LINGKUNGAN - Sekitar 14 aktivis lingkungan dari Koalisi Tanah untuk Rakyat (Titura) telah dibebaskan, setelah sempat "dibawa" ke kantor Kepolisian Resor Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (17/08).
"Nggak ada di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dibawa ke Polres Penajam Paser Utara. Kemudian jam 7an (malam) langsung dibawa pulang," kata pegiat lingkungan dari Greenpeace Indonesia, Arie Rompas didepan media, Minggu (18/08).
"Jadi posisi sudah tidak ditahan, dan mereka sudah balik ke Jakarta," sebut Arie.
Arie mengatakan kebanyakan yang dibawa ke Polres PPU adalah pegiat lingkungan yang memasang spanduk besar di Jembatan Pulau Balang.
Sebelumnya, dikabarkan puluhan aktivis dari organisasi masyarakat sipil sempat dibawa ke kantor kepolisian setelah mereka merayakan HUT ke-79 RI di kawasan Pantai Lango - sekitar 40 kilometer dari pusat Ibu Kota Nusantara (IKN).
Sebelumnya, sempat terjadi perdebatan antara aparat kepolisian dengan para pegiat lingkungan.
Kepolisian melarang kegiatan itu dengan argumentasi terkait izin, termasuk keselamatan.
Sementara para pegiat lingkungan mengatakan mereka menyelenggarakan kegiatan ini sebagai bentuk "perayaan 17 Agustus" dan risiko keselamatan "kami yang tanggung".
"Kita sampaikan ini bagian dari perayaan 17 Agustus dan kita bersama dengan masyarakat... jadi tidak alasan apapun (untuk ditangkap), ketika tidak ada tindakan kriminal, pelanggaran hukum, karena memang waktu aksi kawan-kawan memang profesional dan tidak merusak properti apa pun," tambah Arie.
Sehari sebelumnya, Kepala bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Komisaris Besar Yuliyanto, membantah adanya penangkapan.
"Tidak dilakukan penangkapan ya, Petugas kami sedang diskusi dengan mereka," ujarnya.
Koalisi ini terdiri dari Warga Korban Proyek IKN, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Jatam Kaltim, Pokja 30, Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Kaltim, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kaltim, Pokja Pesisir Balikpapan, PBH Peradi, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Eksekutif Nasional (Eknas) Walhi, dan PBHI.
Mereka membentangkan kain merah raksasa berukuran 50×15 meter dengan corak tulisan putih berbunyi “Indonesia is not for sale, Merdeka!” di Jembatan Pulau Balang.
Sejumlah banner lainnya juga terkembang dari atas perahu-perahu kayu yang melakukan parade kemerdekaan di perairan di bawah jembatan.
Beberapa di antaranya bertuliskan “Selamatkan Teluk Balikpapan”, “Tanah untuk Rakyat”, “Digusur PSN, Belum Merdeka 100%”, “Belum Merdeka Bersuara”, “79 Tahun Merdeka, 190 Tahun Dijajah”, dan lainnya.
Kata Arie, pesan dari perayaan ini jelas, "karena memang kami melihat bahwa pembangunan IKN ini sangat ugal-ugalan tanpa ada proses tanpa dipenuhinya prasyarat lingkungan dan sosial".
"Sebaliknya, pemerintah jor-joran kasih uang besar-besaran dan itu kebanyakan kepentingan-kepentingan segelintir orang, termasuk mengeluarkan kebijkaan 190 tahun HGU untuk investor," kata Arie.
"Itu bertentangan dengan kemerdekaan, terutama soal keadilan sosial bagi rakyat Indonesia," sambungnya.
Sementara itu dalam pelbagai kesempatan pihak Otorita IKN menyebut pemerintah menyiapkan program-progam pemberdayaan untuk masyarakat lokal, seperti "memajukan pendidikan setempat".
"Mengukur keberhasilan Otorita, keberhasilan pembangunan IKN itu jangan sekarang, tapi 2045," ujar Sekretaris Otorita IKN Achmad Jaka Santos Adwijaya pada Maret lalu.
Sementara itu, Ketua satgas percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara, Danis Sumadilaga mengatakan dorongan investasi ke IKN untuk kepentingan masa depan.
“Kita harapkan itu akan mendorong investor sebanyak-banyaknya untuk masuk ke investasi di IKN, karena investasi di IKN ini adalah investasi masa depan, bukan sekarang," katanya. (*)
Tags : aktivis Greenpeace Indonesia, Belasan Aktivis di Bawa ke Kantor Polisi, aktivis Bentangkan Spanduk Raksasa, Hak asasi, Politik, Masyarakat, Indonesia, Lingkungan,