JAKARTA - Selama ini kekuatan armada milik Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebagai coast guard Indonesia dalam bertugas menjaga kedaulatan di perbatasan laut sangat minim. Dari jumlah ideal 60 kapal patroli, saat ini baru tersedia 10 kapal yang disebar di tiga zona maritim, yakni di Barat (Batam) sebanyak 4 kapal, Manado (3), dan di Ambon (3).
"Sekarang Bakamla punya 10 kapal, sekitar 30 persen dari kebutuhan. Idealnya punya 60 kapal," papar Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia dalam program Blak-blakan yang tayang di detikcom, Jumat (18/9/2020).
Dengan minimnya infrastruktur tersebut, tak heran bila kapal-kapal asing kerap melanggar batas wilayah laut RI. Setelah pada Desember - Januari lalu kapal-kapal China diketahui melanggar batas dan sempat menimbunlkan kegaduhan, pada Sabtu - Senin aksi serupa kembali terulang. Hanya saja kali ini Bakamla yang disokong penuh Angkatan Laut dapat mengusirnya tanpa insiden berarti.
Pasca insiden Januari lalu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Komisi I DPR-RI setuju mengucurkan anggaran untuk melengkapi kapal patroli Bakamla dengan senjata. Persenjataan dimaksud adalah 20 mitraliur 12,7 MM dari PT Pindad yang dibeli pada awal September lalu. Padahal China Coast Guard dilengkapi dengan meriam berukuran 76 MM.
"Kita memang cuma 12,7 MM, kecil - nyempil untuk pertahanan diri. Tapi masih lumayanlah kalau ada yang nembak kita bisa balas, nggak seperti Januari lalu kapal-kapal kita nggak ada senjatanya," kata Aan.
Selain itu, para nelayan China yang kerap masuk ke perairan Natuna Utara diketahui telah mendapatkan pendidikan bela negara, sehingga mereka sangat militan. Untuk mengimbanginya, pemerintah selain harus membantu para nelayan dengan kapal-kapal dan infrastruktur penunjang yang memadai bagi para nelayan kita. (*)
Tags : Kepala Badan Keamanan Laut, Bakamla, Laksamana Madya Aan Kurnia,