JAKARTA - Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, potensi ancaman munculnya aksi terorisme tetap ada walau diperkirakan relatif kecil.
Aparat keamanan harus waspada dan memperketat keamanan baik di tempat ibadah maupun pusat keramaian, kata pengamat intelijen dan terorisme.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengimbau aparat kemanan untuk mewaspadai munculnya aksi teroris yang disebut kambuhan saat perayaan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 atau Nataru.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo juga telah memerintahkan pasukannya agar aksi teror seperti di Polsek Astanaanyar, Rabu 7 Desember 2022 lalu, tidak boleh terjadi lagi dengan mengedepankan deteksi dini, serangan preventif, dan penjagaan ketat di tempat ibadah dan pusat keramaian lainnya.
Sepanjang Desember ini, polisi telah menangkap 26 terduga terorisme baik dari jaringan JAD dan JI di lima provinsi.
Aksi teror dari malam Natal hingga tahun baru telah berlangsung sejak tahun 2000 yang menelan banyak korban jiwa, namun dalam beberapa tahun, tidak ada aksi terorisme yang terjadi di saat Nataru.
Serangan terakhir terjadi pada 7 Desember lalu, yaitu aksi bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Bandung, yang menewaskan satu orang polisi dan sembilan luka-luka.
Nataru, ‘target favorit’ teroris
Pengamat intelijen dan terorisme dari Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta mengatakan, aksi teror di Indonesia kerap terjadi di periode tertentu yang menjadi target pilihan para teroris.
“Yang pertama adalah Nataru, mulai tahun 2000 ketika rangkaian bom terjadi. Nataru menjadi waktu favorit mereka beraksi,” kata Stanislaus seperti dirilis BBC News Indonesia, Kamis (22/12).
Kemudian adalah perayaan HUT Kemerdekaan RI setiap 17 Agustus, sebagai bentuk perlawanan terhadap negara. Lalu, saat bulan puasa karena teroris beranggapan aksinya akan mendapat pahala berlipat ganda.
“Selain waktu regular itu, ada juga momen tidak regular yang dipicu suatu kejadian, seperti aksi Agus di Astanaanyar lalu yang diduga dipicu kematian pemimpin ISIS di Timur Tengah dan mereka melakukan aksi balasan,” katanya.
Stanislaus mengatakan, dalam perspektif intelijen, terdapat tiga jenis target teror, pertama adalah target regular, yaitu menyerang aparat keamanan seperti polisi karena dianggap sebagai thogut.
Kedua adalah target alternatif seperti tempat ibadah, di mana “gereja paling banyak menjadi sasaran karena dianggap orang berbeda. Mereka tidak mau ada perbedaan, itu dimusuhi,” katanya.
Target ketiga atau emergensi adalah tempat kerumunan masyarakat di mana ada polisi dan kelompok yang dimusuhi, seperti serangan bom Kampung Melayu dan Thamrin.
‘Walau kecil, potensi ancaman tetap ada’
Stanislaus menambahkan, potensi munculnya aksi teror pada Nataru tahun ini diperkirakan relatif kecil, walaupun peluang itu tetap ada.
“Kejadian di Astanaanyar membuat polisi bergerak melakukan penangkapan sehingga kelompok-kelompok yang mungkin siap beraksi sudah diburu Densus 88. Saya optimis Nataru tahun ini relatif aman, walau potensi masih tetap ada,” katanya.
Faktor lainnya, kata Stanislaus, adalah karena mulai melemahnya kekuatan kelompok terorisme, hasil dari penegakan hukum yang dilakukan aparat keamanan kepada, seperti, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke ISIS dan Jamaah Islamiyah (JI) yang berkiblat ke al-Qaida.
Senada, direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya melihat, kekuatan kelompok JAD seperti “mati tidak, hidup pun tidak”, sedangkan kelompok JI terus bergerak namun di “bawah tanah”.
“Kalau dibilang tidak ada, tidak bisa, tapi potensi ancaman dari mereka sangat rendah. Anggota JAD sekarang sisa-sisanya saja karena eksistensi ISIS sudah tidak ada, begitu juga JI dengan al-Qaida,” ujar Harits.
Sepanjang Desember 2022, polisi telah menangkap 26 terduga teroris di lima provinsi. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan para tersangka tersebut berasal dari jaringan JAD dan JI.
Rinciannya, Densus 88 menangkap tujuh terduga di Jawa Tengah, lalu disusul tujuh tersangka di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang terkait dengan aksi teror di Polsek Astanaanyar.
Kemudian Densus 88 kembali menangkap 10 terduga teroris di Sumatra Utara, dua orang dari Sumatra Barat dan Riau. Dari total jumlah tersebut, 14 orang berasal dari jaringan JAD dan 12 orang anggota JI.
Ramadhan menegaskan, proses penegakan hukum tersebut dilakukan, “bukan untuk momen-momen tertentu tapi dilakukan sepanjang waktu, bukan karena ada momen hari besar apa, tapi dilakukan sepanjang waktu di indonesia, dan ini merupakan tugas Polri,” katanya, Rabu (21/12).
Bagaimana karakteristik JAD dan JI sekarang?
Menurut Stanislaus Riyanta, sejak ditangkapnya pemimpin JI, seperti Abu Bakar Ba’asyir dan lainnya, kelompok yang bertanggung jawab terhadap serangan Bom Bali itu telah beradaptasi dengan menggunakan pendekatan non-kekerasan.
Dalam beberapa tahun terakhir, katanya, tidak ada aksi teror yang dilakukan kelompok JI karena “mereka menggunakan dakwah, mengirim anggota ke Timur Tengah, dan berbisnis. Itu pendekatan JI dan selnya terus aktif hingga sekarang,” katanya.
Sementara pendekatan JAD, kata Stanislaus, masih eksklusif dengan aksi kekerasan seperti bom bunuh diri Astanaanyar, walau daya rusaknya minim dibandingkan aksi teror JI.
Lalu, tambah Stanislaus, kelompok JI dalam pedoman umum perjuangannya menggariskan bahwa yang melakukan jihad adalah laki-laki dewasa, sedangkan JAD melibatkan perempuan dan anak-anak.
Kemudian, apakah kelompok tersebut terkonsentrasi di beberapa wilayah tertentu? Harits Abu Ulya menjawab tidak.
“Tidak ada parameter suatu wilayah besar potensi berkembangnya, ini dinamis dipengaruhi sejarah masa lalu seperti NII di Jawa Barat, pengaruh budaya, dan lainnya. Kelompok JAD dan JI terdiaspora di banyak tempat dan tidak bisa dideteksi secara akurat,” katanya.
Waspada munculnya teroris 'kambuhan'
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam apel Operasi Lilin 2022 di Jakarta, Kamis (22/12) mengatakan, pengamanan atas potensi ancaman aksi terorisme selama Nataru telah dipercayakan kepada Densus 88 yang memiliki peta jaringan yang kini lebih sempurna.
“Saya hanya mengimbau supaya diwaspadai munculnya teroris-teroris kambuhan, ini juga harus diwaspadai,” kata Muhadjir.
Muhadjir juga menegaskan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, keamanan merupakan prasyarat mutlak dalam pelaksanaan Nataru.
Dalam Operasi Lilin 2022 yang diselengarakan sejak Jumat (23/12) hingga Senin (02/01/23), terdapat sekitar 166.322 personel gabungan TNI-Polri yang ditempatkan pada 1.845 pos keamanan, 695 pos pelayanan, 89 pos terpadu, guna mengamankan 52.636 objek pengamanan.
Pengaman pasukan tersebut dilakukan karena, berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, terdapat 44,17 juta orang yang akan melakukan pergerakan atau aktivitas dalam momen Nataru tahun ini.
Kapolri: Densus 88 terus bergerak dan memantau
Di tempat yang sama, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan telah memerintahkan Densus 88 untuk terus bergerak memantau jaringan-jaringan terorisme di seluruh wilayah Indonesia dan sudah dilaksanakan sebelum dan setelah bom Astanaanyar.
“Semua tentunya sudah dipantau, namun demikian kita tetap melakukan langkah-langkah pencegahan khususnya di tempat-tempat ibadah dan tempat kegiatan keramaian dengan melakukan tahapan sterilisasi,” katanya.
Sigit menambahkan, “ancaman teroris menjadi potensi gangguan yang serius. Saya tekankan bahwa aksi teroris seperti di Polsek Astanaanyar tidak boleh terjadi lagi, maka kedepankan deteksi dini dan preventive strike guna mencegah aksi-aksi teror, serta lakukan penjagaan ketat pada pusat keramaian, tempat ibadah dan tempat-tempat lain yang berpotensi menjadi target serangan teror.”
Selain itu, pasukan gabungan juga akan melakukan sterilisasi di setiap lokasi ibadah Natal dengan melibatkan dari unsur TNI, BNPT, tim penjinak bom Brimob, Detasemen K-9, Densus 88 dan juga organisasi masyarakat keagamaan.
Aksi-aksi teror di penghujung tahun
Aksi-aksi teror di Indonesia telah terjadi beberapa kali di penghujung tahun, dari awal Desember hingga tahun baru.
Pada malam Natal, 24 Desember 2000, rangkaian bom yang diotaki kelompok JI meledak di beberapa gereja di sejumlah kota di Indonesia, yang mengakibatkan belasan orang meninggal dan puluhan luka-luka.
Dua tahun kemudian, pada 1 Januari 2002, terjadi ledakan bom di Jakarta dan beberapa gereja di Palu dan Poso - tahun yang sama saat serangan bom mengguncang Bali dan menewaskan ratusan orang pada Oktober.
Kembali, 12 Desember 2004, sebuah ledakan bom menggetarkan Gereja Immanuel, di Palu. Masih di kota yang sama, bom di sebuah pasar menewaskan puluhan orang pada 31 Desember 2005. (*)
Tags : Ancaman Teroris, Natal dan Tahun Baru 2022/2023, Kontra Terorisme, Natal, Indonesia,