JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah mengidentifikasi sejumlah pemerintah daerah (Pemda) yang menyimpan uang kas daerahnya di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) swasta milik kepala daerah.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengungkapkan, informasi tersebut setelah melakukan audiensi dengan Asosiasi bank Daerah (Asbanda) di Gedung Merah Putih KPK.
Pahala mengatakan, seharusnya uang kas daerah itu disimpan di Bank Pembangunan Daerah (BPD), bank di bawah naungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Pemerintah daerah yang masih menyimpan dananya di luar di luar BPD, termasuk di BPR yang punyanya kepala daerah. Nah, itu sudah kita identifikasi ada berapa,” kata Pahala dalam konferensi pers di KPK, Jumat (10/11/2023).
Meski demikian, Pahala mengaku bahwa pihaknya masih menghitung jumlah Pemda yang menyimpan kas daerahnya di BPR kepala daerah sendiri, termasuk di bank nasional.
Menurutnya, data tersebut di antaranya didapatkan dari laporan yang disampaikan Asbanda.
KPK lantas menyayangkan tindakan para kepala daerah yang tidak menyimpan kas Pemda di BPD meskipun bunga dan pelayanannya sama.
Padahal, Pahala mengatakan, ketika Pemda menyimpan uangnya di BPD maka pemerintah setempat akan mendapatkan deviden atau keuntungan.
“Ini lagi didata dan minggu depan kita ingatkan Pemda Pemda, karena seharusnya dia menyimpan di BPD," ujarnya
Dalam pertemuan tersebut, KPK juga mendapatkan laporan terkait ketidakjelasan Pemda dalam mengelola beberapa perangkat digitalisasi.
Padahal, perangkat tersebut berdampak signifikan pada Penerimaan Asli Daerah (PAD).
Ia mencontohkan, salah satunya adalah digitalisasi parkir di Sulawesi Utara. Setelah sistem itu diterapkan, pemasukannya meningkat sampai 3.000 persen.
Namun, ketika perangkat digitalisasi parkir itu rusak, Pemda justru tidak lagi peduli. Di saat yang bersamaan, BPD merasa rugi karena telah menggelontorkan investasi untuk sistem tersebut.
“Dari semua itu (perangkat digitalisasi) disewa atau dibuat, ternyata enggak dipakai, jadi penerimaan rendah,” kata Pahala.
“Kita juga bingung kok Pemdanya malah enggak tertarik. Kan PAD-nya tinggi?” ujarnya lagi.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pemilik saham bank daerah adalah pemerintah daerah.
Namun, menurut Alex, persoalan yang bisa saja dihadapi Asbanda, mulai dari intervensi pemberian kredit, pengalihan dana rekening kas umum daerah ke bank lain, dan sebagainya.
Padahal, ia mengatakan, semestinya daerah yang sudah memiliki bank sendiri menyimpan kasnya di bank tersebut.
Bank tersebut juga diharapkan menjadi rekening kas umum daerah.
“Tujuannya apa? Supaya melalui bank daerah itu juga bank daerah atau kas daerah bisa terkontrol,” kata Alex.
Alex mencontohkan, salah satu kasus korupsi yang menyangkut bank daerah adalah perkara rasuah mantan Gubernur Papua Lukas Enembe.
Dalam perkara itu, KPK menemukan adanya penarikan dana ratusan juta secara tunai melalui bank daerah.
Menurut Alex, jika bank itu bisa dikontrol dan diawasi, maka tarik tunai dengan jumlah yang tidak wajar bisa menjadi petunjuk bagi KPK.
“Bisa jadi sumber informasi awal terkait dugaan kecurangan atau fraud kecurangan itu,” ujar Alex, seperti yang dilansir dari kompas. (*)
Tags : komisi pemberantasan korupsi, kpk, kpk identifikasi pemda, pemda simpan uang kas daerah di bank swasta, News,