Headline Linkungan   2021/02/04 2:13 WIB

Ayau Secara 'Sengaja' Merambah HPT Dijadikan Kebun Sawit

Ayau Secara 'Sengaja' Merambah HPT Dijadikan Kebun Sawit

LINGKUNGAN - Desa Kepau Jaya adalah rumah bagi lebih kurang 300 kepala keluarga [KK] yang dikelilingi dan masuk dalam wilayah Hutan Produksi Terbatas [HPT] yang terluas di Kabupaten Kampar, Riau. Sebuah investigasi Yayasan Riau Madani menunjukkan beberapa perusahaan baik dalam dan luar daerah tergiur mengelola lahan negara yang sudah dikelola masyarakat desa sejak turun temurun.

Namun salah satu pengusaha Ayau alias Surianto Wijaya diduga "secara sengaja" menguasai sebagian lahan HPT untuk membuka perkebunan sawit demi mencari dan memproleh keuntungan. Hutan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Desa Kepau Jaya secara turun temurun. Namun kini menjadi garda terdepan perluasan bisnis perusahaan sawit. Masyarakat mayoritas suku Melayu yang tinggal di sekitar HPT, perlahan kehilangan hutan asri yang selama ini sebagai pencari nafkah sekaligus menjadi tempat warga bernaung.

"Saya merasa sedih dan ingin menangis, kenapa saya punya hutan, alam di desa yang begini indah, yang nenek moyang wariskan untuk kami anak cucu, selama ini kami jaga hutan ini dengan baik," tutur Riswan, salah satu warga desa yang mengenang hutan alamnya di Desa Kepau Jaya kini telah menjadi perkebunan kelapa sawit.

"Kami tidak pernah bongkar hutan, tapi orang dari luar bongkar itu. Buat saya itu luka," ujarnya. 

Dia mengaku, banyak tetua-tetua desa ikut berkukuh mempertahankan hutan alam ini, agar tidak dijadikan kebun kelapa sawit. Berjalan menyusuri hutan, masyarakat sebagiannya menanam padi, Riswa menuturkan masih banyak ditemui tumbuhan liar dan makanan pokok masyarakat namun kini lambat laun tergusur oleh kebun kelapa sawit. "Kalau dulu warga desa bisa ambil ikan, daging, burung, gratis. Kita anak muda bisa senyum, senang-senang kita makan. Tidak ada yang keberatan karena ini di atas tanah negara," kata Riswan menceritakan lewat ponselnya, Rabu (3/2).

Dia bercerita, di Desa Kepau Jaya yang masih dihuni masyarakat yang sedikit dan sebagai tempat tinggalnya merupakan salah satu hutan hujan yang tersisa dengan keanekaragaman hayati tinggi. Lebih dari 60% keragaman hayati yang ada di Kampar. Namun tak jauh dari hutan alam itu, hamparan hutan telah berganti menjadi petak-petak perkebunan kelapa sawit.

Sejauh mata memandang, pohon kelapa sawit berjajar teratur yang dikelola perusahaan asal Kota Medan (Sumut) yang disebut-sebut Ayau alias Surianto Wijaya. Dia disebutkan pelaku pengusaha sawit menguasai lebih banyak lahan di di areal HPT. Investigasi yang dilakukan oleh Yayasan Riau Madani, menemukan bukti bahwa Ayau alias Surianto Wijaya telah melakukan pembukaan lahan untuk membuka perkebunan kelapa sawitnya sejak periode 2014. Investigasi menemukan bukti kebun sawit di salah satu konsesi HPT selama beberapa tahun dengan pola 'pembakaran yang disengaja' secara konsisten.

Yayasan Riau Madani sebelum berjuang melakukan gugatan terhadap Ayau diketahui telah menguasai lahan seluas lebih kurang 781,44 hektare [Ha], tujuh tahun lalu melakukan gugatan tak mengubah nasib warga desa selamanya. "Tapi Yayasan Riau Madani turut memuluskan langkah keinginan warga desa untuk melakukan gugatan atas lahan yang sudah dikuasai masyarakat bertahun-tahun yang berubah jadi kebun sawit itu hingga ke meja pengadilan," kata Yayah Daid yang mengaku humas Yayasan Riau Madani. 

Ayau alias Surianto Wijaya datang merayu warga untuk melepas dan menjual lahan yang dimiliki warga desa, bahkan Ia berhasil merayu [Almarhum] Datuk Penghulu Besar, Abdul Gani yang sekaligus sebagai Kepala Desa Buluh Nipis dan lepaslah lahan seluas 1000 Ha yang kini dikuasai Ayau. "Ayau mengiming-imingi warga biaya pendidikan [anak], nanti ada rumah-rumah bantuan, sumur air bersih, pembangunan musolah [ada] genset dan banyak lagi janji-janji itu," ujar Yayah Daid menirukan kalimat pemikat yang dijanjikan perusahaan kala itu. 

"Jadi janji-janji pelaku pengusaha Ayau lanjutannya tidak ada. Cuma itu bicara semua, tetapi tidak ada dalam tertulis," terang pria yang sudah menua tersebut dalam pembicaraan dikontak lewat ponselnya.

Akhirnya, pada masa Kades yang lama pemilik lahan melepas hutan dengan menerima ganti rugi Rp100 juta untuk 1000 hektare hutan alam [HPT] yang kini menjadi area kebun sawit.

Yayah Daid sendiri mengaku tak memiliki sejengkal pun lahan di Desa Kepau Jaya itu. Kalau dulu masa orang tuanya, Datuk Dukun Said ada memiliki lahan di areal HPT itu dan mengelolanya menjadi ladang pertanian. "Sejak tahun 1940 saat agresi Jepang yang memporakporandakan warga desa, orang tua saya sudah bercocok tanam di lahan itu," kata dia. 

Dalam responsnya terhadap pertanyaan riaupagi.com, Yahya menjelaskan bahwa pihaknya bersama Yayasan Riau Madani melakukan gugatan legal standing ke  Pengadilan Negeri Bangkinang, perihal: Pengalihan Pengelolaan Aset Negara Ex Perkebunan Kelapa Sawit seluas lebih kurang 781,44 Ha (Pemilik Surianto Wijaya alias Ayau di Desa Kepau Jaya , Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.

Pengadilan Negeri Bangkinang, berdasarkan putusan  No.28/Pdt.G/2013/PN.BKN, tanggal 4 Maret 2014 telah memutuskan perkara gugatan kepada  Surianto Wijaya  alias Ayau (Tergugat I) diantaranya supaya mengembalikan objek sengketa kepada status dan fungsinya dengan mengosongkan objek sengketa serta menyerahkan objek sengketa seluas lebih kurang 781,44 Ha berikut seluruh bangunan yang ada diatasnya kepada negara Republik Indonesia (Kementerian Kehutanan RI).

Tapi Yahya balik menimpali dan berkata; kenyataan dilapangan hingga hari ini lahan yang sudah divonis pihak Pengadilan Negeri Bangkinang tidak diindahkan Ayau malah masih memanen sawit diatas arela HPT. Namun, Yahya menganggap hutan alam itu sebagai "hak dan wilayah kehidupan" warga desa, merasa dicurangi pegusaha Ayau.

Warga desa pun seakan merasa kesalahan awal ini dan menanggung beban dikarenakan semasa almarhum Abdul Gani, Datuk Penghulu Besar telah menyerahkan hutan yang mengubah nasib hutan itu selama-lamanya. (*)

Tags : Hutan Produksi Terbatas, HPT di Kampar, HPT Berubah jadi Kebun Sawit,