
PENDIDIKAN - Komitmen pemerintah menjadikan sektor pendidikan sebagai prioritas dipertanyakan setelah anggaran Kementerian Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dipangkas sekitar Rp8 triliun. Ini imbas dari kebijakan pengiritan alias efisiensi pemerintahan Prabowo.
Apa saja program penting yang dikhawatirkan terdampak?
Pengamat pendidikan, Ubaid Matraji mempertanyakan kebijakan efisiensi anggaran di Kementerian Pendidikan Menengah dan Dasar (Kemendikdasmen) saat problem sertifikasi guru, kesejahteraan guru, serta ketersediaan sekolah yang belum merata bagi terjadi.
Berkaca dari kondisi seperti itu, efisiensi anggaran tidak tepat, menurutnya.
"Mestinya anggaran ditambah," kata Ubaid kepada wartawan, Minggu (09/02).
Kemdikdasmen memiliki anggaran sebesar Rp 33,5 triliun pada 2025.
Tetapi kebijakan pemotongan anggaran sampai Rp 8 triliun membuat kementerian itu mengelola sekitar Rp 25,5 triliun.
Kepala Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru, Iman Zanatul Haeri, mengkritik kebijakan efisiensi demi mengamankan anggaran negara untuk menopang program lain, seperti Makan Bergizi Gratis.
Menurutnya, kebijakan makan siang gratis ini sudah diprotes para murid di sejumlah titik di Papua yang justru menginginkan kemudahan akses untuk pendidikan.
"Artinya itu sudah menjadi contoh bahwa kita punya masalah serius di dalam dunia pendidikan untuk mengakses pendidikan yang tidak dipungut biaya," kata Iman.
Pemotongan anggaran Kemendikdasmen merupakan konsekuensi kebijakan efisiensi yang ditempuh dalam anggaran 2025.
Hal ini dilandasi terbitnya Instruksi Presiden No. 1/2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Lewat aturan itu, pemerintah memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun dari alokasi awal Rp1.160,1 triliun untuk 2025.
Sementara efisiensi anggaran transfer ke daerah mencapai Rp50,5 triliun dari alokasi awal Rp919,9 triliun.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan, efisiensi anggaran ini untuk menopang program pemerintah Makan Bergizi Gratis, juga mewujudkan ketahanan pangan dan energi.
Apa saja anggaran yang dipotong?
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) ditetapkan melakukan efisiensi sebesar 23,95%, atau sebesar Rp8,03 triliun, dari anggaran belanja awal sebesar Rp33,5 triliyun.
Target pemotongan kementerian dan lembaga, seperti tertulis dalam Lampiran Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025.
Berikut pengeluaran di Kemendiksamen yang dipangkas anggarannya:
Mendiksamen Abdul Mu'ti mengeklaim efisiensi anggaran tak akan mengganggu program strategis.
Dia mengeklaim program seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Indonesia Pintar (PIP), juga tunjangan sertifikasi guru "sesuai dengan yang sudah kami rencanakan."
Dia menyebutkan contoh anggaran yang terimbas efisiensi adalah acara seremonial, perjalanan dinas, serta pengadaan barang terkait percetakan.
"Pada prinsipnya kami setuju keputusan itu, dan kami berusaha semaksimal mungkin agar berkurangnya anggaran di kementerian ini tidak mengurangi layanan yang kita berikan kepada seluruh masyarakat," katanya seperti dikutip dari Antara.
Pengamat pendidikan Iman Zanatul Haeri menyayangkan pemangkasan di Kemendikdasmen.
Alasannya, pemangkasan di kementerian itu bertentangan dengan amanat Konstitusi, yaitu mendapat porsi minimal 20% dari total APBN atau disebut mandatory spending.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, setidaknya ada tiga sektor yang menjadi leading sector pendidikan.
Yaitu, Kemendikdasmen, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), serta Kementerian Agama.
Dalam anggaran tahun 2025, anggaran untuk tiga kementerian itu belum mencapai 20% atau sekitar Rp724 triliun.
"Sudah dapatnya sedikit, dipotong pula," kata Ubaid.
Berkaca dari kondisi ini, Ubaid mempertanyakan niat pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan.
"Ketika komitmen anggarannya lemah, bahkan terjadi pengurangan, ya memang tidak ada [komitmen]" kata Ubaid.
Bakal berdampak pada kebutuhan pembangunan sekolah-sekolah?
Ubaid Matraji mengatakan pemangkasan anggaran ini berpotensi berdampak pada sektor infrastruktur, seperti pembangunan sekolah-sekolah.
Pasalnya, keberadaan sekolah merupakan parameter daya tampung murid.
Ubaid menerangkan saat ini dibutuhkan jumlah sekolah yang proporsional antar jenjang pendidikan.
Kalau proporsi jumlah sekolah itu tidak seimbang maka berpotensi menimbulkan putus sekolah, ujarnya.
"Mestinya daya tampung SD sama dengan daya tampung SMP, baru anak-anak enggak putus sekolah," kata Ubaid.
"Kalau jumlah SMP-nya lagi sedikit daripada SD, berarti kan ada sebagian anak SMP yang enggak lanjut," tambahnya.
Laporan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) yang terbit pada 2023 menunjukkan 32 kabupaten/kota yang masih kekurangan daya tampung di jenjang SMP/Madrasah Tsanawiyah (MTS). Kondisi ini memungkinkan anak putus sekolah.
Di sisi lain, PSPK juga menemukan 273 kabupaten/kota yang kebutuhan daya tampungnya dapat dipenuhi sekolah negeri.
Sementara sisanya atau sekitar 46% dari total keseluruhan membutuhkan keberadaan sekolah swasta untuk memenuhi kebutuhan daya tampung murid.
"Kita kekurangan sekolah," kata Direktur Eksekutif PSKP, Nisa Felicia.
Nisa mengatakan pemerintah justru harus memastikan bahwa ketersediaan sekolah tercukupi, terutama saat pemerintah sudah mencanangkan program belajar 13 tahun.
"Kalau wajib belajar itu 13 tahun, itu berarti dari level PAUD sampai SMA. Itu harusnya ditunjukkan dengan anggaran yang serius," kata Nisa.
Bagaimana nasib guru honorer?
Pengamat pendidikan Ubaid Matraji memperkirakan pemangkasan anggaran pendidikan ini akan berdampak ke guru, utamanya guru honorer.
Ubaid mencontohkan kasus para guru honorer di sekolah negeri.
Kasus pemberhentian secara sepihak pernah menimpa lebih dari 100 guru honorer di sekolah-sekolah negeri di Jakarta yang diberhentikan secara sepihak 2024 silam.
Ketika itu dinas pendidikan di Jakarta menilai perekrutan dilakukan sekolah tanpa proses rekomendasi berjenjang di dinas pendidikan. Di sisi lain pemerintah pusat saat itu sedang menata perekrutan aparatur sipil negara.
Masalah guru honorer yang tak diterima dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga sempat mengemuka.
Di Banjarmasin, 751 guru tak diterima dalam seleksi PPPK, seperti diberitakan Antara. Karena statusnya sebagai guru honorer tersebut mereka tidak mendapat insentif.
"Pasti akan terjadi cleansing guru-guru honorer yang jumlahnya lebih besar daripada tahun kemarin," kata Ubaid.
Berimbas pada perekrutan guru?
Pengamat pendidikan Nisa Felicia berpendapat keberadaan anggaran ini krusial pada ketersediaan guru. Perekrutan guru baru bergantung jumlah anggaran yang tersedia, katanya.
Dia mencontohkan perekrutan untuk guru dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja harus disesuaikan dengan formasi atau jumlah lowongan yang tersedia.
"Kalau anggarannya yang cuma tersedia itu 500, ya udah formasi itu dibukanya cuma 500," kata Nisa.
"Jadi anggaran ini sangat berpengaruh terhadap ketersediaan guru," tambahnya. (*)
Tags : Ekonomi, Politik, Pendidikan, Anggaran Pendidikan, Anggaran Pendidikan Dasar dan Menengah, Anggaran Pendidikan Dipangkas, Program Pembangunan Sekolah Tersendat,