Agama   2025/10/07 18:28 WIB

Asal Muasal Pesantren Juga ada Tiga yang Tertua di Tanah Air

Asal Muasal Pesantren Juga ada Tiga yang Tertua di Tanah Air

Ini tiga pesantren yang dianggap tertua se-Indonesia.

AGAMA - Sejarah permulaan lahirnya pesantren menarik untuk menjadi sorotan. Khususnya tentang keberadaan pesantren-pesantren tertua di Indonesia.

Ada dua pendapat mengenai terbentuknya pesantren. Kelompok pertama menyebutkan bahwa pesantren merupakan inisiatif dari masyarakat Indonesia yang bersentuhan dengan budaya pra Islam.

Sistem pendidikan pesantren mirip dengan sistem pendidikan Hindu-Buddha, yakni dengan asrama. Tokoh yang yakin dengan pendapat ini adalah Th G Th Pigeaud, Zamarkhsary Dhofier, dan Nurcholis Madjid.

Kelompok kedua menyebut, pesantren merupakan adopsi dari lembaga pendidikan Islam Timur Tengah. Martin Van Bruinessen lebih percaya dengan sejarah pesantren adalah hasil adopsi. Menurut Bruinessen, pesantren muncul sejak abad ke-18, bukan seiring dengan keberadaan Islam di Indonesia.

Berikut tiga pesantren tertua di Indonesia dan masih aktif hingga saat ini.

Pesantren Sidogiri

Ada dua versi terkait tahun berdirinya pondok pesantren ini, yaitu 1718 atau 1745. Dalam catatan yang ditulis panca warga pada 1963, Pondok Pesantren Sidogiri didirikan pada 1718. Catatan tersebut ditandatangani Kiai Noerhasan Nawawie, Kiai Cholil Nawawie, dan Kiai A Sa'doellah Nawawie tertanggal 29 Oktober 1963.

Sedangkan surat lain yang ditandatangani oleh Kiai A Sa'doellah Nawawie tertulis 1971 merupakan ulang tahun Pondok Pesantren Sidogiri ke-226. Sehingga, bisa disimpulkan, pesantren ini berdiri pada 1745. Dan tahun ini yang menjadi ikhtibar setiap akhir tahun ajaran.

Pesantren ini didirikan oleh Sayyid Sulaiman yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Dia diketahui merupakan keturunan Rasulullah SAW dari marga Basyaiban dari Qosam Hadhramaut, Yaman, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Umar Basyaiban al-Alawi. Sedangkan ibunya merupakan putri sultan Cirebon keturunan Sunan Gunung Jati Syarifah Khodijah.

Pesantren Jamsaren

Pondok pesantren ini terletak di Jalan Veteran 263, Serengan, Solo. Pesantren Jamsaren berdiri sejak 1750. Pondok pesantren ini berdiri pada masa pemerintahan Pakubuwono IV. Awalnya hanya sebuah surau kecil, kemudian Pakubuwono IV mendatangkan ulama, di antaranya Kiai Jamsari dari Banyumas dan Kiai Hasan Gabudan dan lainnya.

Nama Pesantren Jamsaren pun diambil dari nama Kiai Jamsari dan diabadikan hingga sekarang. Pondok pesantren ini pernah mengalami masa vakum pada 1830 karena adanya operasi tentara Belanda. Setelah 50 tahun kosong, seorang kiai alim dari Klaten, keturunan pembantu Pangeran Diponegoro, Kiai Idris. Dia membangun kembali surau dan menjadi pesantren.

Pesantren Miftahul Huda

Pesantren ini didirikan oleh Kiai Hasan Munadi pada 1768. Pondok Pesantren Miftahul Huda dikenal juga sebagai Pondok Gading karena tempatnya berada di Kelurahan Gading Kasri, Kecamatan Klojen, Malang.

Kiai Hasan wafat pada usia 125 tahun dan mengasuh pondok pesantren ini selama 90 tahun. Kemudian pengasuhan pesantren ini berada di tangan anak pertamanya Kiai Ismail.

Karena tidak memiliki anak, Kiai Ismail mengangkat anak dan menikahkannya dengan salah satu santrinya bernama Kiai Yahya. Beliau kemudian mengasuh pondok pesantren dan mengganti nama Pondok Pesantren Gading dengan Pondok Pesantren Mifthul Huda. Setelah Kiai Yahya wafat, pondok pesantren kemudian diasuh bersama-sama oleh anak dan menantunya.

Sementara kini ada berbagai pendapat tentang asal muasal istilah 'pondok pesantren'. 

Di Indonesia, pesantren diakui luas sebagai lembaga pendidikan Islam tertua. Sejumlah sejarawan menyebut eksistensi pesantren terlebih dahulu hadir sebelum kedatangan bangsa Eropa di Nusantara pada abad ke-16 M.

Istilah pesantren merujuk pada tempat belajar bagi kaum intelektual Muslim yang dinamakan santri. Mereka mewarisi dan memelihara keberlanjutan tradisi keilmuan Islam yang dapat ditelusuri hingga generasi tabiut tabiin, tabiin, para sahabat Nabi Muhammad SAW dan tentunya Rasulullah SAW sendiri.

Menurut Howard M Federspiel dalam buku The Oxford Encyclopedia of the Islamic World, istilah pesantren cenderung populer dan diterima luas di Jawa-Madura.

Adapun di Sumatra, misalnya, lembaga yang berciri sama dengan pesantren dinamakan sebagai surau atau meunasah (Aceh).

Di ranah Melayu luar Indonesia, seumpama Malaysia atau Kamboja, istilah pondok lebih sering dijumpai. Masyarakat Filipina dan Singapura memakai istilah madrasah.

Dalam bukunya, Tradisi Pesantren (2011), Zamakhsari Dhofier menerangkan perihal genealogi istilah pondok pesantren.

Pondok berasal dari kata funduq, yang dalam bahasa Arab berarti `asrama.' Sementara, kata pesantren memiliki akar kata santri.

Dhofier lalu mengutip pendapat beberapa ahli sejarah, semisal Profesor Johns yang menyebutkan, kata santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti `guru.' Tak jauh beda dengan itu, filolog Belanda, CC Berg, menyebut bahwa santri berasal dari kata shastri atau cantrik dalam bahasa Sanskerta. Artinya, `orang yang mengetahui isi kitab suci' atau `orang yang selalu mengikuti guru.' Adapun M Chaturverdi dan BN Tiwari memandang, kata yang sama berasal dari shastra, yang berarti `buku.'

Pelbagai pemaparan tentang muasal istilah pesantren cenderung menegaskan cikal bakal lembaga itu tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan India.

Di Indonesia, khususnya Jawa, dalam masa transisi sejak memudarnya pengaruh Hindu-Buddha hingga awal penyebaran dakwah Islam, Wali Songo mengislamkan sistem lembaga pendidikan setempat.

Turut terimbas hal itu adalah sistem pendidikan yang merupakan legasi kebudayaan dua agama “khas India” tersebut.

Para mubaligh Muslim ini lalu mengembangkan sistem yang lebih islami, yakni pesantren, seperti yang kita kenal sampai sekarang.

Dalam sistem pendidikan pesantren, rentetan transmisi keilmuan (sanad) dipandang sangat penting. Sanad menunjukkan pentingnya otoritas dalam berilmu agama.

Maka, bisa dipastikan, sosok kiai di pesantren mempunyai sanad dan kemudian mewariskan sanad itu kepada murid-muridnya—biasanya yang paling cemerlang.

Dalam corak pendidikan pesantren, terdapat beberapa ciri khas. Misalnya, adanya hubungan yang akrab antara kiai atau pendiri pesantren itu dan para santri.

Kemudian, tiap warga pesantren menerapkan laku kehidupan yang sederhana atau mendekati zuhud, kemandirian, gotong royong, dan pemberlakuan syariat Islam. Selain itu, kehadiran mereka di tengah masyarakat bersifat mengayomi, alih-alih eksklusif dan berjarak.

Pesantren pun memiliki teknik atau metodologi pengajaran yang terbilang khas. Adanya sistem halaqah serta hafalan atas teks-teks dasar keilmuan agama, merupakan beberapa contoh.

Zamakhsari Dhofier merangkum adanya lima unsur dasar dalam setiap pesantren, yakni asrama, masjid, para santri, pengajaran kitab-kitab kuning, serta figur sentral kiai. Ketokohan kiai itulah yang membuat sebuah pesantren menjadi ikon kota tempatnya berada. (*) 

Tags : sejarah pesantren, pondok pesantren, pesantren, santri, kaum santri, sejarah santri pondok pesantren, pesantren tertua,