Teknologi   26-06-2025 14:0 WIB

Artificial Intelligence Berbasis Data Pribadi Tergolong Memata-matai Dinilai Haram

Artificial Intelligence Berbasis Data Pribadi Tergolong Memata-matai Dinilai Haram

LBM PWNU mengulas penggunaan Artificial Intelligence (AI) berbasis data pribadi dinilai haram.

AGAMA — Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta di Jakarta, pada Ahad (15/6/2025) mengulas seputar fenomena penggunaan teknologi berupa kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di tengah masyarakat.

Pembahasan tersebut dilakukan oleh fungsionaris LBM PWNU DKI Jakarta, pakar AI (Ir. Sigit Jatipuro) dan LBM PCNU seluruh Jakarta.

“Adanya pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat yang sangat aktual tentang AI terkait mengenai cara kerja, fungsinya, serta dampak dikaitkan pada status hukumnya menurut fiqih, LBM PWNU DKI Jakarta menyelenggarakan bahtsul masail tentang AI,” ujar KH Achmad Fuad, Sekretaris LBM PWNU DKI Jakarta, dalam siaran persnya, Senin (23/6).

Lebih lanjut, KH Achmad Fuad menyatakan, ada beberapa pertanyaan yang mengemuka di Bahtsul Masail; Pertama, apakah penggunaan AI yang berbasis data pribadi orang lain dianggap sebagai pencurian atau ghosob?

Jawaban dari pertanyaan tersebut, "Tidak termasuk ghosob atau sariqoh, namun hukumnya tetap haram dengan beberapa sebab kategori, yaitu:Tajassus (memata-matai), ifsyaussiri (menyebarkan rahasia) dan mencedarai amanah dengan catatan bahwa data pribadi orang lain merupakan sebuah rahasia atau amanah yang tidak boleh digunakan oleh orang lain atau disebarluaskan tanpa izin.

Pertanyaan kedua, "Apakah karya atau wujud yang di input seseorang melalui prompt AI bisa diklaim sebagai karya atau miliknya?"

Jawaban pertanyaan tersebut yakni, "Bisa dianggap sebagai hak ciptanya apabila karya tersebut bergantung pada kreativitas dan Campur tangan dalam pemilihan, pengeditan, atau penggabungan hasil serta kontribusi khas dan pribadi dari penciptanya."

Pertanyaan ketiga, "Bagaimana hukumnya merekayasa foto atau video atau suara menggunakan AI dengan berbagai tujuan?"

Jawabannya adalah, "Memandang AI merupakan sebuah wasilah, maka hukumnya disesuaikan dengan tujuan, apabila memang tujuannya baik atau tidak ada unsur kemungkaran seperti penipuan, berbohong dan lain-lain, maka diperbolehkan."

“Ada lagi pertanyaan keempat yang ini sering dilakukan oleh umat Islam di era digital saat ini, yaitu: Bagaimana hukum menanyakan persoalan agama pada AI ? Jawabannya: Diperbolehkan dengan catatan: Pertama, tidak dijadikan landasan utama dalam menentukan hukum; dan kedua, harus memverifikasi kepada ahlinya," ujar KH Achmad Fuad.

“Sedangkan pertanyaan kelima atau terakhir, yaitu: Bagaimana hukum pembuatan video dari google VO3 yang bebas sehingga hilangnya tujuan nasehat dan renungan? Jawabannya: Jika pembuatan video dari google VO3 yang bebas bisa menyebabkan hilangnya tujuan utama berdakwah, maka tidak dibenarkan,”tambah KH Achmad Fuad.

Dari kegiatan Bahtsul Masail ini, menurut KH Achmad Fuadi,  LBM PWNU DKI Jakarta memandang bahwa AI terus berkembang dengan pesat sehingga akan terus menimbulkan banyak permasalahan di berbagai bidang kehidupan, mulai dari kesehatan, pendidikan, keamanan, hingga seni.

Meski demikian, tantangan besar ada di dalam masalah etika, keamanan, dan dampak sosial dari perkembangan AI ini yang harus terus dicermati. Karenanya, perlu terus dibangun kerja sama yang erat antar alim ulama di bidang fiqih dengan para pakar AI dan bidang-bidang terkait lainnya agar umat mendapatkan panduan dan bimbingan yang jelas dalam menggunakan AI untuk terhindar dari dosa dan kesalahan. (*)  

Tags : bahtsul masail, kecerdasan buatan, hukum kecerdasan buatan, kecerdasan buatan dengan data pribadi, ai terbilang mata-mata,