PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Dua tokoh Riau Drh Chaidir dan Nasrun Effendi MT, menyampaikan aspirasi mewakili organisasi Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau [FKPMR] dan Persebatian Pemuka Masyarakat Riau [PPMR], tapi kritikan yang ditujukan pada Muhammad Nasir, Anggota DPR RI yang menolak jadi Bacagubri berakhir ke polisi.
"Dua tokoh Riau dipanggil polisi karena dituduh sudah mengungkapkan adanya ujaran kebencian."
"Direktorat Reserse Kriminal Khusus [Ditreskrimsus] Polda Riau sudah keliru menuduh bahwa dua orang tokoh masyarakat Riau sudah menyebarkan ujaran kebencian," kata Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesia Police Watch [IPW] menilai didepan wartawan, Minggu (28/7).
Sugeng Teguh Santoso menanggapi pemanggilan terhadap dua tokoh masyarakat Riau untuk dimintai keterangan yakni Ir Nasrun Effendi dan Drh Chaidir yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Riau ini sudah keliru.
Menurutnya, dua tokoh Riau yang diperiksa polisi karena pihak Direktur Reserse Kriminal Khusus [Dirkrimsus] Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi menyebutkan sudah menyebarkan ujaran kebencian sesuai dengan bunyi rujukan surat pemanggilan yang dikirim kepada Nasrun Effendi dan Drh Chaidir.
"Laporan polisi terhadap dua tokoh Riau ini menurut saya boleh saja ya tetapi tidak tepat dengan tuduhan menyebarkan kebencian karena tuduhan penyebaran kebencian itu dikhususkan untuk subjek berbasis agama berbasis ras kemudian suku ya tapi kalau misalnya ranahnya yang dikritik adalah person ya pasalnya tentunya di sini adalah pencemaran nama baik bukan penyebaran kebencian," ungkap Sugeng melalui pesan daring.
Sebelumnya, Drh, Chaidir dan Nasrun Effendi dipanggil Kepolisian Daerah [Polda] Riau lantaran aspirasi yang disampaikan dua organisasi yang mereka pimpin untuk menolak Muhammad Nasir jadi Bakal Calon Gubernur Riau [Bacagubri].
M Chaidir, adalah Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau [FKPMR].
Sementara Nasrun Effendi Ketua Umum Persebatian Pemuka Masyarakat Riau [PPMR].
Kedua organisasi tersebut berisikan para tokoh-tokoh masyarakat Riau yang berperan dalam kontrol sosial persoalan yang terjadi di Riau.
FKPMR dan PPMR sebelumnya menyatakan pendapat atau aspirasinya ke publik untuk menolak M Nasir menjadi salah satu Bacagubri pada Pilkada Riau 2024 ini.
Dua organisasi tersebut menilai M Nasir yang juga anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat tersebut bukan lah representasi Riau.
Tiga periode menjabat sebagai anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan [Dapil] Riau II, M Nasir dinilai tidak memiliki kontribusi pembangunan daerah di Bumi Lancang Kuning ini.
Ada lima poin dalam pernyataan sikap FKPMR dan PPMR yang disampaikan terkait Pilkada Serentak 2024 ini.
Dua organisasi ini menekankan pentingnya pemilihan pemimpin yang dilakukan dengan sangat berhati-hati, cermat, arif menimbang, dan bijak menakar.
Pemimpin harus memiliki karakter kepemimpinan yang lurus jujur [shiddiq], terpercaya [amanah], cerdas [fathonah], dan komunikatif [tabligh].
"Pemimpin harus memiliki integritas yang teruji, kapasitas, kapabilitas, kredibilitas, serta kompetensi yang mumpuni," ujar Chaidir.
"Menolak Muhammad Nasir dicalonkan sebagai Gubernur Riau periode 2024-2029 dan menyayangkan partai politik yang mengusung karena tidak melakukan penyaringan secara cermat dan bijak," ungkap Nasrun Effendi Ketua Umum PPMR.
M Nasir kata Nasrun tidak memiliki hubungan historis dan ikatan emosional secara langsung dengan Riau.
"Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa yang bersangkutan juga memiliki rekam jejak yang tidak terpuji, sangat jauh dari kriteria dan persyaratan kepemimpinan Melayu Riau," kata Nasrun Effendi.
Selama tiga periode yang bersangkutan duduk sebagai wakil rakyat di DPR RI Daerah Pemilihan Riau tidak pernah memberikan kontribusi yang nyata dan berarti bagi pembangunan daerah Riau," beber Nasrun Effendi.
Drh Chaidir membenarkan dirinya dipanggil Polda Riau. "Ya benar, dipanggil terkait penyampaian aspirasi [FKPMR dan PPMR], aspirasi yang sudah diputuskan dalam rapat dan mewakili seluruh kepentingan masyarakat Riau sebagai kontrol sosial," ungkap Chaidir, Jumat malam.
Chaidir juga menjelaskan bahwa dirinya diminta keterangan Polda Riau pada Senin 29 Juli, 2024.
Dua surat panggilan dari Direktur Reserse Kriminal Khusus [Krimsus] itu ditujukan kepada Drh Chaidir dan Nasrun Effendi.
Dalam surat tersebut rujukannnya diantaranya berdasarkan UU No 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik [ITE],
Dan juga Laporan Informasi No : R/LI-34/VII/2024/Ditreskrimsus tanggal 25 Juli.
Drh Chaidir dan Nasrun Effendi dituduh menghasut dan menyebarkan rasa kebencian berdasarkan UU ITE yang jadi rujukan tersebut.
Tolak M Nasir jadi Bacagubri di Pilkada Riau, Perwakilan Organisasi sampaikan langsung surat keberatan ke partai di Jakarta.
Penolakan terhadap Muhammad Nasir, anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat untuk menjadi salah satu kontestan pada Pemilihan Gubernur Riau [Pilgubri] terus berlanjut.
Kali ini perwakilan organisasi para tokoh masyarakat asal Riau memgirimkan langsung surat penolakan terhadap M Nasir itu ke Jakarta.
Surat aspirasi masyarakat Riau itu dikirim oleh perwakilan tokoh masyarakat untuk menolak M Nasir sebagai bakal calon Gubernur Riau [Bacagubri] sudah sampai di tangan DPP Partai Gerindra, PKS dan Partai Demokrat.
Dimana, penyerahan surat yang dirumuskan bersama oleh Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau [FKPMR] dan Persebatian Pemuka Masyarakat Riau [PPMR] tersebut diserahkan langsung oleh Ketua Umum FKPMR diwakili Muhammad Herwan dan Ketua Umum PPMR, Ir Nasrun Effendi MT.
Surat tersebut diterima oleh sejumlah pengurus parpol di Jakarta pada Kamis 25 Juli 2024.
Surat aspirasi masyarakat Riau yang direpresentasikan oleh organisasi FKPMR dan PPMR tersebut, sebelumnya telah dikirim lewat surat elektronik atau media sosial.
"Agar lebih meyakinkan, hari ini kita antarkan langsung kepada tiga partai politik besar yakni Gerindra, PKS dan Demokrat. Harapan kita ketiga partai ini dapat merespon sebelum pendaftaran dan penetapan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Riau dalam bulan Agustus dan September ini," ucap Nasrun Effendi.
Herwan dan Nasrun juga menjelaskan surat aspirasi masyarakat Riau tersebut merupakan bentuk kepedulian sosial politik dan ekonomi serta aspek lainnya terhadap situasi dan kondisi yang tengah terjadi di tengah masyarakat Riau.
Sehubungan dengan menghadapi kontestasi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau pada Pilkada serentak tahun ini.
Karena pihaknya menilai perilaku partai politik dalam memutuskan calon yang diusung menjadi sorotan utama dalam aspirasi tersebut.
"Kita tidak mempermasalahkan siapa dan dari mana asal usul calon pemimpin Riau tersebut. Tapi yang jadi masalah adalah kebijakan politik yang dilakukan oleh para elite Parpol di pusat yang cenderung tidak memperhatikan kondisi dan ekspektasi masyarakat Riau " kata dia.
"Hal ini membuat kita sebagai institusi terpanggil untuk memberikan masukan kepada para petinggi Parpol di pusat kekuasaan agar tidak sembarangan mengusung calon Gubernur dan Wakil Gubernur Riau pada Pilkada serentak tahun ini," kata Herwan.
Sementara Ir Nasrun Effendi MT juga mengungkapkan hal senada. Ia bahkan secara blak-blakan menduga partai politik dalam menentukan calon kepala daerah tidak lagi mengedepankan kualitas.
Namun sarat dengan "political game" dengan mengedepankan pendekatan transaksional.
"Siapa yang berduit dialah yang akan diusung. Tentu saja jika hal ini benar adanya maka akan merugikan bagi kandidat calon yang memiliki kemampuan serta rekam jejak yang terukur " jelas Nasrun.
Kondisi tersebut ungkap Nasrun, tentunya sangat meresahkan masyarakat Riau sebagaimana aspirasi yang mereka serap.
Merespons tanggapan sebagian pihak terhadap isi pernyataan aspirasi ini, sikap primordial atau suatu kegenitan politik, menurut Nasrun disarankan agar sebelum memberikan komentar ada baiknya untuk membaca secara komprehensif isi pernyataan tersebut.
"Dan memahami bagaimana suasana kebatinan masyarakat Riau," ujarnya.
"Substansi pernyataan tersebut pada hakikatnya adalah mengingat kan kembali pentingnya mengutamakan nilai-nilai falsafah dan tunjuk ajar kepemimpinan Melayu dalam memilih pemimpin dan aspek kehidupan lainnya," tukas dia.
Sebelumnya diberitakan bahwa M Nasir anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat Daerah Pemilihan [Dapil] Riau II dinilai tidak layak memimpin negeri Bumi Lancang Kuning ini.
M Nasir yang sudah tiga periode menjadi anggota DPR RI melalui Partai Demokrat dari Dapil Riau II selama ini dinilai tidak punya kontribusi untuk pembangunan daerah.
Bahkan M Nasir juga dinilai punya rekam jejak tidak terpuji dalam karir dan hal itu bertentangan khas budaya melayu.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau [FKPMR] dan Persebatian Pemuka Masyarakat Riau [PPMR.
Dimana kedua organisasi tersebut menyampiakan pernyataan sikap bersama menjelang Pilkada Serentak tahun 2024.
"Menolak Muhammad Nasir dicalonkan sebagai Gubernur Riau periode 2024-2029 dan menyayangkan partai politik yang mengusung karena tidak melakukan penyaringan secara cermat dan bijak. Yang bersangkutan tidak memiliki hubungan historis dan ikatan emosional secara langsung dengan Riau, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa yang bersangkutan juga memiliki rekam jejak yang tidak terpuji, sangat jauh dari kriteria dan persyaratan kepemimpinan Melayu Riau. Selama tiga periode yang bersangkutan duduk sebagai wakil rakyat di DPR RI Daerah Pemilihan Riau tidak pernah memberikan kontribusi yang nyata dan berarti bagi pembangunan daerah Riau," bunyi surat pernyataan bersama tersebut.
Tetapi kembali seperti disebutkan Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW menyatakan, kalau pun laporannya berkaitan dengan pencemaran nama baik juga tidak tepat.
"Karena yang dikritik adalah pejabat publik [Anggota DPR RI] yang digaji oleh rakyat bukan secara personal," ungkapnya.
Dimana sebelumnya, dua tokoh Riau Drh Chaidir dan Nasrun Effendi, menyampaikan aspirasi mewakili organisasi Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau [FKPMR] dan Persebatian Pemuka Masyarakat Riau [PPMR].
Dua organisasi tersebut menolak Muhammad Nasir anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat menjadi salah satu Bakal Calon Gubernur Riau [Bacaguri] pada Pilkada Riau 2024 mendatang.
Dan jika dua tokoh Riau itu dipanggil dan diperiksa, Sugeng berharap, polisi memeriksa secara adil dan objektif serta profesional.
"Menurut kami [IPW], pernyataan yang disampaikan oleh dua tokoh Riau tersebut dalam batas sebagai adalah aspirasi masyarakat yang disuarakan kepada publik," ujar Sugeng.
"Bahwa menyampaikan aspirasi dilindungi oleh konstitusi," tegas Sugeng.
"Bagaimana konstitusi memberikan jaminan bahwa setiap warga negara berhak menyatakan sikap dan juga isi aspirasinya, kehendaknya kepada siapapun, jaminan perlindungan hak untuk menyatakan pendapat " kata Sugeng.
Kemudian lanjut Sugeng, bahwa aspirasi yang disampaikan oleh dua tokoh masyarakat Riau tersebut masih dalam wilayah dialektika demokrasi.
"Misalnya seorang anggota DPR dinilai oleh masyarakatnya dengan pandangan yang buruk itu bukan sebagai satu pencemaran nama baik karena dia adalah pejabat publik yang berhak untuk dinilai kinerjanya, tinggal bagaimana anggota DPR tersebut merespon dengan menjawab secara kinerja, bukan melaporkan ke polisi," ujar Sugeng.
Oleh karena menurut IPW, itu polisi harus adil nanti dalam pemeriksaan.
"Ini kan akan diperiksa juga ahli bahasa yang kemudian ahli pidana ataupun orang dari ahli politik ahli yang independen yang menilai secara jujur secara jernih tidak berdasarkan pesanan," tukas Sugeng. (*)
Tags : Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau, Persebatian Pemuka Masyarakat Riau, FKPMR, PPMR, Dua Organisasi Kritik Anggota DPR RI, Organisasi tolak M Nasir Jadi, Indonesia Police Watch, IPW Nilai Polisi Keliru Nilai FKPMR dan PPMR, News,