kesehatan dan lingkungan itu.
"Mengapa kami cinta makanan ini [tempe], karena dalam produksinya tempe menggunakan kacang kedelai utuh, sehingga seluruh nutrisi kacang kedelai terkandung di dalam tempe," kata Fabio, salah satu pendiri Better Nature, yang sempat mengunjungi Indonesia untuk melihat cara pembuatan tempe.
Namun menurut Ando, kekurangan dari diet nabati adalah kesulitan mendapat vitamin B12 dari makanan. Di sini lah tempe memiliki peran.
"Tapi tidak semua tempe mengandung vitamin B12. Justru yang banyak mengandung vitamin B12 itu tempe Indonesia karena ketidaksengajaan," kata Ando.
"Vitamin B12 ini datang dari air sungai, dari tanah; kontaminasi yang tidak disengaja."
Menurutnya, vitamin B12 penting untuk pembelahan sel syaraf, pertumbuhan otak, dan perkembangan kecerdasan anak, maka kandungan ini lebih baik diciptakan secara sengaja pada tempe produksinya.
Sementara, vitamin D penting bagi mayoritas konsumen di negara empat musim yang sulit mendapatkan asupan ini.
Berapa banyak vitamin B12 dan vitamin D yang akan dikandung tempe produksi perusahaanya nanti?
"Target kita 100 persen kebutuhan harian," pungkas Ando.
Sebelum mendirikan Better Nature dan bertemu ilmuwan muda lainnya, di tahun 2018, Ando memenangkan sebuah kompetisi bioteknologi tingkat dunia bernama Gap Summit di Cambridge University, Inggris.
Pada tahun itu terdapat 100 finalis dari 7000 pendaftar dari seluruh dunia.
"Saya satu-satunya orang Indonesia; yang lain bisa dibilang tidak ada yang tahu tempe selain saya di kompetisi itu. Jadi saya harus menjelaskan apa itu tempe dan kenapa pangan ini penting," kata Ando.
Saat itu Ando membawa prototipe tempe yang menjadi Better Nature sekarang. Ia juga menjelaskan kandungan gizi tempe dibanding sumber gizi hewani dan perbandingan jumlah energi yang dibutuhkan untuk produksi tempe dibanding produksi pangan hewani.
"Mungkin itu yang menjadi salah satu faktor kemenangan yang akhirnya uang hadiahnya harus dijadikan perusahaan," kata Ando yang belum lama ini menyelesaikan S3 di University of Massachusetts Amherst dan bergelar doktor di bidang ilmu pangan, khususnya fermentasi tempe.
Sebelum Ando memenangkan kompetisi di Cambridge University yang menjadi landasan untuk mendirikan Better Nature, ia bersama ibu dan kakeknya mendirikan Indonesian Tempe Movement di tahun 2015.
Sang kakek adalah Profesor Winarno; seorang pakar ilmu pangan dan teknologi di Indonesia yang memprakarsai Konferensi Tempe Internasional di Indonesia.
Sementara, sang ibu, Wida Winarno, adalah ilmuwan pangan yang aktif mempromosikan tempe ke berbagai belahan dunia dan juga tengah meneliti kajian tempe untuk mengurangi stunting.
"Orang bilang kalau kita sedang ngumpul bareng, kayak seminar," kata Wida.
Menurut pengalaman Wida, masyarakat internasional melihat tempe dari kacamata yang berbeda dengan orang Indonesia.
Kenyataan bahwa tempe dianggap sebagai superfood atau makanan super di mancanegara belum sepenuhnya disadari karena kemudahan mendapatkan tempe dan merasa terbiasa.
Wida juga mengatakan "tempe masih direndahkan" di Indonesia.
Namun ia optimis suatu saat hal itu akan berubah.
"Harapannya ada 'Better Nature-Better Nature' lain yang bisa menyerap hasil panen kedelai lokal," kata Wida. Jadi petani panen sudah jelas ada yg beli, harganya juga sudah jelas jadi akhirnya semangat untuk menanam kedelai lagi."
Bahkan menurut Wida, jangan berhenti pada kacang kedelai. Layaknya kacang lupin, banyak jenis kacang asli Indonesia yang bisa 'ditempekan'. (*)
Tags : pangan, Keamanan pangan, anak muda rambah pasar eropa, tempe siap saji, makanan indonesia, tempe ke pasar dunia, Artikel,