"Pemerintah Indonesia menyebut situasi pandemi Covid-19 telah terkendali, dilihat dari angka reproduksi efektif (R-rate atau Rt) untuk pertama kalinya selama pandemi, berada di bawah satu, yakni sebesar 0,98"
PEKANBARU - Pihak epidemiolog tidak sependapat dengan hal tersebut karena R-rate adalah angka untuk menunjukkan kecepatan penularan, bukan tolak ukur terkendali atau tidaknya wabah Covid. Penurunan Rt, menurutnya, juga tidak serta-merta menjadi salah satu faktor untuk melakukan pelonggaran yang dapat membuat publik berkerumun.
Terdapat beberapa syarat untuk menyatakan pandemi telah terkendali, mulai dari tingkat vaksinasi, angka reproduksi, pengawasan, hingga pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat.
Setelah dihantam varian Delta yang keras Juli hingga Agustus lalu, pemerintah kini menyebut situasi pandemi, khususnya Jawa dan Bali, telah terkendali. Kini tidak ada wilayah di Jawa dan Bali yang berada di PPKM level 4. Bahkan untuk pertama kali selama pandemi, R-rate di bawah satu, yakni 0,98 - mengutip hasil estimasi tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia -, kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Pemerintah juga melakukan uji coba pembukaan pusat perbelanjaan bagi anak-anak di bawah usia 12 tahun, pembukaan bioskop dengan kapasitas maksimum 50% dan lainnya pada wilayah yang status Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berada level 2 dan 3. Sebagai contohnya adalah pelonggaran di Kota Semarang yang turun dari dari level 4 ke 2 di bulan September.
Angin segar bagi masyarakat Riau
Status PPKM level 2 di Kota Pekanbaru, Riau membawa angin segar bagi masyarakat, dan pelaku pariwisata. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau, Roni Rakhmat mengakui, tempat wisata dan hiburan di wilayahnya sudah kembali dibuka dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
Roni Rakhmat dalam penyampaian sangat antusias adanya peluang Bantuan Keuangan Khusus (BKK) ini bisa digunakan untuk desa wisata dan bisa mengembangkan ekonomi masyarakat desa. "Ada banyak potensi desa wisata di Provinsi Riau, tapi masih banyak yang perlu dibenahi," kata Roni.
Tentang kembalinya dibuka lokasi-lokasi wisata menurutnya, tetap dilakukan pembatasan itu meliputi jam operasional, jumlah pengunjung maksimal 50% dan menunjukkan bukti sudah divaksin melalui aplikasi Peduli Lindungi.
"Strategi yang kita lakukan adalah dengan meningkatkan kepercayaan masyarakat, menunjukkan persepsi Kota Pekanbaru yang aman, nyaman, kasus Covid-nya juga terus mengalami penurunan sehingga bisa bernafas lega dan memungkinkan orang untuk datang dengan protokol kesehatan yang ketat," kata Roni pada pers, Selasa (5/10) kemarin.
Roni menyinggung tetang perlunya koordinasi yang baik semua pihak menjadi kekuatan dalam pengembangan dan membangun desa wisata di wilayahnya. Ia mengatakan, kunci membangun pariwisata desa adalah bagaimana membuat konsep kreativitas untuk memajukan lokasi wisata. Ia mencontohkan salah satu contoh desa wisata yang berhasil di Provinsi Riau adalah desa wisata Desa Kebun Tinggi, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar.
Ia menyebutkan desa wisata semuanya memiliki konsep sehingga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. "Pariwisata itu bagaimana berkreasi, berkonsep bersama, ini sangat menjanjikan. Ini sebuah prospek yang besar," ucapnya.
Roni menyebutkan, Dinas Pariwisata Provinsi Riau siap membantu promosi pariwisata di Provinsi Riau dengan bekerja sama dengan Badan Riau Creative Network (BRCN) Riau. Pihaknya sendiri yakin apa yang dikerjakan ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat desa dan bisa memajukan pariwisata di Riau. "Dengan adanya kerja sama ini akan mampu meningkat ekonomi, sekaligus jika ada persoalan bisa kita carikan solusinya," sebutnya.
Perubahan adanya PPKM di level 2 salah satunya dirasakan oleh Hariadi, pemilik kafe di kawasan Jalan Arifin Achad. "Kalau dulu hanya melayani take away, sekarang bisa makan di tempat walaupun hanya sampai pukul 21.00 WIB, tentunya memperhatikan protokol kesehatan," kata Hariadi, sapaan akrabnya.
Walaupun sudah ada kelonggaran, Hariadi menyebut usahanya belum menggembirakan. "Omzet belum naik, harapan saya buat pemerintah agar lebih peduli lagi kepada para pelaku usaha, jangan buat aturan yang ribet supaya perekonomian segera pulih," lanjut Hariadi.
Berbeda disebutkan, pelatih olahraga Bulutangkis, Firman yang juga merasakan manfaat langsung dari kelonggaran fasilitas publik di Pekabaru. "Sekarang, dalam sehari bisa melatih selama empat jam, jadi pendapatan juga naik. Kalau dulu paling hanya melatih satu jam per hari," kata dia.
Apakah pandemi ini sudah terkendali?
Jawabannya adalah belum, kata Ketua Ahli Epidemiologi Riau, dr Wildan Asfan Hasibuan. Terkendali atau tidaknya suatu pandemi, katanya, dilihat dari kurva harian kasus Covid-19, positivity rate, yang mengalami penurunan secara stabil dalam satu kali masa inkubasi virus.
Bukan dilihat dari R-rate yang adalah angka jumlah orang yang tertular oleh satu kasus dalam masa infeksiusnya. Artinya, jika Rt-nya satu maka satu orang bisa menularkan virus corona ke satu orang lainnya. "Rt kurang dari satu berarti ada pelambatan penularan, saya setuju. Tapi itu bukan berarti wabah menjadi terkendali," kata Yunis.
Namun demikian senada, epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengatakan, penurunan Rt tidak lantas membuat situasi pandemi menjadi terkendali. "Contoh banyak negara, Singapura di utara, Australia di selatan. Mereka berhasil menurunkan Rt, tapi tiba-tiba naik lagi kan," katanya.
Windhu menambahkan, jika R-rate berada di bawah satu dalam waktu yang konsisten, 28 hari berturut-turut, maka kasus positif baru bisa disebut "relatif terkendali". "Di awal pandemi, Rt kita tiga, sekarang satu, membaik. Tapi Rt itu naik turun."
"Dipengaruhi tiga faktor, yaitu karakteristik virus, seperti Delta, lalu masa infeksius yang semakin lama maka penularan semakin besar, dan pelaksanaan prokes yang ketat," katanya.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 Riau, dr Indra Yovi juga mengatakan walaupun Rt di bawah satu, pandemi belum terkendali. "Saat ini adalah laju penularan yang turun, tapi ancaman peningkatan kasus dan gelombang ketiga masih ada. Karena vaksinasi belum pada semua sasaran. Angka reproduksi adalah ukuran untuk kondisi yang terkendali tetapi ini harus dilihat dalam jangka waktu tertentu," kata Indra.
Indra juga menjelaskan Rt tidak digunakan sebagai salah satu faktor dalam mengambil kebijakan, melainkan untuk evaluasi akhir.
Begitupun Mimi Yuliani Nazir, Kepala Dinas Kesehatan [Kadiskes] Riau, sebelumnya juga menyebutkan situasi pandemi di Riau telah terkendali. Indikatornya adalah dengan melihat angka reproduksi efektif (Rt) yang untuk pertama kali kasus Covid-19 terus menurun.
Selain itu, Mimi menambahkan, kasus harian, juga menunjukan tren membaik - kasus konfirmasi di bawah ratusan dan kasus aktif kurang dari 50. "Untuk Riau kasus harian turun hingga 98% dari titik puncaknya pada 15 Juli lalu. Dengan berbagai perbaikan tersebut, saya sampaikan tidak ada lagi kabupaten kota yang berada di level 4 di Riau," katanya.
Pemerintah, ujar Mimi, juga sudah melakukan pelonggaran, di antaranya, uji coba pembukaan pusat perbelanjaan bagi anak-anak di bawah usia 12 tahun, pembukaan bioskop dengan kapasitas maksimum 50% pada wilayah level 2. Berdasarkan perkembangan situasi Covid 19 hingga kemarin terjadi penambahan lebih dari 50 kasus dalam satu hari. Jumlah ini jauh mengecil dari beberapa bulan sebelumnya yang mencapai hingga ratusan orang.
Kapan kita bisa bebas masker?
Usamah Khan warga Kota Pekanbaru mengungkapkan satu pertanyaan yang menjadi kegelisahan sebagian masyarakat. "Kapan kita bisa melepas masker saat berkumpul di ruang publik, tanpa adanya batasan jarak, bisa hidup seperti sediakala seperti dulu?" tanya dia.
Namun Terkait itu, sebelumnya Ahli Epidemiologi Riau, dr Wildan Asfan Hasibuan memprediksi, mungkin dalam waktu beberapa tahun ke depan, setelah melewati fase pandemi, eliminasi, dan eradikasi. "Mungkin dua hingga tiga tahun lagi. Sekarang saja kita masih wabah, belum masuk ke eliminasi," katanya.
Dia juga mengatakan terdapat beberapa syarat agar kita bisa melepas masker dan hidup berdampingan dengan Covid-19. Tahap pertama adalah R-rate mendekati nol dalam waktu lama, minimal 28 hari berturut-turut tanpa pernah menyentuh angka satu.
Tapi belum bisa melepas masker dulu. Setelah itu ada tahap selanjutnya, yaitu kita semua harus telah terlindungi dengan vaksinasi 100% - yang bertujuan jika tertular tidak dalam kondisi kronis.
"Selanjutnya, adalah penguatan pengawasan dengan testing dan tracing. Jadi jika ada yang positif bisa segera ditemukan, diisolasi, dan yang di luar itu yang sehat-sehat."
"Jika bisa dilakukan, saya kira kita mungkin bisa membuka masker seperti di negara lain. Kalau sekarang? Belum bisa dong," katanya.
Namun, harapan itu menurut Wildan Asfan Hasibuan akan sulit terwujud. Di tengah penurunan Rt dan kasus positif, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan pelonggaran yang berpotensi kembali meningkatkan jumlah kasus. "Hari ini mobilitas sudah sama dengan base line Maret lalu, ini kan berbahaya. Pelonggaran menyebabkan mobilitas naik, diikuti ketidakpatuhan prokes, muncul kerumunan, dan kasus meningkat," katanya.
"Jadi jangan terlalu los dol (tanpa hambatan) walaupun adan pelonggaran, jadi mirip-mirip kondisi tanpa pandemi," ujarnya.
Terkait dengan kapan dapat kembali normal, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Riau, dr Indra Yovi mengatakan, setiap orang bahkan ahli sekalipun tidak mengetahui dengan pasti. "Untuk itu upaya terbaik yang dilakukan saat ini ialah menekan angka penularan dengan baik sebagai bentuk kebiasaan baru yang tidak terpisahkan mengingat kita akan hidup berdampingan dengan Covid-19 dalam waktu yang tidak dapat ditentukan kemudian," katanya. (*)
Tags : Angka Reproduksi Covid Terkendali, Pekanbaru, Warga Sudah Mulai Lepas Masker, Covid-19,