
LINGKUNGAN - Provinsi Riau kembali dilanda bencana hidrometeorologi berupa banjir yang terjadi di berbagai wilayah. Hingga 11 Maret 2025, tercatat sebanyak 22 kejadian banjir yang berdampak luas terhadap masyarakat dan infrastruktur di Riau. Banjir surut memungkinkan kebakaran hutan masih berlanjut.
"Perubahan iklim menyebabkan cuaca ekstrem dan bencana seperti banjir, badai, kekeringan, dan kebakaran hutan lebih sering terjadi. Karenanya, tak heran jika kemudian berita mengenai peristiwa-peristiwa tersebut makin banyak kita jumpai," kata Ir. Marganda Simamora SH M.Si, Ketua Umum (Ketum) Yayasan Sahabat Alam Rimba (SALAMBA).
"Alih-alih tergerak mengatasi, beberapa dari kita mungkin malah mulai mengalami tekanan maupun kecemasan yang lebih tinggi saat terpapar informasi yang berkaitan perubahan iklim ini," sebutnya.
Menurutnya, kecemasan akibat perubahan iklim (climate anxiety) mengacu pada perasaan tertekan yang terkait dengan dampak perubahan iklim.
"Jenis tekanan ini sering kali berakar pada perasaan tidak pasti, kurangnya kendali, dan kekhawatiran atas kesejahteraan atau keselamatan," katanya.
"Tidak seperti pemicu stres lainnya, yang sering kali bersifat pribadi, perubahan iklim lebih universal, kronis, dan sering kali tidak berwujud."
"Karena itu, kecemasan akibat perubahan iklim berpotensi memengaruhi orang-orang dari semua lapisan masyarakat," kata Ganda Mora (sebutannya sehari-hari).
Sementara Kepala Pelaksana BPBD dan Pemadam Kebakaran Provinsi Riau, M. Edy Afrizal, MH, menyampaikan ada 7 Kecamatan dan 17 Desa serta 3 Kelurahan yang terkena banjir di Riau, dengan total 4.237 Kepala Keluarga (KK) atau sebanyak 11.161 jiwa terdampak.
"Selain itu, terdapat kerusakan infrastruktur meliputi 8 fasilitas pendidikan (Fasdik), 60 fasilitas umum (Fasum), dan 6 kilometer jalan rusak. Dan sebanyak 20 KK terpaksa mengungsi akibat genangan air yang tinggi," terangnya.
Adapun sebaran banjir di Riau dirincikannya, Siak terdapat 1 kejadian banjir di 1 kecamatan dan 1 desa.Terdampak 20 KK dan 1 kilometer jalan. Pekanbaru dan Kampar terdapat 4 kejadian banjir di 2 kecamatan dan 3 kelurahan. Terdampak 881 KK, 2 kilometer jalan, dan 20 KK di antaranya harus mengungsi.
"Saat ini, banjir di wilayah ini telah surut sepenuhnya," ujarnya.
Kemudian, ucapnya lagi, Pelalawan terdapat 17 kejadian banjir di 4 kecamatan, mencakup 16 desa dan 1 kelurahan. Terdampak 3.336 KK, 8 fasdik, 60 fasum, dan 3 kilometer jalan.
Hingga kini, Pemprov Riau melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Pemadam Kebakaran terus melakukan upaya penanganan, mulai dari evakuasi warga, pendistribusian bantuan logistik, hingga perbaikan infrastruktur yang terdampak.
Kepala Pelaksana BPBD dan Pemadam Kebakaran Provinsi Riau, M. Edy Afrizal, mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan mengikuti arahan dari petugas di lapangan.
"Penanganan terus dilakukan untuk memastikan keselamatan warga dan memulihkan kondisi pasca-banjir. Kami juga meminta masyarakat untuk melapor jika ada wilayah yang masih memerlukan bantuan," tukasnya.
Ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) masih menghantui Provinsi Riau di tengah potensi banjir yang mengintai.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru kembali mendeteksi sejumlah titik panas di beberapa wilayah, menandakan adanya potensi kebakaran yang perlu diwaspadai.
Petugas BMKG Stasiun Pekanbaru, Elisa Josepha, mengungkapkan, terpantau 12 titik panas di Pulau Sumatera.
Dari jumlah tersebut, enam di antaranya berada di Riau, tersebar di Bengkalis, Pelalawan, Kuantan Singingi, Siak, dan Dumai. Selain Riau, titik panas juga terdeteksi di Aceh dan Sumatera Selatan.
Kemunculan titik panas ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan. Dengan kondisi cuaca yang masih cenderung kering, risiko kebakaran hutan dan lahan berpotensi meningkat jika tidak ada langkah mitigasi yang tepat.
Pemerintah dan instansi terkait diharapkan terus melakukan pemantauan serta upaya pencegahan, seperti patroli rutin dan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak melakukan pembakaran lahan secara sembarangan.
Tetapi Ganda Morakembali mengingatkan, perubahan iklim (Cuaca Ekstrem) itu bencana banjir, badai, kekeringan dan kebakaran hutan (Karhutla) terus mengancam.
Menurutnya, lebih dari dua pertiga orang d Riau pun mengalami beberapa bentuk kecemasan akibat iklim ini.
"Emosi akibat iklim bisa berupa kesedihan, kemarahan, rasa malu, kehilangan, rasa bersalah, putus asa, kelelahan, dan lain sebagainya,"
"Perasaan ini dapat berasal dari banyak faktor, termasuk dampak langsung (misalnya, kehilangan tempat tinggal atau mata pencaharian) dan juga pengalaman tidak langsung di seluruh dunia, atau tekanan yang terkait dengan ancaman di masa depan atau eksistensial," terangnya.
Lantas bagaimana mengatasi kecemasan iklim ini?
Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan, seperti:
Fokus pada apa yang bisa dikendalikan
Perubahan iklim adalah masalah yang kompleks. Ingatkan diri Anda bahwa perubahan iklim tidak dapat diselesaikan oleh satu orang, organisasi, atau pemerintah saja.
Meskipun itu mungkin terasa mengecewakan, ini juga merupakan pengingat yang baik untuk fokus pada apa yang berada dalam kendali Anda. Misalnya dengan memilih pilihan makanan yang berdampak lebih kecil terhadap lingkungan dan mengubah cara bepergian.
Hindari beban berlebih
Terlibat dalam banyak proyek iklim atau mengadvokasi terlalu banyak hal bisa jadi sulit dan mungkin menyebabkan kelelahan.
Sebaliknya, coba untuk mempersempit fokus, energi, dan upaya pada proyek dan isu yang paling berarti. Berfokus pada sejumlah isu tertentu ini akhirnya dapat mengurangi stres secara keseluruhan.
Bersikap welas asih
Setiap kali menghadapi situasi atau emosi yang menyakitkan penting untuk mencoba bersikap welas asih terhadap diri sendiri. Misalnya, sadari bahwa tidak selalu memungkinkan untuk mendaur ulang setiap barang.
Menyalahkan diri sendiri tentang ketidakmampuan untuk mendaur ulang memicu kekacauan emosional.
Sebaliknya, jaga kesehatan mental dengan cara tidak menghakimi terhadap apa yang tidak bisa dilakukan.
Rehat dari berita iklim
Mengikuti akun yang membahas tentang iklim atau menelusuri unggahan media sosial dan berita tentang perubahan iklim sepanjang waktu dapat memperburuk perasaan tertekan.
Jika mulai merasa kewalahan dengan berita terbaru atau peristiwa yang terjadi di seluruh dunia, mungkin ini saat yang tepat untuk beristirahat sejenak.
Jika merasa tertekan untuk tetap mendapatkan informasi, ingatkan diri bahwa semua berita, informasi terbaru akan tersedia saat Anda siap untuk kembali terlibat tidak sendirian
Sangat mudah untuk terjebak dalam semua berita buruk seputar perubahan iklim.
Tetapi penting juga untuk diingat bahwa Anda tidak sendirian dan ada banyak orang yang bekerja untuk mengatasi masalah tersebut sehingga perubahan positif dapat dan akan terjadi.
Selain itu, coba berhubungan dengan orang lain karena dapat membantu untuk menumbuhkan harapan untuk masa depan.
Berbicara dengan orang lain Kecemasan terhadap iklim adalah pengalaman yang sangat nyata, dan itu bukan sesuatu yang harus dialami sendirian.
Jika perasaan mulai memengaruhi kehidupan sehari-hari, tak ada salahnya untuk membicarakannya dengan seseorang.
Menghubungi teman, anggota keluarga, atau penyedia layanan kesehatan mental dapat membantu untuk mengatasi perasaan dan melatih keterampilan mengatasinya. (*)
Tags : banjir, riau, banjir menyisakan fasum rusak, yayasan sahabat alam rimba, salamba, perubahan iklim, cuaca ekstrem masih berlanjut,