INDRAGIRI HULU, RIAUPAGI.COM - Kehadiran bandara sangat dibutuhkan dalam menghadirkan konektivitas dan aksesibilitas dari dan menuju satu wilayah.
"Lain hal seperti Bandara Japura yang diharap bisa menggerakkan roda pereknomian, tapi kini berujung hidup segan mati tak mau."
"Jika tidak didukung sepenuhnya maka fungsional Bandara Japura Rengat akan berakhir tinggal kenangan," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Inhu, Riau Asun alias Mastur yang dikontak melalui Whats App (WA) nya, Sabtu (9/6) ini.
Asun menunjukkan kepedulian Bandara Japura Rengat di Kecamatan Lirik, Indragiri Hulu (Inhu) yang dibangun oleh PT Stanvac yang telah berdiri sejak 70 tahun silam itu.
Tetapi Ia berharap Pemda bisa ikut berpihak untuk kembali membangkitkan dan mengelola Bandara Japura Rengat.
"Keberpihakan pemerintah didalam mendukung pengelolaan bidang Bandar Udara (Bandara) diperlukan, jika didukung tentu fungsional kembali berjalan," sebutnya.
"Untuk itu, kita ingin agar Bandara Japura Rengat jangan dibiarkan hanya sebatas nama," sambungnya.
Jadi semua pihak mau mendukung sepenuhnya, agar efektivitas Bandara Japura Rengat kembali sediakala.
Asun, mencontohkan, jika setiap perusahaan mau mendukungnya, paling tidak 15 kursi setiap bulannya maka Maskapai Wings Air pasti bisa terbang sebanyak dua kali dalam sepekan.
Penerbangan Wings Air Japura-Batam dan rute Japura-Padang sempat berlangsung yang belakangan dihentikan.
"Untuk sekali terbang butuh 40 seat (kursi). Jika jumlah 40 sheat itu diuangkan maka akan memperoleh omset sebesar Rp40 juta dalam satu kali terbang dengan rute Bandara Japura Rengat ke Bandara Hang Nadim Batam,” terang Asun.
"Sebaliknya, jika perusahaan di Inhu tidak kooperatif mendukung operasional Bandara Japura Rengat, solusinya bis dikenai sanksi."
“Pemerintah daerah juga harus tegas. Jika pihak perusahaan tidak mendukung maka sebaiknya hengkang dari Inhu,” usulnya.
Bandara memiliki panjang landasan pacu 1.400 meter ini pernah menjadi bandara yang ternama di Provinsi Riau bahkan menjadi bandara tertua di Bumi Lancang Kuning.
Bandara Japura dibangun pada tahun 1952 oleh PT Stanvac yang merupakan perusahaan pertambangan minyak bumi di Riau.
Pada awal pemanfaatannya, Bandara Japura difungsikan khusus untuk pendaratan dan penerbangan pesawat yang mengangkut tenaga kerja PT Stanvac.
Bahkan di lokasi Bandara Japura pernah ada sumur minyak yang kini sudah tidak berfungsi, sehingga ditutup.
Bandara Japura diserahkan secara resmi oleh Wakil Umum PT Stanvac di Indonesia, Gerard L Mc.Coy kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Prof Ir Roosseno pada tahun 1954.
Di bawah pengelolaan Kemenhub RI, Bandara Japura mulai melayani kedatangan dan keberangkatan untuk penerbangan komersil dari sejumlah maskapai.
Dalam perjalanan waktu, sejarah mencatat di Bandara Japura ada sejumlah pesawat milik maskapai ternama pernah mendarat dan terbang dari Bandara Japura, diantaranya Merpati Air dan SMAC, diantaranya dengan tujuan ke Pekanbaru yang dapat ditempuh dalam waktu 1 jam.
Bahkan, tahun 1983 hingga 1986 Bandara tersebut masih eksis melayani penerbangan.
Sejumlah rute penerbangan yang disediakan, yakni Rengat – Pekanbaru dan Pekanbaru – Rengat. Bandara Japura juga pernah membuka pelayanan untuk rute penerbangan Jakarta – Rengat dan Rengat – Jakarta.
Bandara Japura diupayakan akan beropreasi kembali.
Bandara Japura juga pernah menjadi transit bagi jamaah haji yang hendak menuju embarkasi di Batam.
Eksekutif General Manager (RGM) Bandara Japura Rengat, Alex Rudi Naenggolan membenarkan belum beroperasinya bandara yang dia pimpin.
Menurutnya, maskapai Wings Air ATR 72 milik perusahaan penerbangan Lion Air itu dengan rute Bandara Hang Nadim Batam harus membawa penumpang sedikitnya 40 penumpang (seat) dengan harga ticket Rp800 ribu hingga Rp1 juta.
"Pihak Wings Air menggunakan blok seat 40 dan sebanyak 35 seat dijual pihak maskapai,” terang Alex.
Pada periode tahun 2005 sampai tahun 2006 Bandara Japura juga pernah melayani maskapai Riau Airlines dengan rute penerbangan Rengat – Padang dan Padang – Rengat.
Setelah periode tersebut, Bandara Japura tidak lagi melayani keberangkatan dan kedatangan penumpang pesawat.
Hingga pada tahun 2017 sampai tahun 2018, Bandara Japura kembali membuka pelayanan untuk pesawat jenis ATR milik maskapai Wings Air dan Susi Air, meski akhirnya kembali ditutup.
Selain itu, Bandara Japura juga pernah menjadi pusat latihan terbang bagi siswa Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) dengan lima pesawat latih type PA 28-161 Piper Warrior III.
Hingga saat ini, Bandara Japura tidak lagi melayani penerbangan komersil maupun untuk latihan.
Meski tidak lagi berfungsi, namun pihak Kementerian masih terus melakukan perawatan rutin terhadap fasilitas yang ada di Bandara.
Terlihat, sejumlah fasilitas di Bandara Japura masih terawat. Rumput-rumput di halaman maupun di sekitar areal parkir dan sekitar lintasan pacu pesawat tampak dipotong rapi.
Kemudian fasilitas keamanan penerbangan seperti X Ray di check in area dan conveyor untuk barang penumpang juga masih berfungsi dengan baik.
Alex Nainggolan mengatakan bahwa pihaknya sudah berupaya untuk mengajak sejumlah maskapai agar bersedia membuka rute penerbangan dari Bandara Japura.
Untuk rencana pembukan rute penerbangan tersebut ini, pihak Bandara Japura juga sudah berupaya menjalin komunikasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Inhu dan sejumlah perusahaan yang beroperasi di Inhu. Hal ini dilakukan guna menjamin ketersediaan penumpang pesawat.
Menurut Alex, Pemkab Inhu bisa menggunakan uang perjalanan dinas pegawainya untuk keberangkatan dengan menggunakan pesawat dari Bandara Japura.
Namun upaya yang dilakukan untuk mengajak Pemkab Inhu tidak kunjung mendapat jawaban pasti.
“Kita sudah berupaya, namun kuncinya ada di Pemda,” ujarnya.
Menurut dia, dengan berfungsinya Bandara Japura seperti dulu, maka akan memberikan dampak positif secara langsung maupun tidak langsung bagi daerah.
“Apabila Bandara Japura beroperasi, maka kita tentu akan merekrut pegawai dari masyarakat setempat. Kemudian sektor wisata juga akan naik karena banyak wisatawan yang datang ke Rengat melalui Bandara Japura,” ujarnya.
Alex melanjutkan apabila Bandara Japura tidak kembali berfungsi seperti dulu, maka pihaknya tidak dapat menahan saat Kementerian Perhubungan memutuskan untuk menutup Bandara Japura.
Sebelumnya, Pemkab Inhu sudah membahas tentang pengoperasian Bandara Udara (Bandara) Japura di Jalan Lintas Timur Kecamatan Lirik ini.
"Selama ini, Bandara Japura dinilai belum maksimal difungsikan," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Inhu Ir H Hendrizal MSi yang ikut melakukan pembahasan dalam rapat koordinasi bersama pihak terkait di Kantor Bupati Inhu.
''Pada tahun lalu, Bandara Japura sudah pernah melakukan penerbangan sebanyak dua kali dan pada akhirnya macet. Hal itu disebabkan oleh kuota atau jumlah penumpang tidak terpenuhi,'' ucap Sekdakab Inhu, Rabu (11/1).
Setelah dilakukan berbagai langkah, hingga akhirnya potensi kuota penumpang nilai sudah terpenuhi.
Jika beberapa pihak yang sudah dikoordinasikan dapat berkomitmen, maka segera dilaksanakan kerjasama dengan pihak penerbangan.
Menurutnya, untuk memenuhi kebutuhan kuota penumpang tersebut, setiap ASN di Pemkab Inhu yang akan melaksanakan tugas ke Jakarta pada tahun 2023 dan lainnya diwajibkan melalui perjalanan dari Badara Japura transit Bandara Batam.
''Ini merupakan komitmen Pemkab Inhu dalam mensukseskan penerbangan tersebut,'' ungkapnya.
Tetapi kembali disebutkan Mastur, Ketua Apindo Inhu pihak bank serta perusahaan yang ada di Inhu dan kabupaten terdekat lainnya, agar dapat men-support dan berpartisipasi agar pengoperasian Bandara Japura dapat berjalan.
'Jika Bandara Japura beroperasi, tentu akan berdampak untuk daerah seperti UMKM dan wisatawan,'' terangnya.
''Kami (Apindo) siap mendukung dan mensuport serta mengawal agar penerbangan benar-benar terwujud,'' ucapnya.
Beberapa perwakilan perusahaan dan pihak bank juga siap mensuport program pemerintah daerah salah satunya pengoperasian kembali Bandara Japura. Hal ini dikarenakan pihak bank dan perusahaan, juga memiliki kegiatan di luar provinsi.
Wakil Ketua II DPRD Inhu, H. Suwardi Ritonga, S.E diminta komentarnya, mengaku Bandara Japura makin hari makin memprihatinkan.
"Setelah bisa sedikit bernapas karena melayani penerbangan, tak berselang lama kini kembali seperti tahun-tahun sebelumnya," sebutnya.
Menurutnya, keberadaan bandara yang seolah hidup segan mati pun tak mau itu seakan menjadi potret lemahnya pengelolaan bandara.
"Begitu beroperasi, seketika tidak bisa bertahan lama. Sebenarnya disayangkan, kemarin sudah beroperasi, sekarang harus sepi lagi. Ini perlu dievaluasi bersama,” urainya.
Suwardi Ritonga menilai, keberadaan Bandara Japura cukup ideal lokasinya, karena terbentak diatas lahan terbuka dan luas.
"Kondisi itu dinilainya sangat berpengaruh terhadap daya tarik perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan baik perminyakan Stanvac. Perusahaan seperti PT Stanvac jelas punya standar penilaian sendiri. Kalau mereka melihat Bandara dengan kondisi hari ini, mungkin mereka (perusahaan) mau untuk bekerja sama,” urainya.
Ia menyarankan, jika pemerintah daerah hendak menyeriusi pengembangan bandara, maka mesti dimulai dengan kebijakan penataan kawasan bandara.
"Sebenarnya tidak sulit bagi pemerintah daerah bisa mengembangkan bandara tanpa terlebih dahulu menyelesaikan status kerja sama dan kontrak penerbangan pesawat," kata Suwardi Ritonga menambahkan sejauh ini masih belum diketahui seperti apa pola kerjasama yang akan diteken kedepannya. (*)
Tags : bandara japura, rengat, inhu, bandara hidup segan mati tak mau, asosiasi pengusaha indonesia, apindo bangkitkan bandara, apindo gerakan semua lini operasionalkan bandara,