INTERNASIONAL - Aung San Suu Kyi telah dilihat oleh pengacaranya untuk pertama kalinya sejak dia ditahan oleh kudeta militer awal Februari lalu. Suu Kyi, yang muncul di pengadilan melalui tautan video, tampak dalam "keadaan sehat" dan meminta untuk bertemu dengan tim kuasa hukum, kata pengacaranya.
Dia ditahan di lokasi yang dirahasiakan sejak kudeta 1 Februari. Sebelumnya, aparat keamanan di Myanmar menembaki para pengunjuk rasa menewaskan setidaknya 18 orang, menurut organisasi HAM PBB, menjadikan aksi protes hari Minggu (28/02) sebagai yang paling banyak memakan korban sejak kudeta militer pada 1 Februari.
Suu Kyi ditempatkan sebagai tahanan rumah pada 1 Februari dan tidak terlihat di depan umum sampai sidang hari ini, ketika dia muncul melalui tautan video di pengadilan di ibu kota, Nay Pyi Taw. Suu Kyi awalnya menghadapi dua dakwaan terkait dengan impor walkie talkie ilegal dan dugaan pelanggaran undang-undang bencana alam Myanmar. Namun, dakwaan lebih lanjut ditambahkan pada hari Senin, yakni yang terkait dengan dugaan pelanggaran aturan pembatasan sosial Covid-19 selama kampanye. Selain itu, ia juga dituduh menyebarkan "ketakutan".
Dakwaan awal bisa membawa hukuman hingga tiga tahun penjara. Tidak jelas hukuman apa yang mungkin dijatuhkan terkait dakwaan baru. Myanmar Now melaporkan pada hari Senin bahwa presiden yang digulingkan Win Myint - sekutu utama Suu Kyi - juga telah didakwa atas penghasutan di bawah pasal 505b hukum pidana. Popularitas Suu Kyi telah melonjak di Myanmar sejak penangkapannya, tetapi reputasi internasionalnya masih ternoda oleh tuduhan bahwa dia menutup mata terhadap pembersihan etnis minoritas Muslim Rohingya.
Korban tewas dilaporkan jatuh di Yangon, Dawei, dan Mandalay ketika polisi menggunakan peluru tajam, peluru karet dan meriam air selama aksi menentang kudeta. Lebih dari 30 orang mengalami luka-luka dalam sejumlah aksi unjuk rasa, kata organisasi HAM PBB. "Rakyat Myanmar berhak untuk menggelar aksi damai dan berhak untuk menyuarakan desakan pemulihan demokrasi," kata juru bicara organisasi HAM PBB, Ravina Shamdasani said dirilis BBC.
"Penggunakan senjata mematikan terhadap unjuk rasa damai tidak pernah bisa dibenarkan menurut normal hak asasi manusia internasional," imbuhnya.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI mengeluarkan 3 poin pernyataan atas perkembangan situasi di Myanmar. Pertama, Indonesia mengaku "sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah menyebabkan korban jiwa dan luka-luka."
"Ucapan duka cita dan bela sungkawa yang mendalam kepada korban dan keluarganya," lanjut Kemlu RI di laman resminya. Dalam pernyataan yang diterbitkan 28 Februari itu Indonesia juga menyerukan agar aparat keamanan tidak menggunakan kekerasan dan "menahan diri guna menghindari lebih banyak korban jatuh serta mencegah situasi tidak semakin memburuk," demikian Kemlu RI mengakhiri pernyataannya.
Aparat keamanan mulai menggunakan cara-cara kekerasan pada hari Sabtu (27/02) setelah berlangsung aksi unjuk rasa besar-besaran menentang kudeta. Sebelumnya, sebagian besar unjuk rasa ini berlangsung damai. Dalam kudeta ini, pemerintah hasil pemilihan umum digulinglan dan banyak pejabat, termasuk pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi dimasukkan ke dalam penjara.
Rekaman kejadian hari Minggu yang disebar di media sosial menunjukkan para pengunjuk rasa melarikan diri ketika polisi merangsek ke arah mereka, penghalang jalan didirikan sementara, dan beberapa orang dibawa pergi dalam keadaan berlumuran darah. Tindakan keras polisi, yang dimulai hari Sabtu, diintensifkan di tengah upaya para pemimpin kudeta mengatasi gerakan pembangkangan sipil, yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir.
Sementara Aktivis, dokter dan pekerja kesehatan kepada BBC mengatakan bahwa setidaknya 10 tewas dalam aksi hari Minggu. Di media sosial disebutkan bahwa korban meninggal mencapai lebih dari 20 orang namun laporan tersebut belum bisa diverifikasi. Setidaknya empat orang tewas di kota terbesar, Yangon, ketika polisi menembakkan peluru tajam, granat kejut dan gas air mata. Gambar-gambar di media sosial menunjukkan darah di jalanan ketika orang-orang dibawa pergi oleh sesama pengunjuk rasa.
Seorang dokter berkata kepada kantor berita Reuters bahwa satu orang meninggal di rumah sakit dengan luka tembak di dadanya. Para pengunjuk rasa terus membangkang, sebagian dari mereka membentuk barikade. "Jika mereka mendorong kami, kami akan bangkit. Jika mereka menyerang kami, kami akan bertahan. Kami tak akan pernah berlutut pada sepatu militer," kata pengunjuk rasa Nyan Win Shein dirilis Reuters.
Demonstran lainnya, Amy Kyaw, berkata kepada AFP, "Polisi mulai menembak sejak kami datang. Mereka tidak mengucapkan satu pun kata peringatan. Beberapa orang terluka dan beberapa guru masih bersembunyi di rumah tetangga."
Beberapa pengunjuk rasa dibawa pergi dalam mobil van polisi. Sementara itu di kota Dawei, pasukan keamanan bergerak untuk membubarkan aksi. Outlet media Dawei Watch mengatakan setidaknya satu orang tewas dan lebih dari selusin terluka. Seorang pekerja darurat berkata kepada Reuters ada tiga korban jiwa, di dikhawatirkan masih ada lebih banyak lagi.
Polisi juga menindak keras aksi besar-besaran di Mandalay, tempat polisi menggunakan meriam air dan menembakkannya ke udara. Unjuk rasa telah berlanjut di tempat lain, termasuk kota Lashio di timur laut. Jumlah penangkapan sejak unjuk rasa dimulai belum dikonfirmasi. Grup pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tawanan Politik menyebut angkanya 850, namun ratusan lainnya tampak telah ditangkap akhir pekan ini.
Pemimpin sipil Myanmar itu belum pernah terlihat di depan umum sejak dia ditahan di ibu kota Nay Pyi Taw ketika kudeta dimulai. Para pendukungnya dan banyak orang di komunitas internasional telah menuntut pembebasan Suu Kyi. Mereka juga menuntut pengembalian hasil pemilu pada November yang dimenangkan telak oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin Suu Kyi. Suu Kyi dijadwalkan untuk menghadiri persidangan pada hari Senin atas dakwaan kepemilikan walkie-talkie yang tidak terdaftar dan melanggar peraturan virus corona. Namun pengacaranya berkata ia tidak bisa berbicara dengan Suu Kyi.
Para pemimpin militer mengambil alih kekuasaan dengan menuduh terjadi kecurangan masif dalam pemilu, klaim yang dibantah oleh komite pemilu. Kudeta ini telah dikecam secara luas di luar Myanmar, mendorong sanksi terhadap pihak militer Myanmar dan tindakan sanksi lainnya. (*)
Tags : Kudeta Myanmar, Aung San Suu Kyi, Muncul di Pengadilan ,