JAKARTA - Ternyata harga bahan bakar minyak (BBM) Pertamax yang naik jadi Rp14.500 per liter masih dijual rugi oleh PT Pertamina (Persero). Disebutkan harga BBM dengan oktan 92 itu mestinya dijual lebih mahal lagi.
"BBM Naik Pertamina sebut masih merugi."
"Iya secara produk, iya jual rugi (Pertamax). Namanya kita jualan, kita selalu maintain button line," sebut Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati dikutip dari live streaming kanal Youtube TV Parlemen, Jumat (9/9).
Pihaknya naikkan harga Pertamax dari sebelumnya Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter dengan berbagai pertimbangan. Hal itu disampaikan Nicke pada Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI.
Nicke mengatakan Pertamina sudah memiliki hitung-hitungan bisnis agar perusahaan tetap untung meski Pertamax dijual rugi.
Dari hitungan Pertamina, harga jual Pertamax Rp14.500 per liter masih belum menutup biaya produksi dan distribusinya.
Terlebih, kebutuhan BBM di dalamnya tak bisa dicukupi dari kilang Pertamina yang hanya memasok kebutuhan domestik sekitar 60 persen saja. Artinya, kekurangan pasokan harus diimpor dari luar.
Sebelumnya, Nicke pernah mengatakan jika harga keekonomian Pertamax mestinya berkisar Rp17.000 per liter.
Pertamina tidak bisa menaikkan harga Pertamax terlalu tinggi juga karena nantinya dikhawatirkan masyarakat yang sudah jadi pengguna setia BBM oktan 92 itu malah beralih ke Pertalite.
"Karena kalau pertamax disesuaikan dengan market price, maka ini akan lebih banyak lagi yang ke Pertalite," beber Nicke.
Nicke bilang, selama ini, kerugian menjual Pertamax ditanggung Pertamina.
Lain halnya dengan Solar yang masuk kategori Jenis BBM Tertentu (JBT) maupun Pertalite yang tergolong Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).
"Pertamax selisihnya itu yang menanggung Pertamina, jadi tidak diganti pemerintah, tidak ada. Tidak masuk. JBT adalah Solar, JBKP Pertalite, untuk Pertamax itu JBU secara aturan. JBU lain selain Pertamax itu floating price, makanya kemarin ICP turun, itu turun juga," terang Nicke. (*)
Smentara anggota Komisi VII DPR Fraksi PKS Mulyanto yang mengungkapkan harga minyak dunia turun hingga USD 80 per barel. Ia pun meminta pemerintah membatalkan kenaikan BBM di Tanah Air.
"Alasan pemerintah naikkan harga BBM tak masuk logika."
"Dengan penurunan harga minyak dunia ini maka alasan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jadi tidak relevan dan sulit dinalar logika masyarakat," sebut Mulyanto dilansir detik.com, Kamis (8/9).
Kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Bio Solar oleh Pemerintah Jokowi mendapat sorotan dari seluruh elemen masyarakat, terlebih langkah itu dilakukan saat harga minyak dunia turun.
Mulyanto menuturkan, angka penurunan itu jauh di bawah besaran asumsi makro harga ICP yang ditetapkan dalam APBN perubahan tahun 2022 yaitu sebesar USD 100 per barel.
Ia mempertanyakan alasan pemerintah tetap menaikkan harga BBM bersubsidi.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini pun meminta pemerintah segera meninjau ulang kebijakan kenaikan BBM bersubsidi tersebut.
Menurutnya, tidak pantas pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi ketika patokan harga pokok produksi (HPP) terus turun.
"Logika kenaikan harga BBM bersubsidi karena melambungnya harga minyak dunia, makin tidak mendapat pembenaran," katanya.
Mulyanto menuturkan, sejak Juni 2022 sampai hari ini, data harga minyak dunia terus merosot mendekati angka USD 80 per barel.
Dia merujuk pada sejumlah negara seperti Amerika, Malaysia yang kabarnya menurunkan harga BBM-nya.
"Jadi aneh kalau BBM bersubsidi kita malah naik, di tengah penurunan harga-harga BBM. Logikanya kurang masuk," pungkasnya. (*)
Tags : Bahan Bakar Minyak, BBM Naik, Pertamina Masih Rugi, Harga BBM Naik Tak Masuk Logika, News,