
KESEHATAN - Intermittent fasting, atau puasa berselang kurun waktu beberapa jam, menawarkan janji menggiurkan bahwa mengubah waktu makan, dan bukan makan itu sendiri, bisa memberi manfaat baik. Tapi apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan?
Intermittent fasting banyak mendapat dukungan oleh kaum selebriti dan CEO karena penurunan berat badan serta manfaat kesehatannya.
Meskipun ada bukti yang menjanjikan bahwa puasa ini dapat membantu memulihkan tubuh kita dan kemungkinan membantu kita hidup lebih panjang. Namun, metode ini mungkin bukan pendekatan terbaik untuk menurunkan berat badan, dan ahli gizi mendesak agar berhati-hati sebelum mengurangi makan.
Intermittent fasting adalah jenis diet yang berorientasi pada waktu, di mana orang yang berpuasa memberi jarak panjang antara waktu makan terakhir hingga waktu makan pertama di hari berikutnya. Dengan begitu, mereka hanya boleh makan dalam kurun waktu yang lebih pendek.
Biasanya, waktu puasa adalah 16 jam tanpa makanan, dan boleh makan dalam kurun waktu delapan jam sisanya.
Intermittent fasting bukan satu-satunya jenis diet yang dibatasi waktu. Diet lain seperti 5:2 (hanya boleh makan dalam jumlah normal selama lima hari, lalu dua hari berikutnya hanya boleh makan 25% dari asupan kalori biasanya) lebih fokus pada jumlah makanan, daripada jarak antara waktu makan.
"Pemberian makan yang dibatasi waktu digunakan sebagai alat penurunan berat badan, tetapi itu bukan pendekatan yang saya sukai," kata Rachel Clarkson, pendiri The DNA Dietitian yang berbasis di London.
"Anda mengurangi kalori tetapi tidak mempelajari perubahan perilaku penting tentang apa yang dikonsumsi untuk tubuh."
Clarkson mengatakan bahwa tanpa mempelajari pola makan sehat, orang-orang akan menambah berat badan lagi ketika mereka berhenti berpuasa.
"Jika Anda merasa kelaparan dan dibatasi, maka keesokan harinya Anda mungkin akan makan berlebihan."
Jadi, intermittent fasting mungkin bukan pendekatan yang tepat untuk orang yang ingin menurunkan berat badan, tetapi mungkin ada alasan lain untuk mengubah pola makan Anda.
Puasa terkait dengan proses yang disebut autophagy, yang menarik banyak perhatian karena potensi manfaat kesehatannya.
Autophagy adalah proses di mana tubuh mulai mendaur ulang struktur di dalam selnya, termasuk nukleus, tempat DNA disimpan, mitokondria, yang mensintesis bahan kimia yang digunakan sel untuk energi, dan lisosom, yang membuang limbah dari sel kita.
Dengan melakukan itu, sel dapat menghilangkan struktur yang tidak berfungsi, membebaskan bahan mentah baru dari mana struktur seluler baru dapat dibangun.
Beberapa bahan mentah baru dapat digunakan untuk membuat protein pelindung sel yang memperpanjang umur sel.
Ada pula pertanyaan, apakah autophagy dapat meningkatkan umur seluruh organisme juga? Meskipun sejauh ini hanya direplikasi pada hewan, seperti cacing nematoda sepanjang 1 mm serta tikus, dan bukan manusia (autophagy yang dihambat juga telah dikaitkan dengan onset dini penuaan ).
Sampai kelak ada studi longitudinal tentang intermittent fasting manusia, terlalu dini untuk mengatakan kemampuannya memperpanjang rentang hidup kita.
Tetapi, penelitian pada hewan lain telah menghubungkan proses autophagy dengan peningkatan memori sistem kekebalan .
Fakta bahwa autophagy sangat penting untuk menjaga kesehatan sel juga telah membangkitkan perhatian terhadap perannya dalam penekanan kanker. Mungkin ada lebih banyak alasan daripada meningkatkan umur untuk memerhatikan studi soal autophagy.
Bagi kebanyakan dari kita, autophagy terjadi dalam tidur kita, tetapi juga didukung oleh olahraga dan bahkan kelaparan. Bisakah puasa terkontrol membantu memicunya?
Tidak seperti diet pembatasan kalori (yang juga dikaitkan dengan umur panjang), tujuan puasa berkala adalah untuk meningkatkan jumlah waktu antara makan terakhir dalam satu hari dan di hari berikutnya. (Secara teori, jumlah kalori yang dikonsumsi sama seperti biasanya, meskipun dalam praktiknya Clarkson mengatakan kebanyakan orang sedikit mengurangi asupannya.)
Ini dapat mendukung proses autophagy, tetapi untuk memahami bagaimana, kita harus melihat apa yang terjadi pada kita setelah kita makan.
"Saat berhenti makan pada pukul 19.00, Anda akan tetap dalam keadaanfed state atau kenyang hingga pukul 22.00 karena tubuh masih akan mencerna nutrisi," kata Clarkson. "Karbohidrat apa pun dalam makanan akan memberi pasokan glukosa yang bagus, sumber bahan bakar premium tubuh, selama beberapa jam."
Fed state adalah ketika tubuh menggunakan glukosa dalam darah sebagai sumber energinya.
Setelah sumber energi ini habis, tubuh beralih ke keadaan katabolik - biasanya sekitar tiga jam setelah makan.
Pada fase ini, glikogen yang disimpan di hati dan otot terurai menjadi glukosa.
Ketika kita telah menghabiskan simpanan glikogen, tubuh beralih dari glukosa ke keton, yang diproses di hati dari asam lemak.
Pada titik inilah autophagy dipicu, yaitu pada tahap yang disebut ketosis.
"Kami tidak tahu persis kapan kita beralih dari glukosa ke keton," kata Clarkson.
"Itu tergantung pada banyak hal; genetik, kesehatan, gaya hidup. Berapa banyak glikogen yang Anda miliki akan didasarkan pada seberapa banyak yang dimakan dan berapa banyak energi yang telah dibakar."
Seseorang yang mengonsumsi diet tinggi karbohidrat mungkin tidak akan pernah melampaui status katabolik karena mereka akan selalu memiliki cadangan glikogen.
Namun, seseorang dengan diet rendah karbohidrat dan yang secara teratur berolahraga mungkin melewatinya dengan sangat cepat ( "diet keto", di mana hampir semua karbohidrat dihindari untuk mempertahankan kadar glukosa darah rendah dan simpanan glikogen, bekerja dengan cara yang sama) .
"Saya akan menjauh dari intermittent fasting untuk menghilangkan lemak, dan jika Anda ingin mengadopsinya, pikirkan manfaat kesehatannya," kata Clarkson.
Cara berpuasa
"Untuk berpuasa, Anda harus mengurangi rasa lapar," kata Clarkson.
Rasa lapar terasa ketika ghrelin, hormon yang dilepaskan dari perut kita, memicu produksi dua hormon lain, yang disebut NPY dan AgRP, di hipotalamus.
Sementara ketiga hormon ini menghasilkan rasa lapar, ada lebih banyak lagi yang menekannya.
Kadang-kadang disebut "hormon kenyang", salah satu kuncinya adalah leptin yang dilepaskan dari sel-sel lemak untuk menekan produksi ghrelin - pada dasarnya memberi tahu tubuh "di sini ada lemak yang bisa dibakar".
Ghrelin kadang-kadang disebut respons lapar jangka pendek karena dilepaskan saat perut kosong dan ada sedikit tekanan pada dinding perut.
Hal ini dapat diganti sampai batas tertentu dengan air minum. Sementara leptin bekerja dalam jangka panjang.
"Hormon rasa lapar kita diatur oleh banyak hal, salah satunya adalah genetika," kata Clarkson.
"Tapi ketika memikirkan saraf yang melekat pada perut dan saluran pencernaan kita - jika perut tidak buncit, tubuh akan mengira itu lapar."
Dia menambahkan bahwa tetap terhidrasi dapat membantu dengan perasaan awal lapar sampai tubuh telah menyesuaikan diri.
"Beberapa minggu pertama akan sulit, tetapi Anda akan terbiasa."
Bagi kebanyakan orang, ketosis terjadi 12-24 jam setelah makan, jadi jika Anda makan malam antara pukul 18:00 dan 20:30, fed state (kondisi kenyang) akan berakhir antara pukul 21:00 dan 23:30 dan ketosis serta autophyagy mungkin terjadi pada pukul 06:00 hingga 08:30 keesokan paginya.
"Tetapi mayoritas orang duduk dan membuka camilan setelah makan malam," kata Clarkson.
"Ngemil atau minum manis dan bir memperpanjang fed state selama tiga jam. Kalau selesai ngemil jam 21:30-22:00, kondisi kenyang akan diperpanjang higga jam 01:00-03:00," katanya.
Ini mungkin berarti ketosis tidak pernah terjadi sebelum makan lagi pada sesi berikutnya.
"Jika Anda dapat membuat keputusan yang tepat untuk makan malam satu jam lebih awal dan tidak ngemil, Anda mungkin mengalami kondisi ketosis di pagi hari, dibandingkan kalau makan malam tinggi karbohidrat dan ngemil, bangun pukul 06:00 dan tidak pernah memasuki kondisi itu," katanya.
Clarkson menyarankan untuk memulai dengan makan lebih awal pada hari Minggu malam, atau sarapan satu jam lebih telat dari biasa dan mulai dari sana, menambah satu atau dua hari setiap minggu.
Dengan pendekatan yang cermat, intermittent fasting dapat membantu tubuh Anda melakukan perbaikan dan pemulihan.
Autophagy tampaknya menurun seiring bertambahnya usia, jadi memberi diri dorongan baru untuk memicunya mungkin akan berguna.
Namun ketahuilah bahwa itu mungkin bukan strategi yang tepat untuk menurunkan berat badan, dan tidak ada pengganti untuk diet seimbang. (*)
Tags : Diet dan Nutrisi, Pangan, Kesehatan,