"Bagaimana memastikan penerima vaksin tahap pertama benar-benar tenaga kesehatan (Nakes), disamping itu diperlukan menjadi momentum memperketat pengawasan penerima vaksin"
Aksi mengelabui petugas puskesmas diduga dilakukan seorang pemilik apotek di Jakarta agar mendapatkan jatah vaksin Covid-19 yang semestinya dikhususkan untuk tenaga kesehatan. Walau belum dapat dipastikan siapa yang benar atau salah, kejadian itu disebut perlu menjadi momentum memperketat pengawasan penerima vaksin. Kejadian ini telah menimbulkan kontroversi di antara warganet.
Yang perlu dihindarI, menurut organisasi pelindung konsumen, adalah kecemburuan sosial di tengah masyarakat yang menantikan solusi atas pandemi Covid-19. Orang-orang yang mendapatkan vaksin Covid-19 pada tahap awal ini harus dipastikan berstatus sebagai tenaga kesehatan, kata Mohammad Arifin, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPRD DKI Jakarta.
Arifin menyayangkan munculnya dugaan vaksinasi terhadap warga yang bukan tenaga kesehatan di tengah pelaksanaan yang menurutnya berjalan lancar sejak 13 Januari lalu. "Yang prioritas kan tenaga kerja dulu, kami berharap Dinas Kesehatan melakukan pengawasan secara optimal agar benar-benar memprioritaskan mereka karena mereka yang terdepan mengatasi Covid-19," kata Arifin dirilis BBC News Indonesia, Rabu (10/02).
"Jadi pengecekan, pengawasan, dan verifikasi penerima vaksin harus mereka laksanakan sebaik-baiknya. Karena komitmennya kan seperti itu. Baru nanti ada kelompok yang diprioritaskan berikutnya," ujarnya.
Awal pekan ini, perempuan bernama Helena Lim, yang diklaim pemilik sebuah apotek di Jakarta Barat, memamerkan momen-momennya menerima vaksin di Puskesmas di kawasan Kebon Jeruk. Unggahannya di akun Instagram itu menuai pro-kontra. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti, kepada pers menyebut pihaknya tengah menyelidiki dugaan pelanggaran dalam pemberian vaksin itu. Polda Metro Jaya pun mengklaim turun tangan menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dalam peristiwa tersebut.
Bagaimanapun, menurut Ketua Ikatan Apoteker Indonesia, Nurul Falah, Helena Lim tidak menyalahi peraturan jika dia tidak hanya berstatus pemilik apotek, tapi juga bekerja setiap hari di toko obat itu. Nurul mendasarkan argumentasinya pada UU Kesehatan dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tentang petunjuk teknis vaksinasi pada pandemi virus corona. Meski begitu dia menyebut yang dapat menentukan statusnya dan layak tidaknya mendapatkan vaksin adalah petugas di tempat vaksinasi. "Ada beberapa tipe pemilik apotek. Yang di Jakarta Barat ini sepertinya terjun mengelola apotek untuk urusan yang non-kefarmasian, misalnya manajemen dan keuangan. Kalau sehari-hari bekerja di situ, karena setiap hari berinteraksi dengan seluruh karyawan dan melakukan pelayanan, maka dapat digolongkan sebagai tenaga penunjang. Meski yang penentuan hal ini terjadi pada proses pengecekan di tempat vaksinasi, yang tahu adalah petugas di sana," kata Nurul.
Tahap satu vaksinasi yang digelar saat ini menyasar tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang, dan mahasiswa yang menjalani pendidikan profesi kedoteran serta sedang bekerja di fasilitas kesehatan. Di apotek, merujuk UU Kesehatan, yang berstatus tenaga kesehatan adalah apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Mereka minimum lulusan diploma tiga.
Sementara itu, tenaga penunjang didefinisikan sebagai orang yang bekerja dalam satu layanan kesehatan. Nurul berkata, satpam, pegawai keuangan dan kasir di apotek termasuk kategori ini. Lantas bagaimana sebenarnya proses verifikasi orang yang berhak mendapatkan vaksin sesuai tahapan yang diatur? Di setiap tempat vaksinasi terhadap tujuh macam petugas, satu di antaranya mengurus pendaftaran dan verifikasi.
Ini diatur dalam SK Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/4/1/2021. Petugas pendaftaran dan verifikasi akan memanggil penerima vaksin sesuai urutan kedatangan. Mereka kemudian memeriksa nomor tiket elektronik atau undangan vaksinasi dan kartu tanda kependudukan. Petugas ini diwajibkan memverifikasi data calon penerima vaksin menggunakan aplikasi Pcar Vaksinasi, baik lewat komputer atau ponsel pintar maupun secara manual. Jika lolos tahap ini, calon penerima vaksin akan melanjutkan tahap berikutnya, dari pemeriksaan kesehatan hingga vaksinasi.
Soal polemik ini, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, meminta pemerintah memastikan vaksinasi dilakukan secara tepat sasaran. Tulus khawatir penyelewenangan dapat memicu ketidakpercayaan publik terhadap vaksin dan isu keadilan di tengah masyarakat. Apalagi, menurut Tulus, sejak awal pemerintah telah memilih orang-orang yang dianggap memiliki pengaruh, seperti selebritas, untuk menerima vaksin tahap pertama. Dan beberapa orang itu, kata dia, belakangan justru terlihat melanggar protokol kesehatan. "Mereka yang bekerja memberikan layanan dasar seperti nakes pasti harus didahulukan. Pelayan publik, bahkan ojek online sekalipun, pantas jadi prioritas. Tapi jangan kemudian ada yang menyelundupkan orang-orang dengan kriteria tidak jelas untuk didahulukan menerima vaksin," kata Tulus.
Vaksinasi tahap pertama digelar untuk 1,3 juta tenaga kesehatan. Kelompok yang diprioritaskan berikutnya adalah manula dan pelayan publik seperti polisi atau petugas bandara. Prioritas selanjutnya adalah masyarakat yang rentan secara sosial dan ekonomi. Masyarakat umum masuk kelompok terakhir. Pemerintah menargetkan pemberian vaksin Covid-19 ini selesai Maret tahun 2022. (*)
Tags : Penerima Vaksin, Vaksin Tahap Pertama, Tenaga Kesehatan, Bagaimana Memastikan Orang Penerima Vaksin,