LINGKUNGAN - Penyebaran virus H5N1 atau flu burung pada sapi di peternakan Amerika Serikat telah mengagetkan para ilmuwan dan memicu kekhawatiran karena selama ini sapi dianggap tidak rentan terhadap penyakit ini.
Tidak ada bukti bahwa virus flu burung dapat menular antar-manusia, namun otoritas berwenang terus mengawasi situasinya. Pasalnya, virus ini telah menginfeksi sejumlah pekerja peternakan di AS dengan gejala ringan.
Sebelumnya di Meksiko, seorang laki-laki berusia 59 tahun meninggal dunia pada 24 April 2024 setelah terinfeksi flu burung dengan varian virus berbeda, yakni H5N2.
Ini merupakan infeksi virus H5N2 pertama pada manusia yang dilaporkan di dunia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kemudian pada akhir Mei, Australia mengonfirmasi infeksi H5N1 pertama pada manusia yang terdeteksi pada seorang anak yang sedang dalam perjalanan pulang ke Negara Bagian Victoria dari India.
Menurut para pakar, kasus ini tidak berkaitan dengan yang terjadi di Meksiko.
Akan tetapi, virus flu burung varian H7N3 dan H7N9 juga ditemukan menyebar di tujuh peternakan di Melbourne, Australia, pada 17 Juni.
Apa yang diketahui mengenai flu burung dan apakah kita perlu khawatir? Apa itu flu burung?
Flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan menginfeksi unggas. Terkadang, virus ini juga menginfeksi hewan lain seperti rubah, anjing laut hingga berang-berang.
Varian virus flu burung yang paling banyak menyebar di antara unggas liar di seluruh dunia adalah H5N1. Virus ini pertama kali merebak di China pada akhir tahun 1990-an. Migrasi unggas telah menyebabkannya wabah pada burung peliharaan maupun liar.
Virus flu burung sangat jarang menginfeksi manusia. Menurut para ilmuwan, risiko virus ini menginfeksi manusia adalah rendah.
Penularan dari burung ke manusia jarang terjadi dan tidak ada penularan dari manusia ke manusia yang berkelanjutan.
Belum bisa diprediksi apakah flu burung akan memicu pandemi bagi manusia, namun para ahli tengah memantau penyebarannya dan mempelajari bagaimana virus ini berubah dan berkembang.
H5N1 sekarang menyebar cepat di antara sapi perah di AS. Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) AS menggambarkan situasi ini sebagai “wabah yang sedang berlangsung di sejumlah negara bagian”.
Virus yang mewabah pada sapi juga mengejutkan para ilmuwan yang selama ini mengira bahwa sapi tidak rentan terjangkit virus ini.
Ini juga terjadi tak lama setelah kasus tidak biasa lainnya. Pada awal Juni, seorang laki-laki berusia 59 tahun di Meksiko meninggal karena flu burung jenis lain, yakni H5N2, yang belum pernah terjadi pada manusia.
Laki-laki yang sebelumnya sudah memiliki komplikasi kesehatan itu mengalami gejala berupa demam, sesak napas, diare, hingga mual.
Belum jelas bagaimana dia tertular, meskipun ada kasus-kasus lainnya di sejumlah peternakan unggas di Meksiko.
Badan kesehatan seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan CDC menganggap risiko kesehatan masyarakat akibat flu burung masih rendah. Namun para ilmuwan mengatakan bahwa penyebaran virus itu tetap harus diawasi.
“Ini adalah satu kasus lagi dari serangkaian perkembangan yang secara kolektif dapat dianggap sebagai tanda bahaya,” kata Direktur Pandemic Sciences Institute di Universitas Oxford, Profesor Sir Peter Horby.
H5N1 telah menjadi perhatian para ilmuwan selama beberapa tahun terakhir karena virus ini menyebar di semua benua. Ribuan wabah akibat virus ini telah tercatat pada unggas dan burung liar.
Bahkan pernah juga mewabah di kalangan hewan yang diternak untuk diambil bulunya, seperti cerpelai.
Pada akhir 2023 di Peru, lebih dari 5.000 singa laut mati karena virus ini. Para ilmuwan mengatakan itu terjadi karena para singa laut tersebut berkontak langsung dengan burung liar yang terinfeksi.
Virus ini juga telah terdeksi pada rubah, beruang, berang-berang, rakun, kucing, anjing, kambing, dan lain-lain.
“Ini adalah virus yang sedang menyebar dan kami memberi perhatian penuh untuk mengamatinya,” kata Dosen senior Universitas-MRC di Pusat Riset Virus Glasgow, Dr Ed Hutchinson.
Virus-virus flu memiliki kemampuan untuk mengubah struktur dan sifat genetiknya seiring waktu, ketika mereka keluar dari inang alaminya.
Para peneliti tengah mengamati dengan seksama tanda-tanda bahwa virus H5N1 mungkin akan menular secara berkelanjutan pada hewan-hewan selain unggas dan burung liar.
Infeksi virus pada sapi yang 'sangat mengejutkan'
Infeksi virus ini pada sapi adalah fakta yang “sangat mengejutkan”, kata Dokter Hutchinson.
“Ketika virus ini muncul pada hewan yang diternakkan dalam jumlah besar dan berada dekat dengan manusia, maka penting untuk mengamatinya dengan saksama,” tuturnya.
Para ilmuwan menduga alur penularannya “artifisial”. Artinya, sapi-sapi itu tidak menularkannya satu sama lain melalui kontak alami, juga bukan melalui partikel di udara.
Sebaliknya, mereka menduga bahwa penularan terjadi di tempat pemerahan.
“Sepertinya melalui mesin perah yang terkontaminasi,” jelas Dr Thomas Peacock dari Pirbright Institute.
Ini berarti virus tersebut sejauh ini tidak bisa menyebar secara alami dari hewan ke hewan. Namun Dr Peacock mengatakan jika virus ini terus menyebar melalui kawanan sapi perah, maka semakin tinggi pula peluang virus ini berevolusi sehingga memungkinkannya menyebar dari hewan ke hewan.
Proses pasteurisasi dapat mematikan virus ini, akan tetapi sekitar 5% orang Amerika mengkonsumsi susu mentah yang tidak dipasteurisasi.
Sementara itu di Kanada, para ilmuwan juga mulai menguji susu.
Bisakah flu burung menular pada manusia?
Ada beberapa riwayat kasus manusia yang tertular H5N1. Biasanya itu terjadi karena kontak dengan hewan yang sakit. Kasus semacam ini pernah terjadi di sejumlah negara seperti Kamboja, Chili, China, Vietnam, Australia, AS, dan Inggris.
Ratusan kasus pada manusia telah dilaporkan terjadi sejak tahun 1997, setengah di antaranya meninggal dunia.
Belakangan ini, ada pula beberapa kasus di kalangan para pekerja peternakan susu di AS yang mengalami gejala ringan.
Banyak negara bagian di AS mengupayakan langkah pencegahan, seperti menyediakan pakaian pelindung dan kaca mata untuk pekerja peternakan.
Para pakar yang mempelajari virus ini sejauh ini mengatakan bahwa belum ada bukti virus ini bermutasi menjadi bentuk yang dapat mengancam manusia.
Namun dua pakar flu terkemuka telah mengingatkan melalui British Medical Journal bahwa “bahaya dan risiko wabah besar H5N1 sangat tinggi, masuk akal, dan akan segera terjadi.”
Virolog Tom Peacock mengatakan bahwa semakin luas penyebaran virus ini di AS, akan semakin tinggi pula peluang virus tersebut menginfeksi manusia.
Yang lebih penting lagi, semakin tinggi pula kemungkinan virus ini menginfeksi unggas air seperti bebek dan angsa.
"Itulah yang kami khawatirkan," kata Peacock.
"Karena [unggas-unggas itu] adalah yang paling rentan terhadap virus ini, dan mereka yang sepertinya membawa virus-virus ini dalam jarak yang sangat jauh,” tutur Peacock.
Apa yang bisa dilakukan?
Beberapa negara sedang mempertimbangkan vaksin atau berupaya mengamankan suplai vaksin.
Namun dengan suplai vaksin yang tersedia terbatas, kampanye vaksinasi pun juga akan terbatas.
Dosis-dosis vaksin akan didistribusikan kepada para pekerja di garda depan termasuk para peternak unggas, dokter hewan, ilmuwan yang mempelajari virusnya, serta orang-orang yang bekerja di peternakan cerpelai dan rubah.
Dr Jayna Raghwani, seorang ahli biologi dari Royal Veterinary College Inggris, mengatakan bahwa dunia sudah cukup siap untuk mendesain vaksin flu burung yang baru.
“Kita tidak perlu memulai dari nol untuk menghadapi virus influenza,” kata Raghwani.
“Kami memahami dengan baik bagaimana [vaksin flu] bekerja untuk meningkatkan kekebalan dan menjadi pelindung.”
Di dunia yang “ideal”, sambungnya, akan virus yang ada di sekitar peternakan akan lebih diawasi.
“Kita bisa lebih sering memantau satwa liar yang dekat dengan tempat-tempat yang diketahui terjadi wabah dan lebih sering lagi memantau hewan peliharaan untuk memahami bagaimana virus ini berpindah antar-spesies,” kata Raghwani.
“Saya tidak ingin meremehkan kekhawatiran mengenai flu [yang menular pada sapi], tapi kalau saya mengobrol dengan ibu atau nenek saya soal risikonya pada manusia, saya akan bilang ‘jangan khawatir’.”
“Ini bukan Februari 2020, tapi ini memang menuntut perhatian kita. Ada risiko yang pasti mengenai hal ini dan risiko tersebut mungkin akan bertahan jadi akan sangat ceroboh kalau kita mengabaikannya". (*)
Tags : Amerika Serikat, Penelitian medis, Hewan-hewan, Kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia, Sains,