PEKANBARU - Mazna, warga Umban Sari, Rumbai, Pekanbaru mengaku merasa risih dengan bangunan Balai Desa yang ada di atas tanah wakaf miliknya. Balai Desa berdiri diatas lahan milik keluarganya dan telah diwakafkan sejak Almarhum Alwi [adik kandung Mazna kini jadi masalah].
Melalui Sri Lindawati [anak kandung Mazna] tadi menceritakan, keluarganya ingin membangun taman pengajian dan klinik yang diperuntukkan bagi masyarakat, mengingat bangunan Balai Desa sudah jarang difungsikan. "Malah sempat digunakan untuk posyandu yang di ketuai ibu saya sendiri [Mazna], tapi sekarang toh balai itu juga gak aktif," kata Sri pada wartawan, Senin (10/08/20).
Sekarang ada keinginan untuk membangun taman pengajian dan klinik kesehatan, tapi lahan seluas 9 x 30 meter persegi itu ditolak perangkat desa RT/RW dan Lurah yang tak mau memberikan tanda tangan pengurusan surat, alasannya tanah wakaf milik keluarganya sudah berdiri bangunan balai desa. "Sampai sekarang untuk mendapat persetujuan dari aparat desa dalam pengurusan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) belum bisa. Lahan milik keluarga kami ini sudah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Keterangan Wakaf pada 1976 silam, makanya aneh aja," kata Sri.
Sri merasa heran, sebagian masyarakat meminta ganti rugi kalau bangunan balai desa dirubuhkan. "Pada hal, sebelumnya bangunan itu kita dirikan menggunakan uang pribadi yakni melalui Yayasan Wanita Muslimah [milik Mazna] yang saat pembangunannya dilakukan bersama ABRI masuk desa. Bahkan hingga saat ini listrik kami juga yang bayar," papar Sri.
Karena gedung itu sudah jarang difungsikan dan warga melakukan pertemuan masyarakat di aula Kantor Lurah yang tak jauh dari lokasi lahan Balai Desa, "itu lah sebabnya rencana keluarga kami ingin menghibahkan lahan seluas 7 x 9 meter persegi untuk pembuatan gedung posyandu, namun terganjal soal pengurusan pembuatan SKGR," kata dia yang menilai RT/RW dan Lurah terkesan menunda-unda untuk pemberian tanda tangan.
"Kita sudah temui perangkat desa untuk mendapatkan tanda tangan, hasilnya masih nihil. Kita juga belum tau apa alasan mereka tidak mau memberikan tanda tangan. Padahal tanah kita ini tidak bersengketa," tambahnya.
Lurah Umban Sari Asparida membenarkan adanya perkara dalam pembuatan surat tanah milik Mazna. "Ini masalahnya sudah bertahun-tahun. Bahkan dari lurah-lurah sebelumnya. Kita saat ini sedang pelajari," katanya.
Asparida juga mengaku beberapa kali mengadakan diskusi bersama Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat beserta pihak keluarga Mazna. Namun memang belum membuahkan hasil. "Kalau dari administrasi surat buk Mazna itu surat kuat. Namun, kendalanya masyarakat mengaku bahwa itu tanah balai desa milik masyarakat," bebernya.
Sampai hari ini sebagain mengaku bahwa itu tanah milik desa. " Kita masih selidiki kekuatan hukum tanah milik desa seperti yang warga katakan itu," bebernya.
Terkait pembangunan balai pertemuan itu, Asparida tidak sependapat dengan keterangan pihak keluarga Mazna. Bahwa uang untuk pembangunan itu adalah uang dari pemerintah dan dibangun oleh masyarakat secara bergotong-royong. "Benar, sudah ada pihak keluarga untuk menghibahkan sebagian tanahnya untuk pembangunan gedung posyandu. Intinya, niat sudah baik. Namun saya kurang tau pasti apa alasan RT/RW tidak mau bertanda tangan," sebutnya menambahkan kalau Ia juga tak berani tanda tangan jika RT/RW tidak tanda tangan.
Asparida berjanji akan kembali mengadakan pertemuan terhadap beberapa pihak tersebut. "Saya mau panggil lagi nanti, apa masalahnya kenapa tidak di tangani, kemudian jika tidak mau menandatangi, mereka [RT/RW] membuat surat pernyataan," tegasnya.
"Kita juga akan tindak lanjuti informasi masyarakat yang mengatakan bahwa tanah milik Alwi bukan berada di wilayah yang kini hendak dibuat suratnya. Namun di daerah lain. Memang kita belum telusuri, namun memang kita sudah koordinasi dengan BPN untuk batas-batas tanah itu," tutupnya. (rp.sdp/*)
Tags : sengketa lahan, Balai Desa, Kelurahan Umban Sari, Pekanbaru ,