Teknologi   2024/06/15 20:15 WIB

Batang Pohon Purba Ternyata Simpan Petunjuk Tersembunyi pada Suhu Terpanas dalam 2.000 Tahun Terakhir

Batang Pohon Purba Ternyata Simpan Petunjuk Tersembunyi pada Suhu Terpanas dalam 2.000 Tahun Terakhir

TEKNOLOGI - Batang pohon-pohon purba ternyata menyimpan petunjuk tersembunyi yang menyingkap rekor suhu terpanas di belahan bumi utara dalam 2.000 tahun terakhir. Rekor suhu terpanas ini terjadi pada musim kemarau 2023.

Tahun lalu telah dikonfirmasi sebagai tahun terpanas di dunia dengan selisih yang cukup besar – setidaknya sejak tahun 1850 – akibat perubahan iklim.

Namun, cincin batang pohon, yang mencatat informasi suhu jauh ke belakang sebelum pencatatan ilmiah era Victoria pada 1850, menunjukkan betapa panasnya suhu tahun lalu – suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Para peneliti mengatakan bahwa suhu pada bulan Juni, Juli dan Agustus 2023 hampir 4 derajat Celcius lebih hangat dari pada musim panas dua ribu tahun yang lalu.

Para ilmuwan iklim telah berulang kali menunjukkan bahwa suhu global telah meningkat dengan cepat dalam beberapa dekade terakhir. 

Menurut badan iklim PBB, terakhir kali dunia secara konsisten berada dalam kondisi sepanas ini mungkin terjadi lebih dari 100.000 tahun yang lalu.

Kesimpulan ini didapat dari catatan seperti inti es dan sedimen laut dalam, yang dapat memberikan indikasi yang baik tentang masa lalu geologis Bumi. Sayangnya, baik catatan ini es atau sedimen laut dalam, tidak dapat menunjukkan tahun atau bahkan dekade yang jauh di masa lalu.

Untuk itu, cincin pohon sangat berharga. Cincin pohon tidak hanya menunjukkan usia pohon, tapi juga mencatat informasi rinci tentang keadaan iklim setiap tahun saat pohon itu tumbuh.

“Itulah keindahan dari catatan cincin pohon,” kata Ulf Büntgen, profesor analisis sistem lingkungan di Universitas Cambridge dan salah satu penulis studi tersebut, kepada BBC News.

Para ilmuwan mengamati spesimen hidup dan juga fosil dari Pegunungan Alpen, Eropa hingga pegunungan Altai di Rusia. Mereka berfokus pada pohon yang hidup di ketinggian, di mana dampak pertumbuhan musim panas akan sangat terasa.

Di tempat-tempat seperti itu, cincin biasanya lebih lebar pada tahun-tahun yang lebih hangat. Di saat pohon itu tumbuh, cincinnya akan lebih tipis di tahun-tahun yang lebih dingin.

Dengan meneliti cincin pohon, para peneliti membuat gambaran suhu musim panas yang berasal dari dua ribu tahun yang lalu untuk bagian utara dunia, di luar daerah tropis.

Dengan menggunakan kumpulan data yang begitu besar – yang terdiri dari ribuan pohon di berbagai belahan bumi para peneliti dapat lebih yakin bahwa catatan mereka mewakili bagaimana suhu telah berubah.

Jadi, apa yang ditemukan ini bukan pengaruh dari gangguan yang lebih bersifat lokal seperti penyakit pada pohon.

Para peneliti menggabungkan catatan cincin pohon jangka-panjang dengan data suhu modern.

Mereka menemukan bahwa musim panas tahun 2023 lebih hangat 2,07C dibandingkan dengan periode “pra-industri” pada tahun 1850-1900.

Lalu, jika dibandingkan dengan musim panas terdingin dalam catatan pada tahun 536, musim panas tahun 2023 lebih hangat 3,93C.

Seperti tahun-tahun terdingin lainnya, tahun 536 dipengaruhi oleh letusan gunung berapi besar yang melepaskan lebih banyak sulfur ke atmosfer, sehingga membantu mendinginkan planet ini.

Aktivitas vulkanik juga telah dikaitkan dengan periode yang lebih dingin seperti Zaman Es Mini Antik pada Abad ke-6 dan Zaman Es Mini, yang berlangsung dari tahun 1350 hingga 1850.

Musim kemarau terpanas dalam rekonstruksi cincin pohon sebelum era industri terjadai pada tahun 246, tetapi para peneliti mengatakan bahwa ini pun tidak mendekati kehangatan yang terjadi saat ini.

Bahkan dengan mempertimbangkan ketidakpastian yang luas, para penulis mengatakan bahwa musim panas tahun 2023 melampaui kisaran variabilitas iklim alami ini, setidaknya sebesar 0,5C.

Para peneliti mengatakan bahwa informasi dari cincin pohon merupakan tambahan yang sangat penting bagi apa yang kita ketahui tentang perubahan iklim sepanjang sejarah.

Bahkan pada periode 1850-1900, hanya ada 58 stasiun cuaca yang mencatat suhu di seluruh dunia, 45 di antaranya berada di Eropa.

Konsekuensinya, suhu selama periode ini mungkin telah ditaksir terlalu tinggi, karena cara pengukurannya.

Studi baru ini menunjukkan bahwa dunia mungkin telah memanas sekitar seperempat derajat lebih tinggi dari yang biasanya dilaporkan

Meskipun para peneliti mengatakan bahwa aktivitas manusia bertanggung jawab atas sebagian besar pemanasan musim kemarau tahun 2023 di atas tingkat zaman pra-industri, mereka juga mencatat bahwa suhu telah diperkuat oleh El Nino.

Pola iklim yang terjadi secara alami ini membuat air hangat naik ke permukaan Pasifik dan membantu meningkatkan suhu udara secara global.

El Nino pertama kali dicatat oleh para nelayan Amerika Selatan pada abad ke-17, namun data cincin pohon membantu menunjukkan bahwa kejadian ini sudah ada sejak lama.

Episode El Nino terbaru berkontribusi menjadikan 2023 sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat. Tetapi karena terus berlanjut hingga awal 2024, El Nino juga dapat menjadikan caturwulan 2014 sebagai rekor terpanas dalam 12 bulan terakhir.

Para penulis mengatakan bahwa kesimpulan utama dari penelitian mereka adalah perlunya pengurangan emisi gas-gas penyebab pemanasan bumi secara cepat.

“Semakin lama kita menunggu, semakin mahal biayanya dan semakin sulit untuk memitigasi atau bahkan menghentikan proses tersebut dan membalikkan keadaan,” ujar penulis utama, Prof Jan Esper dari Universitas Johannes Gutenberg, Jerman.

“Hal ini sangat jelas,” katanya.

“Kita harus melakukan sebanyak mungkin, sesegera mungkin". (*)

Tags : batang pohon purba, suhu terpanas, perubahan iklim, lingkungan, alam, kekeringan, teknologi, sains,