
PEKANBARU - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mengungkap, sejak tahun 2015 hingga Juni 2025, sebanyak 23 ekor gajah ditemukan mati di kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
"23 ekor gajah Sumatera mati sejak 2015 di TNTN."
"TNTN yang seharusnya menjadi surga bagi satwa liar, justru menjadi saksi bisu kematian tragis satwa dilindungi: gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus)," ungkap Kepala BBKSDA Riau, Supartono, pada Jumat (27/6).
“Kematian gajah terbanyak terjadi pada tahun 2015, ada delapan kasus dalam satu tahun. Itu menjadi catatan paling kelam dalam satu dekade terakhir,” ungkapnya.
Data BBKSDA menunjukkan kematian gajah memang fluktuatif, namun tetap terjadi hampir setiap tahun. Rinciannya 2015 ada 8 kasus.
Kemudian 2016 ada 2 kasus, 2018 juga 2 kasus, serta 2019 1 kasus. Kembali meningkat 2020 ada 3 kasus, 2023 3 kasus, 2024 ada 2 kasus, terakhir 2025 1 kasus (hingga Juni).
BBKSDA menyebut, penyebab kematian gajah bervariasi, mulai dari keracunan, terjerat perangkap pemburu, hingga penyakit.
Salah satu kasus yang paling menyedot perhatian publik terjadi pada Januari 2024, saat seekor gajah jinak bernama Rahman ditemukan mati dalam kondisi tragis, diduga diracun. Yang lebih memprihatinkan, satu gading gajah itu raib, diduga diambil pemburu liar.
“Kasus Rahman sangat menyedihkan. Dia adalah gajah binaan yang selama ini digunakan untuk patroli dan edukasi. Kematiannya menjadi pengingat bahwa perlindungan satwa liar masih lemah,” ujar Supartono.
Lebih dari 40.000 hektare kawasan hutan TNTN telah berubah menjadi perkebunan sawit ilegal dan permukiman liar.
Perambahan ini secara langsung menghancurkan habitat alami gajah, memaksa mereka berkonflik dengan manusia karena kehilangan sumber pakan dan tempat berlindung.
"Gajah makin sering masuk ke kebun warga karena hutan mereka telah habis. Konflik manusia dan satwa tak bisa dihindari,” tambahnya.
Meski tantangan besar, BBKSDA Riau bersama instansi terkait terus berupaya menyelamatkan populasi gajah yang tersisa.
Beberapa strategi yang dilakukan antara lain pemasangan GPS collar untuk memantau pergerakan kawanan gajah.
Lalu pelestarian habitat tersisa dan pengayaan lingkungan alami. Serta edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat sekitar kawasan untuk tidak memasang jerat atau menggunakan racun.
Lalu penertiban perambah hutan oleh Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH). Sejumlah lahan ilegal telah disita, dan ribuan warga yang menempati kawasan TNTN secara ilegal diminta melakukan relokasi mandiri dalam waktu tiga bulan ke depan.
“Kami memberi waktu tiga bulan kepada warga, mayoritas dari luar Riau, untuk meninggalkan kawasan konservasi secara sukarela,” tegas Supartono.
Gajah sumatera merupakan satwa endemik yang kini berstatus sangat terancam punah menurut IUCN.
Populasinya di alam liar terus menurun akibat fragmentasi habitat, konflik dengan manusia, dan perburuan gading.
BBKSDA Riau berharap dengan kerja sama lintas sektor, termasuk penegakan hukum dan partisipasi aktif masyarakat, gajah-gajah yang masih tersisa di Tesso Nilo bisa terus bertahan dan berkembang biak di habitat alaminya. (*)
Tags : balai besar konservasi sumber daya alam, bbksda, bbksda ungkap penyebab gajah mati, gajah sumatera mati di tntn,