JAKARTA - Data penerima bantuan sosial Covid-19 disebut terus bermasalah menjadi penyebab penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran. Transparency International Indonesia (TII) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut, data yang tidak akurat menyebabkan masih ada masyarakat terdampak yang tidak menerima bansos Covid-19.
Data yang tidak akurat "juga membuka potensi penyelewengan", seperti yang dialami mantan Menteri Sosial Juliari Batubara terjerat korupsi bansos Covid-19 tahun lalu. Pemerintah Indonesia mengumumkan untuk menyalurkan bansos sebagai implikasi dari kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat di Pulau Jawa dan Bali dari 3 Juli, yang diperpanjang hingga 2 Agustus mendatang, yang sekarang disebut PPKM Level 4.
Bantuan yang diberikan, di antaranya, berupa beras sebanyak 10 kilogram, kartu sembako Rp200.000 per bulan, bansos tunai Rp300.000 dan lainnya. Namun tiga pekan PPKM darurat terlewati, beragam bantuan tersebut tidak dirasakan dua warga di Kelurahan Lopang, Serang, Banten, Rahmat dan Yusuf dan juga warga Bandung Popi Zulfida.
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengakui adanya permasalahan dalam data penerima bansos dengan menemukan masih ada warga terdampak yang belum menerima bantuan. Risma menyebut, penyebabnya berasal dari pemerintah daerah yang tidak memasukan nama mereka.
Rahmat, warga Kelurahan Lopang, Serang, Banten, tinggal di rumah berukuran lima kali empat meter bersama istri dan anaknya. Setiap hari ia berjualan dendeng ikan bandeng yang kini pendapatannya berkurang jauh akibat PPKM. "Sebelum PPKM bisa dapat Rp300.000 hingga 500.000 sama modal per hari. Sekarang paling Rp80.000. Bandeng kan bertahan tiga hari, kalau tidak laku dibagi ke tetangga," kata Rahmat seperti dirilis BBC News Indonesia, Senin (26/07).
Rahmat menambahkan, selama PPKM berlangsung, bahkan sepanjang pandemi Covid-19, ia tidak pernah mendapatkan bansos dari pemerintah dalam bentuk apa pun. "Belum pernah didata RT, RW, kelurahan baik bansos, UMKM dan lainnya. Tidak pernah dapat bantuan. Jangankan dapat bantuan, didata saja tidak pernah," kata Rahmat.
Nasib yang sedikit lebih baik dialami Yusuf, warga Lopang yang pernah mendapatkan bantuan sembako dan beras lima kilogram tahun lalu. "Bantuannya itu dari Polres. Tapi pas PPKM ini tidak pernah dapat apa-apa, padahal sudah didata, kirim KTP, kartu keluarga, data-data ke RT," kata Yusuf yang bekerja sebagai penjual pisang goreng.
Yusuf tinggal bersama ibunya yang bekerja sebagai tukang urut di rumah berukuran lima kali lima meter. Pendapatannya kini akibat PPKM menurun lebih dari 50%, dengan keuntungan bersih kurang dari Rp70.000. Sudah lebih dari tiga pekan PPKM darurat, informasi mengenai bansos juga belum didapat oleh Ketua RT 08 RW 01, Lopang, Serang, Mamad Hasni. "Pendataan dan informasi [bansos PPKM darurat] belum ada. Warga sampai sekarang juga sering tanya ke saya, kenapa bantuan belum turun," ujar Mamad.
Semnetara seorang warga Bandung yang terdaftar sebagai penerima bansos, Popi Zulfida, mengatakan tidak pernah mendapatkan bantuan semenjak PPKM darurat diberlakukan sejak 3 Juli lalu. "Terakhir bulan Mei kemarin, terus tidak ada lagi. Katanya mau ada lagi, tapi belum ada hingga sekarang," kata Popi.
Popi melanjutkan, bansos sebesar Rp300.000 yang diberikan Kementerian Sosial tidak akan cukup menutupi biaya hidup akibat PPKM darurat. "Bantuan itu buat bayar listrik saja sudah habis, sedangkan pengeluaran banyak. Belum ongkos, belum makan, ngontrak [rumah], pusing," kata Popi.
Menurutnya, PPKM menyebabkan usahanya, jual makanan, turun drastis. "Sekarang sepinya terasa sekali, tahun kemarin tidak begitu, kayaknya semua sepi, yang beli sedikit. Harapannya usaha saja lancar," kata Popi.
Lurah Jatisari di Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung, Een Haryani, mengatakan belum mendengar informasi mengenai bansos dari Kemensos. "Tidak ada bocoran apa-apa. Karena kami itu dari awal juga mendapatkan yang PPKM darurat itu dari pemkot, APBD Kota Bandung," kata Een - terdapat 55 orang menerima bantuan Rp500.000 karena PPKM darurat dari Kota Bandung.
Een menambahkan, telah menyerahkan data yang telah direvisi penerima bansos ke kecamatan yang kemudian dilanjutkan berjenjang ke Kemensos. "Insya Allah tidak double dapat bantuan. Satu dua minggu yang lalu (sudah dikirim data), sebelum PPKM kami usdah mendata. Begitu PPKM kami sudah mengirimkan," katanya.
Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, mengatakan sudah menerima bansos dari Pemerintah Pusat. "Sudah menerima [bansos] sebagian. Kami sudah memberikan sebagian hampir satu bulan ke belakang. Tetapi kan semuanya perlu waktu, tidak mudah seperti membalikan telapak tangan," kata Uu.
Mengapa data penerima bansos tidak akurat?
Di setiap pemberian bansos selalu muncul masalah klasik, yaitu data penerima yang tidak akurat. Terdapat warga yang terdampak tapi tidak mendapatkan bantuan, ada juga sebaliknya, kata peneliti dari Transparency International Indonesia (TII) Agus Sarwono. Berdasarkan kajian yang dilakukan TII, kata Agus, ketidakuratan itu disebabkan oleh dua faktor.
"Pertama, data tidak terintegrasi dengan NIK. Meskipun Agustus tahun lalu data NIK diklaim sudah terintegrasi dengan data kependudukan tapi faktanya beberapa laporan yang masuk memang membuktikan belum sepenuhnya terintegrasi," kata Agus.
Selanjutnya adalah lemahnya proses verifikasi dan validasi data yang dilakukan negara. Menurut Agus, masih ada data penerima yang bekerja dan memiliki penghasilan di penerima bansos. "Seharusnya proses verifikasi dan validasi rutin dilakukan untuk memperbaruhi data terpadu kesejahteraan sosial, enam bulan hingga satu tahun sekali," ujarnya.
Sehingga perlu dibentuk tim di tingkat terendah untuk melakukan pendataan yang aktual. "Inikan pendataan saling lempar tanggung jawab, Kemensos mengatakan bahwa kami bersumber dari daerah, dan daerah mengatakan kami juga butuh input dan sebagainya. Jangan sampai ada saling menyalahkan pusat dengan daerah, tapi harus sama-sama saling memperbaiki diri dari konteks perbaikan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS)," ujarnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina, mengatakan selain di tingkat hulu seperti data dan proses pengadaan bansos, potensi penyelewengan juga berpotensi terjadi di tingkat hilir yaitu penyaluran bansos. Tahun lalu, penyaluran bansos menjerat Mensos Juliari Batubara dalam kasus korupsi. ICW juga mencatat bahwa sepanjang 2020 sedikitnya terdapat 107 kasus korupsi bansos di 21 daerah.
"Selain data penerima yang perlu diperbaiki untuk menutup penerima fiktif, pengawasan juga harus diperketat menghindari pemotongan, pungli, dan sosialisasi yang masif sehingga masyarakat bisa mengecek, mengawasi dan melaporkan jika bansos yang diterima bermasalah," kata Almas.
Mensos: 'Verifikasi dan validasi data oleh daerah'
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengakui masih ada masyarakat terdampak yang tidak tercatat dalam penerima bansos. Penyebabnya, kata Risma adalah karena data usulan penerima bansos diserahkan kepada pemerintah daerah untuk melakukan verifikasi dan validasi. "Jadi kami hanya cek dan mencocokan dengan data kependudukan. Begitu cocok, maka kami terima. Sesuai UU Nomor 13 tahun 2011 tentang fakir miskin, kami kembalikan verifikasi dan validasi data itu ke daerah," katanya.
"Contohnya di lapangan, Bu ini kenapa dihapus? Ternyata setelah kami cek, daerah yang menghapus, bukan kami yang menghapus, seperti itu," kata Risma.
Risma menambahkan, sejak Januari hingga akhir Juni kemarin, daerah telah melakukan verifikasi dan validasi data penerima bansos di lapangan. Hasilnya, terdapat 5,9 juta penerima baru. Terdapat juga data penerima yang dihapus dari daftar. Risma menambahkan, untuk menghindari praktik korupsi bansos seperti tahun lalu, Kemensos melakukan perbaikan kualitas data agar akuntabel. "Kami mensingkronkan seluruh data yang ada di Kemensos yang kemudian memadatkan dengan data kependudukan. Kami sempat menidurkan 21 juta data karena ada ganda, dan lainnya," kata Risma.
Kedua adalah memperbaiki mekanisme penyaluran. Mulai Januari lalu, Kemensos menyalurkan bansos dalam bentuk transfer uang ke bank. "Khusus pengadaan beras dilakukan oleh Bulog dan mengirim langsung ke keluarga penerima, jadi tidak melalui Kemensos lagi," katanya.
Ketiga, ujar Risma, Kemensos akan mengeluarkan aplikasi teknologi sehingga penerima dapat membeli kebutuhan sehari-hari melalui wadah tersebut. "Tidak ada lagi bansos digunakan belanja untuk rokok, miras, dengan fitur itu kami membatasi belanja. Kami juga mempunyai pola bagaimana mengakomodir masyarakat yang meskipun HP masih jadul," katanya.
Terkait pernyataan Risma, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengakui terjadi permasalahan data penerima bansos tahun lalu di tingkat daerah. Namun, untuk tahun ini, telah terjadi perubahan dengan akurasi yang lebih baik. "Pemerintah provinsi memberikan kesempatan sampai tiga kali untuk mengubah kembali data. Oleh karena itu kami yakin, saat bansos sekarang ini akan ada akurasi yang dilaksanakan dibanding dengan sebelumnya," kata Uu.
Menurut Uu, data penerima bansos di Jawa Barat dikumpulkan dari RT/RW ke kepala desa, lalu ke pemerintah kabupaten/kota untuk kemudian diserahkan ke pemprov. "Saya tidak bisa menjamin 100%, tapi lebih baik dibandingkan kegiatan bansos sebelumnya," katanya.
Uu mengatakan, data telah diserahkan ke Kemensos dan telah menerima bansos dari pusat. Juru bicara Satgas Covid-19 Kota Serang, Harry Pamungkas, menyebutkan pemerintah daerah tengah melakukan verifikasi data agar tidak terjadi tumpang tindih pemberian bantuan dari pusat maupun daerah. "Lagi dihitung angkanya semua sama teknis penyalurannya sambil menunggu pendataan dari pemerintah pusat, supaya tidak tumpang tindih, sifatnya perluasan penerima," ujarnya.
"Jadi dari RT RW di bawah lagi bergerak semua, berapa dicover PKH (program keluarga harapan), BPNT (bantuan pangan non tunai) atau kartu sembako, apakah datanya beririsan atau tidak," tambahnya.
Terkait pernyataan Risma, Harry mengatakan, "parameter dan indikator terdampaknya yang harus ditegaskan oleh pemerintah pusat sehingga daerah bisa menyiapkan datanya. Tentunya harus ada kehati-hatian kaitan data untuk menghindari duplikasi," kata Harry.
Jenis-jenis bansos PPKM darurat
Terdapat lebih dari tujuh jenis bantuan yang disalurkan pemerintah kepada masyarakat terdampak Covid-19, yaitu kartu sembako sebesar Rp200 ribu per bulan kepada 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Pemerintah juga menambah 5,8 juta penerima kartu sembako PPKM baru selama enam bulan ke depan.
Kemudian, bantuan sosial tunai (BST) sebesar Rp300.000 kepada 10 juta KPM, subsidi kuota internet kepada 38,1 juta pelajar, diskon listrik untuk 1,4 juta pelanggan, subsidi gaji, hingga bantuan beras sebanyak 10 kilogram bagi 28,8 juta KPM. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada tiga juga pengusaha mikro sebesar Rp1,2 juta. Pemerintah menambah anggaran bansos senilai Rp 39,19 triliun bagi masyarakat terdampak PPKM darurat. Sebelumnya, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk program perlindungan sosial dalam APBN 2021 sebesar Rp408,8 triliun.
Tags : Bantuan Sosial, Bansos PPKM Darurat level 4, Data Penerima Bansos Tak Valid,