BATAM - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau DJBC Kementerian Keuangan mengungkap sindikat penyelundupan rokok ilegal yang bermarkas di Batam, Kepulauan Riau.
"Bea Cukai ungkap bos besar pelaku penyeludup yang menggunakan 6 kontainer untuk angkut rokok ilegal."
”Petugas telah menyita sejumlah barang bukti kasus pencucian uang yang nilainya mencapai Rp 44,6 miliar. Itu adalah hasil pengusutan lanjut terhadap kasus penyelundupan rokok di Batam," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani, di Batam, Jumat (23/9).
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan berkas perkara telah lengkap. Kasus ini merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terbesar (yang pernah diungkap DJBC) dengan potensi kerugian negara Rp 1 triliun,” kata Askolani.
Berawal dari kasus penyelundupan pada Oktober 2020, petugas Bea dan Cukai mengungkap bos besar di balik sindikat penyelundup rokok ilegal di Batam.
"Pelaku memiliki kapal jumbo yang mampu angkut enam kontainer rokok," sebut Askolani.
Menurutnya, sindikat ini memiliki sejumlah kapal untuk membawa rokok selundupan dari Batam ke Pulau Sumatera, Jawa, hingga Kalimantan.
"Kasus ini merupakan tindak pidana pencucian uang terbesar yang pernah diungkap DJBC," jelasnya.
Kepala Subdirektorat Penyidikan DJBC Winarko mengatakan, terungkapnya kasus itu bermula pada Oktober 2020 saat petugas menangkap Kapal Layar Motor (KLM) Pratama di perairan Tanjung Berakit, Bintan, Kepri. Kapal itu mengangkut 51,4 juta batang rokok ilegal merek Luffman asal Vietnam.
Petugas menangkap 13 anak buah kapal KLM Pratama. Mereka adalah anggota penyelundup rokok yang bermarkas di Batam.
Sindikat itu telah 61 kali menyelundupkan rokok ilegal dari Vietnam dan Singapura ke Indonesia sepanjang 2019-2020.
Winarko menjelaskan, modus sindikat itu adalah mendatangkan kapal dari Vietnam dan Singapura yang membawa jutaan batang rokok ilegal.
Kapal itu kemudian diminta labuh jangkar di perairan Tanjung Berakit. Kemudian anggota sindikat penyelundup dari Batam bergerak memakai speedboat untuk mengambil rokok dari kapal yang telah menunggu di Tanjung Berakit.
Pengusutan kasus itu memakan waktu lama karena melibatkan banyak pelaku. Akhirnya, pada September 2021, petugas Bea dan Cukai berhasil mengumpulkan bukti cukup untuk meringkus aktor utama di balik sindikat itu, yakni tersangka JML dan LHD.
”JML merupakan koordinator lapangan mereka, sedangkan LHD adalah bos yang mengatur di mana orang-orang itu harus melakukan transfer barang secara ship to ship dari kapal yang membawa rokok ilegal dari Singapura dan Vietnam,” ujar Winarko.
Berkat kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tersangka LHD diketahui memiliki lima rekening untuk mengelola uang hasil penyelundupan rokok.
Uang itu salah satunya digunakan untuk membangun sebuah kapal yang nilainya Rp 22,5 miliar.
Saat ini, kapal yang dinamai Big Queen itu masih berada di galangan PT Marinatama.
Winarko menyebut, kapal sepanjang 38 meter itu mampu mengangkut enam kontainer rokok sekali jalan.
Selain kapal di galangan PT Marinatama dan KLM Pratama, petugas DJBC juga menyita 5 high-speed craft, 3 speedboat, 1 mobil, uang Rp 3,2 miliar, dan uang 92.500 dollar Singapura. Barang-barang yang disita petugas DJBC itu bernilai total Rp 44,6 miliar.
Menurut Winarko, untuk memuluskan bisnis penyelundupan rokok, LHD memiliki dua perusahaan, yakni PT PPJ dan PT PPB.
Winarko menyebut, keduanya hanya perusahaan cangkang. Direktorat Jenderal Pajak di Kemenkeu telah menyatakan tidak ada laporan ekspor dari kedua perusahaan itu.
Tersangka LHD dijerat Pasal 102 huruf (a) dan Pasal 102 huruf (b) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 10/1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ia terancam hukuman penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 20 miliar.
Direktur Analisis PPATK Maryanto mengatakan, dari aliran transaksi transaksi LHD terlihat, ia juga pernah membeli rokok polos ke beberapa perusahaan di dalam negeri.
LHD diduga memasarkan rokok produksi dalam negeri itu secara ilegal tanpa cukai.
Koordinator Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengonfirmasi, karena berkas perkara sudah dinyatakan lengkap, maka akan segera dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada jaksa. Sidang pertama telah dilakukan.
Menurut Askolani, sindikat penyelundup rokok yang dikomandoi LHD memiliki kapal cepat yang mampu menjangkau seluruh pantai timur Sumatera, Kalimantan Barat, Jakarta, hingga Kalimantan Utara.
Lokasi-lokasi itu dapat dijangkau kapal-kapal LHD dalam sekali jalan tanpa perlu berhenti untuk mengisi bahan bakar.
”Dari situ terlihat cakupan wilayah berisiko yang harus kami hadapi semakin luas. Deteksi pelintasan (kapal yang mencurigakan) di Selat Singapura juga meningkat, dari sebelumnya 3-6 kali per minggu menjadi 10-14 kali per minggu,” kata Askolani.
Dari sejumlah kasus yang pernah diungkap aparat sebelumnya, diketahui para penyelundup itu mengangkut berbagai macam barang bernilai tinggi mulai dari narkotika, rokok, minuman beralkohol, benih lobster, pasir timah, hingga alat-alat elektronik.
Selain itu, perairan tersebut juga rawan digunakan untuk menyelundupkan pekerja migran tanpa dokumen. (*)
Tags : batam, kepulauan riau, direktorat jenderal bea dan cukai, regional, aktual, penyelundupan rokok, News,