News Daerah   2025/08/15 16:18 WIB

Banyak Kebun Sawit Ilegal di Kuansing 'Belum Disegel' Oleh Satgas PKH, KNPI Riau: 'Seperti Milik Sen Sui Itu yang Masih Dilindungi'

Banyak Kebun Sawit Ilegal di Kuansing 'Belum Disegel' Oleh Satgas PKH, KNPI Riau: 'Seperti Milik Sen Sui Itu yang Masih Dilindungi'
Ketua DPD I KNPI Riau Larshen Yunus

PEKANBARU - Kawasan Hutan Lindung Rimbang Baling di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, terus diincar dan dirusak untuk dijadikan kebun sawit.

"Banyak kebun sawit ilegal di Kuansing belum disegel."

“Malah di Kawasan Hutan Lindung Rimbang Baling mulai hancur dijadikan kebun sawit terus saja berlangsung sampai saat ini," kata Ketua DPD I Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Riau Larshen Yunus, Jumat (15/8).

Dia mengaku kenal dengan salah satu pemilik kebun sawit di kawasan hutan itu bernama Sen Sui alias Samsuir.

"Dihutan itu Syamsuir mengelola kawasan hutan yang dijadikan kebun sawit seluas lebih kurang 1500 hektar selama berjalan 24 tahun,' kata dia.

"Tidak mungkin Bupati Kunsing Dr H Suhardiman Ambi MM Ak tidak mengetahui," sambungnya.

Suhardiman Ambi dikoonfirmasi lewat alat elektronik (ponselnya) Jumat tak menjawab.

Tetapi Larshen kembali menyebutkan, ribuan hektare kawasan hutan Rimbang Baling ditanami menjadi perkebunan sawit.

“Ribuan hektare kawasan hutan itu telah berubah fungsi menjadi perkebunan sawit dan ini sepertinya ada kesan pembiaran dan tutup mata oleh dinas terkait, karena jelas aktivitas perambahan kawasan hutan masih terus berlangsung sampai saat ini,” ungkapnya.

Menurutnya, terkait aset negara hutan dikuasai dan dialihpungsi menjadi kebun sawit jelas ada pidananya dalam aturan P3H dan pejabat yang bertugas kawasan hutan bertanggungjawab dalam hal ini.

"Ini bisa dipidana karena terlihat pembiaran perambahan atau perusakan kawasan hutan, termasuk kawasan konservasi, merupakan perbuatan melawan hukum," kata Larshen.

Atas tindakan pembiaran itu, kata Larshen maka sesuai dengan Pasal 104 UU P3H (Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan), dapat dipidana.

Pasal 104 UU P3H dimaksud berbunyi: Setiap pejabat yang dengan sengaja melakukan pembiaran terjadinya perbuatan pembalakan liar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 17 dan Pasal 19, tetapi tidak menjalankan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 15 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp7,5 miliar.

Pasal 78 ayat (3) UU Kehutanan, sebagaimana telah diubah UU Cipta Kerja, menyebut, "Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a (mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah) dipidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp7,5 miliar."

"Kalau perambahannya terjadi di kawasan konservasi, bisa juga dipidana menggunakan UU KSDAE. Ketentuan pidananya diatur di Pasal 40," kata dia.

Selanjutnya Undang-undang perkebunan mengatur bahwa lahan yang disita karena pelanggaran dapat dimanfaatkan uangnya untuk pemulihan kehutanan.

Ini termasuk dalam konteks penanganan pelanggaran di kawasan hutan dan usaha perkebunan di mana perusahaan yang melanggar dapat dikenai denda administratif atau sanksi lain sesuai ketentuan Undang-Undang.

Uang denda tersebut dapat digunakan untuk pemulihan lahan yang rusak, penanaman kembali, atau kegiatan lain yang mendukung pemulihan ekosistem hutan.

Beberapa undang-undang terkait yang relevan:
1. UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan:
Undang-undang ini mengatur kegiatan perkebunan, termasuk sanksi terhadap pelanggaran, dan dapat mengatur penggunaan dana denda untuk pemulihan kehutanan.

2. UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU PPPH):
Undang-undang ini memberikan kerangka hukum untuk menangani perusakan hutan, termasuk pelanggaran di kawasan perkebunan yang berdampak pada hutan.

3. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja):
UU ini mengatur berbagai hal, termasuk ketentuan terkait perizinan dan sanksi administratif untuk usaha perkebunan di kawasan hutan.

Azmir Aziz sebagai Kepala KPH Kuantan Singingi Riau yang dihubungi tim awak media dikonfirmasi juga tidak ingin menjawab.

Seperti disebutkan Komandan Tim (Dantim) Alpha Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan (PKH), Brigadir Jenderal TNI Dody Triwinarno, S.I.P., M.Han, didepan media menegaskan komitmennya untuk terus menertibkan seluruh kawasan hutan yang dikelola secara ilegal.

Ia bialng tanpa pandang bulu, Satgas PKH akan mengambil alih lahan-lahan tersebut demi mengembalikan hak negara untuk kesejahteraan rakyat.

"Kita pastikan seluruh lahan yang masuk dalam kawasan dan dikelola tanpa izin bakal kita tindak tegas, baik perorangan maupun perusahaan. Tidak ada tebang pilih dalam penindakan yang akan kita lakukan," tegas Brigjen TNI Dody Triwinarno.

Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya dukungan masyarakat terhadap Satgas PKH, yang bahkan mendesak penyegelan seluruh kebun ilegal di Riau.

Brigjen TNI Dody Triwinarno menyambut baik dukungan tersebut dan mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan lahan-lahan ilegal yang belum terpantau.

"Tidak tertutup kemungkinan kita juga meminta peran aktif dari masyarakat untuk memberikan laporan pada tim yang ada di lapangan, sehingga ke depan lahan kawasan yang dikelola tanpa izin dapat kita tindak secara menyeluruh," ajaknya.

Satgas PKH, yang terdiri dari berbagai instansi seperti TNI, Kejaksaan, Kepolisian, BPKP, BPN, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akan bertindak tegas namun tetap humanis dalam menjalankan tugasnya.

"Operasi ini akan terus berlanjut sampai seluruh kawasan hutan yang dikelola tanpa izin diambil alih kembali oleh Negara," pungkas Brigjen TNI Dody Triwinarno. (*)

Tags : kebun sawit ilegal, kebun sawit ilegal di kuansing, riau, hutan rimbang baling, hutan konservasi dijadikan kebun sawit, satgas pkh, satgas pkh belum tindak kebun sawit ilegal dikuansing, komite nasional pemuda indonesia, knpi, knpi soroti kebun sawit ilegal, news,