Headline Sorotan   2025/12/03 22:31 WIB

Bencana Alam Terdahsyat di Sumatera yang Sudah Makan Korban Lebih dari 700 Orang, 'Jembatan Darurat Segera Dibangun untuk Atasi Infrastruktur'

Bencana Alam Terdahsyat di Sumatera yang Sudah Makan Korban Lebih dari 700 Orang, 'Jembatan Darurat Segera Dibangun untuk Atasi Infrastruktur'
Tim SAR mengevakuasi jenazah korban banjir di Malalak, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, Jumat (28/11).

Peristiwa bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh terus menyulitkan masyarakat setempat bahkan sudah makan korban.

umlah korban meninggal dunia setelah banjir dan longsor melanda sejumlah daerah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat terus bertambah.

Pada Selasa 2 Desember 2025 sore, jumlah korban meninggal dunia mencapai 744 orang, kata Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Adapun yang dinyatakan hilang mencapai 551 orang.

Data yang dilaporkan BNPB pada Selasa (02/12) pukul 18.44 WIB menunjukkan ratusan korban meninggal tersebar di Sumatra Utara (301), Sumatra Barat (221) dan Aceh (218).

"Jumlah yang terdampak 3,3 juta jiwa," tulis BNPB.

Badan ini juga mencatat bencana di 50 kabupaten di tiga provinsi ini telah merusak lebih dari 9.400 rumah warga.

"Fasilitas pendidikan rusak 323 unit. Jembatan rusak 299 unit." 

Dalam perkembangan terbaru, pemerintah telah menyiapkan pembangunan dua jembatan darurat di Aceh.

Rencananya jembatan itu akan membuka lagi akses Aceh-Sumatra Utara dan Bireuen-Takengon yang roboh akibat banjir.

Material rangka jembatan Bailey untuk kedua lokasi tersebut telah tiba pada Senin (01/12), seperti dilaporkan Serambinews.com.

Dalam perkembangan terbaru, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, pemerintah pusat akan mengambil alih sepenuhnya pengiriman logistik ke Provinsi Aceh melalui udara dari Jakarta dan Medan.

"Tapi pusat yang mengambil alih. Dropping dari Jakarta dan dari Medan," kata Tito saat ditemui di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (01/12).

Karena akses via darat terputus, Tito menyebut Provinsi Aceh memerlukan dukungan pangan yang didistribusikan menggunakan pesawat.

Sementara, Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan melakukan segala upaya untuk mengatasi kesulitan yang dialami pascabencana banjir di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.

Abdul Ghani, 57, mencari istrinya, Marsoni, yang hilang setelah banjir bandang menerjang Palembayan, Kabupaten Agam, Sumbar, Selasa (02/12).

Prabowo menyampaikan hal itu saat mengunjungi lokasi banjir dan longsor di Tapanuli Tengah, Sumatra Utara.

"Banyak jalan yang masih terputus, tapi kita segera melakukan segala upaya untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami," kata Prabowo.

Ia pun menyatakan bahwa pengiriman bantuan kepada korban bencana akan berlanjut setiap hari.

Ia menyebutkan, kapal besar yang sudah bisa mendarat di Sibolga hingga Hercules milik TNI akan dikerahkan.

"Sekarang masalah BBM, tapi kapal besar sudah mendarat di Sibolga, kemudian Hercules terus kita kerahkan. Mungkin tiap hari berapa titik bisa didaratkan, ya," katanya.

Usai berkunjung ke Tapanuli Tengah, Prabowo mengunjungi titik lokasi bencana di Kota Kutacane, Aceh Tenggara, Aceh, Senin (01/12).

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan hujan deras yang menyebabkan banjir besar dan longsor di banyak tempat itu disebabkan Siklon Senyar.

Peneliti dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, menyebut Siklon Senyar merupakan peristiwa langka karena hampir tak pernah terjadi di daerah khatulistiwa seperti Indonesia.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai kegagalan lingkungan, seperti memaraknya industri ekstraktif, membuat dampak hujan ekstrem menjadi lebih parah.

Sementara peneliti Limnologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Fakhrudin, menyebut pembangunan yang masif turut memperparah efek hujan ekstrem, karena membuat sungai mendangkal dan berubah bentuk.

Dua wilayah jadi 'perhatian serius'

Kepala BNPB, Suharyanto, mengatakan terdapat dua daerah yang masih terisolasi.

"Yang sekarang masih perlu mendapat perhatian secara serius adalah dua daerah. Yang pertama Tapanuli Tengah, yang kedua Sibolga," kata Surhayanto, Minggu (30/11).

"Tapanuli Tengah ini hanya bisa dicapai lewat udara.. Nah, Kota Sibolga hanya bisa dicapai lewat darat dari Tapanuli Tengah dan bisa dicapai lewat laut," katanya.

Kata dia, karena warga khawatir bahan makanan terbatas, maka terjadi insiden pengambilan bahan makanan di pertokoan modern. "Ini yang sebagian viral ke media sosial," tambahnya.

Saat ini jalur darat masuk kedua wilayah "belum bisa ditembus". Longsoran terjadi pada sekitar 50 kilometer jalan.

"Sekarang adanya satgas gabungan TNI/Polri sudah berusaha membuka [jalan]," kata Suharyanto.

Bantuan logistik "secara terbatas sudah masuk" melalui helikopter.

Tapi saat ini, dua kapal perang milik TNI AL yang membawa logsitik dari Jakarta menuju ke Sibolga, katanya.

"Jumlahnya nggak banyak, tapi akan datang terus-menerus,"jelas Suharyanto.

Pengiriman bantuan

Pemerintah pusat mengirimkan bantuan penanganan bencana alam ke tiga provinsi terdampak—Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat—pada Jumat pagi, 28 November 2025.

Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya, menjelaskan bahwa pengiriman bantuan terbaru menggunakan empat pesawat: tiga pesawat Hercules dan satu pesawat A400.

Keempat pesawat tersebut akan diterbangkan menuju bandara-bandara terdekat dari lokasi terdampak.

"Jadi akan ke Padang, Sumatra Barat, kemudian ke bandara terdekat di Tapanuli, itu tepatnya nanti akan ke bandara Silangit, Sumatra Utara, kemudian satu ke bandara di Banda Aceh dan Lhokseumawe Aceh Utara karena adalah bandara terdekat dengan lokasi terdampak," ungkap Seskab Teddy.

Bantuan yang dikirimkan mencakup 150 tenda, 64 perahu karet, sejumlah genset, 100 alat komunikasi, dan bahan makanan siap saji.

Selain itu, tim medis dari TNI dan dari Kementerian Kesehatan turut dikirimkan ke daerah-daerah terdampak bencana.

Kepala BNPB mengatakan pihaknya telah mendatangkan alat penyedia jaringan internet Starlink di lokasi pengungsian maupun di posko penanganan darurat.

"Starlink sudah didistribusikan ke pemerintah daerah, baik di titik pengungsian maupun di posko penanganan darurat," kata Suharyanto.

Bagaimana perkembangan di Aceh? 

Berdasarkan data BNPB per Selasa (02/12) pukul 18.44 WIB, korban meninggal di Aceh mencapai 218 jiwa. Badan ini juga melaporkan 227 orang dikabarkan hilang, 1.838 terluka dengan 449.600 warga yang mengungsi.

Korban terbanyak berasal dari Bener Meriah, Aceh Tenggara, dan Aceh Tengah. Hingga saat ini, pendataan masih berlangsung di sejumlah wilayah seperti Aceh Timur, Aceh Singkil, dan Aceh Utara.

Warga berjalan di depan masjid yang runtuh setelah banjir bandang di Nagari Paninggahan, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, Minggu (30/11).

Pengungsian tersebar luas di 20 kabupaten/kota, termasuk 96 titik di Kota Lhokseumawe.

Kondisi ini menjadi perhatian utama pemerintah daerah dan pusat untuk percepatan distribusi logistik dan layanan dasar.

Di Kabupaten Pidie Jaya, seorang warga Arini Amalia berkata: "Airnya deras, arusnya cepat… sudah seperti tsunami. Kalau tsunami airnya hitam, [banjir] ini airnya kuning keruh," ujarnya dengan suara bergetar.

Perempuan 28 tahun ini tinggal berdua bersama neneknya yang sudah menginjak kepala delapan di daerah Meureudu, ibu kota Kabupaten Pidie Jaya.

Banjir yang datang secara tiba-tiba itu diawali dari hujan lebat tanpa henti yang berlangsung sejak Rabu (26/11) tengah malam.

Dalam hitungan menit, katanya, sungai di kota itu meluap, menjalar hingga ke jembatan penghubung lintas Sumatra.

"Pokoknya air sungai meluap itu cepat sekali... arusnya cepat kali, dalam hitungan detik sampai ke jalan-jalan, masuk ke rumah."

Amalia yang masih terjaga, membangunkan neneknya yang sepuh.

Menuntunnya bangkit dari tempat tidur dan mengambil beberapa helai pakaian dari lemari untuk dibawa pergi.

"Saya cuma bisa bawa diri sendiri untuk menyelamatkan diri," ucapnya.

"Barang-barang semua saya tinggalin di rumah. Hanya bawa kunci doang. Habis itu saya lari sama nenek saya ke tempat saudara yang rumahnya lebih tinggi."

Begitu sampai di rumah kerabatnya, Amalia balik lagi ke rumah untuk membawa tambahan baju. Tapi begitu tiba, langkah kakinya terhenti.

Permukiman sekitar rumahnya sudah dikepung banjir setinggi pinggang orang dewasa. Ia tak berani menerobos derasnya air.

"Di depan rumah, samping, depan, semua sudah penuh [banjir]. Enggak bisa saya jalan lagi ke rumah," imbuhnya.

"Itu padahal masih hitungan menit," sambung Amalia.

"Saya sudah bisa membayangkan semua barang di dalam rumah terendam. Televisi, kulkas, kasur sudah terapung semua."

Esoknya, atau Kamis (27/11), hujan deras masih terus mengguyur Aceh.

Dengan modal nekat, dia memberanikan pulang ke rumah, sekadar mengecek kondisi rumah.

Namun, yang tampak justru semakin memilukan. Banjir menenggelamkan rumahnya.

"Sudah tenggelam."

"Kamis jam 5 subuh, hujan berhenti. Sekarang sudah nampak sinar matahari. Banjir sudah surut, tapi tinggal lumpur satu meter di dalam rumah," keluhnya.

Sepanjang hidupnya, Amalia mengaku tak pernah mengalami banjir sehebat ini di wilayahnya. Kalaupun hujan deras, banjir biasanya tak pernah melewati dengkul kaki.

"Tidak pernah. Kalau kata nenek saya, pokoknya ini terparah, dalam sejarah hidupnya inilah yang paling parah," katanya berulang kali seakan meyakinkan dirinya dan saya bahwa bencana kali ini tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Warga berjalan melintasi sungai menggunakan jembatan darurat di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, Sabtu (29/11). Tampak di sekeliling mereka kayu-kayu gelondongan pascabanjir bandang.

"Makanya saya sedikit trauma, karena bagaimana ya… kayak tsunami. Kalau tsunami airnya hitam, [banjir] ini airnya kuning keruh."

Saat ini, warga di kampungnya, betul-betul merana.

Listrik dan air padam sejak Rabu lalu.

Jalan-jalan dipenuhi lumpur tebal. Warga berjalan dengan pakaian basah. Beberapa di antaranya terpaksa mengungsi ke halaman toko lantaran tempat pengungsian juga kebanjiran.

Sebagian lagi mengungsi ke masjid yang cukup besar dan aman dari banjir.

"Harus bagaimana lagi, enggak bisa tidur sepanjang malam."

"Orang-orang sudah depresi, nangis, lapar. Sampai sekarang belum pada pasokan bantuan makanan. Ada anak kecil minum pakai air hujan yang ditampung, untuk bertahan."

Yang bikin Amalia makin khawatir, barang-barang di toko yang menjual kebutuhan pokok makin menipis.

Warung makan bahkan menjual nasi dan lauk seharga Rp20.000, padahal biasanya hanya Rp8.000.

"Saya kebetulan di tempat saudara, stok masih banyak. Jadi kami makan nasi sedikit dan telur empat butir dibagi tujuh orang."

Karenanya dia berharap pemerintah segera mengirim bantuan makanan.

"Yang pertama dibutuhkan makanan, listrik juga karena sebagian kerabat tidak bisa menghubungi kami. Ada yang ingin tanya kabar orang tuanya bagaimana di sini."

Sebelumnya, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, Kamis (27/11), telah menetapkan status tanggap darurat di wilayahnya setelah sejumlah kabupaten dan kota di provinsi tersebut terendam banjir dan longsor.

Status tanggap darurat berlaku selama 14 hari, mulai 28 November hingga 11 Desember 2025.

"Hari ini saya Gubernur Aceh menetapkan status keadaan tanggap darurat bencana hidrometeorologi di Aceh," kata Muzakir dalam keterangan pers.

Penetapan status tanggap darurat itu diambil Pemerintah Provinsi Aceh setelah melihat dampak banjir dan longsor.

Akses transportasi Banda Aceh menuju Medan lumpuh setelah jembatan yang menghubungkannya ambruk akibat banjir.

"Pemerintah Aceh melalui SKPA telah memberikan bantuan penanganan bencana," ujarnya.

Akses transportasi di beberapa wilayah Aceh mengalami kerusakan signifikan.

Jalur nasional perbatasan Sumut–Aceh terputus akibat longsor. Kerusakan jembatan di Meureudu menyebabkan terhentinya konektivitas Banda Aceh–Lhokseumawe–Aceh Timur–Langsa–Aceh Tamiang.

Sejumlah kabupaten seperti Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Bener Meriah saat ini tidak dapat diakses melalui jalur darat karena kerusakan total pada jalan nasional maupun jembatan.

Kondisi ini menyebabkan daerah-daerah tersebut terisolasi.

Di Kabupaten Aceh Tengah, ratusan warga Kampung Merah Mersah, Kecamatan Lut Tawar, berkontak dengan dunia luar melalui sambungan internet Starlink yang ditenagai genset di kantor kepala desa.

"Itu pun tidak tahu sampai berapa lama karena tidak ada persediaan solar lagi," kata Iwan.

Menurut Iwan, listrik dan jaringan telpon seluler di kawasan itu padam.

Akses ke ratusan kampung di Aceh Tengah juga belum dapat diakses karena jalan serta jembatan putus.

Jalan nasional yang menghubungkan Takengon-Bireuen, Takengon-Gayo Lues, Takengon-Nagan Raya, Takengon Pamer (Pameu), Takengon-Aceh Utara via Jalan KKA juga terputus.

Jembatan Pelang, yang menghubungkan antara Kecamatan Silihnara dengan Rusip Antara (Lintas Pamar), Kabupaten Aceh Tengah, putus akibat banjir bandang melanda kawasan tersebut.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Aceh Tengah per 28 November 2025, 14 warga di kawasan itu meninggal dunia dan ribuan rumah rusak parah.

Jalur udara menjadi alternatif utama dengan pemanfaatan Bandara Perintis Gayo Lues dan Bandara Rembele Bener Meriah.

Untuk menjaga kelancaran komunikasi darurat, perangkat Starlink telah dipasang di Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Bener Meriah, serta dalam proses mobilisasi ke beberapa wilayah lainnya

Salah seorang warga Banda Aceh, Azharul Husna, mengatakan bahwa listrik di daerahnya padam sejak dua hari lalu. Sinyal telekomunikasi pun hilang-timbul.

"Saya dan keluarga semalam mengungsi tanpa listrik dan jaringan [internet]," kata Husna, seraya menambahkan bahwa banjir berasal dari luapan Krueng Aceh.

"Kreung Aceh dalam kondisi siaga, meski tidak separah Aceh Timur dan Aceh Utara, Lhokseumawe," lanjut Husna, sembari menyebut bahwa ia tak bisa menghubungi keluarga dan kenalannya di Aceh Timur.

Dikutip dari Kompas.com, Bupati Aceh Tengah menyebut daerahnya terdampak cukup parah.

Sejumlah jalan terputus akibat terendam banjir dan lonsor, antara lain, akses menuju Aceh Utara melalui Gunung Salak dan Gayo Luwes menuju Takengon-Blangkejeren.

Bagaimana perkembangan di Sumut?

Banjir dan longsor di Sumatra Utara menyebabkan 301 korban meninggal dunia dan 163 orang hilang, menurut BNPB pada Selasa (02/12) pukul 18.44 WIB.

Adapun jumlah pengungsi mencapai 527.300 jiwa.

Korban tersebar di beberapa wilayah, seperti Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Humbang Hasundutan, dan Kota Padang Sidempuan.

"Data ini akan berkembang terus masih ada titik-titik yang belum ditembus. Yang diindikasikan di lokasi longsor itu mungkin juga ada korban jiwa," ungkap Kepala BNPB, Suharyanto.

Gangguan infrastruktur turut berdampak pada akses transportasi.

Akses darat di beberapa kabupaten masih terputus akibat longsor dan kerusakan jembatan.

Di Tapanuli Utara, jalan Tarutung–Sibolga terputus di sejumlah titik dan sejumlah desa di Parmonangan dan Adiankoting masih belum dapat dijangkau dengan total lebih dari 12.000 jiwa terdampak.

"Untuk Tarutung-Sibolga ini masih normalisasi. Yang bisa ditembus alat berat ini 40 kilometer," kata Kepala BNPB, Suharyanto.

Di Mandailing Natal, jalur Singkuang–Tabuyung serta ruas Batang Natal–Muara Batang Gadis terputus pada beberapa titik sehingga sejumlah kecamatan terisolasi.

Di Tapanuli Tengah, pembersihan material longsor terus dilakukan pada ruas jalan nasional Sibolga–Padang Sidempuan, Sibolga–Tarutung, serta jembatan yang rusak di beberapa titik.

Penyaluran logistik telah dilakukan terutama di Tapanuli Tengah dan Mandailing Natal, termasuk bantuan beras, makanan siap saji, tenda, terpal, serta family kit.

Pemerintah pusat juga mengerahkan personel BNPB, TNI/Polri, serta dukungan lintas kementerian/lembaga.

Bantuan Presiden berupa alat komunikasi, genset, LCR, kompresor, tenda, dan kebutuhan konsumsi telah disalurkan.

Dukungan alutsista meliputi pesawat Caravan, helikopter Airbus EC 155 untuk distribusi logistik-peralatan dan alat berat untuk mempercepat pembukaan akses desa terdampak.

Bencana ini turut mengganggu sistem jaringan telekomunikasi sehingga memicu keterlambatan pendataan, distribusi hingga perkembangan informasi di lapangan.

BNPB menempatkan alat penyedia jaringan internet Starlink yang sementara ditempatkan di lokasi pengungsian maupun di posko penanganan darurat.

Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, mengungkap puluhan orang meninggal dunia akibat banjir dan tanah longsor di wilayah yang dipimpinnya.

"Data korban meninggal dunia 34 orang, hilang 33 orang, serta ribuan KK masih terisolir untuk segera dievakuasi," paparnya dalam keterangan tertulis kepada media, Jumat (28/11).

Bencana tersebut juga menyebabkan ratusan orang mengungsi.

"Data pengungsi Posko Pengungsian GOR Pandan total 347 orang," sebutnya.

Ke- 347 orang itu terdiri dari 89 pria dewasa, 96 perempuan dewasa, 109 anak, 43 bayi, dan 10 lansia.

Menurutnya, Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga praktis terisolir karena terjadi pemadaman listrik total, gangguan jaringan telekomunikasi dan internet, serta akses jalan terputus.

Dia menyebut jalan dan jembatan jalur lintas Sumatra menuju Kabupaten Tapanuli Tengah, baik dari Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, ataupun Tapanuli Selatan/Kota Padangsidempuan telah terputus akibat longsor.

"Oleh karena itu, distribusi bantuan mendesak disalurkan via laut dan udara (Bandara Pinangsori, Tapanuli Tengah)," ujarnya.

Yopi Aghaji, warga Kecamatan Sihitang, Kota Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan, mengatakan bahan pokok dan pangan sudah banyak habis dan langka.

"Kalaupun ada stok, harganya mahal sekali. Harga cabai dari Rp50.000/kg naik jadi Rp100.000/kg. Bahan pangan yang sudah habis mencakup ikan laut, minyak goreng, dan sayur," paparnya.

BBM juga makin langka. Menurut Yopi, banyak warga yang antre membeli BBM tapi akhirnya tidak kebagian karena bensin habis di SPBU, pada Kamis (27/11) malam.

"Kondisi saat ini di kota, aktivitas warga masih belum normal. Masih ada pemadaman listrik bergilir. Sekolah juga diliburkan sampai akhir pekan ini," tuturnya.

Juru Bicara Polda Sumatra Utara, Komisaris Besar Ferry Walintukan, menyebut gelombang bencana banjir, tanah longsor, dan puting beliung terjadi di 12 kabupaten dan kota.

Ada pula Tapanuli Selatan yang mencatat 13 titik mengalami longsor dan 31 wilayah terendam banjir.

"Kami terus mempercepat pencarian warga yang belum ditemukan. Tim bergerak siang dan malam karena pada beberapa titik kondisi medan cukup berat akibat akses jalan terputus," pungkas Ferry.

Bagaimana perkembangan di Sumbar?

Korban meninggal dunia di Sumatra Barat terus dilaporkan. Menurut BNPB per Selasa (02/12), sebanyak 225 jiwa meninggal, dan 161 dilaporkan hilang.

"Jumlah terluka 112 jiwa. 137.600 mengungsi," tulis laporan BNPB.

Jumlah korban meninggal dunia terbanyak berasal dari Kabupaten Agam.

Puluhan lokasi pengungsian didirikan di Pesisir Selatan, Kota Padang, dan beberapa titik lain di Kabupaten Solok, Pasaman, dan Tanah Datar. 

Kerusakan juga terjadi pada sarana transportasi, termasuk lima jembatan rusak di Padang Pariaman.

Sejumlah ruas jalan provinsi dan nasional terputus, termasuk ruas Koto Mambang–Balingka, Pasar Baru–Alahan Panjang, Panti–Simpang IV.

Kemudian jalan nasional Padang Panjang–Sicincin dan Simpang Taman–batas Lubuk Sikaping juga putus.

Pemda Sumbar pada Selasa (25/11) telah menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari, hingga 8 Desember.

Salah seorang warga Lubuk Minturun bernama Meri Osman mengatakan, banjir datang sekitar pukul 04.00 WIB.

Ia yang tengah tertidur, kala itu sontak terbangun setelah mendengar dentuman.

"Saya lihat ke luar, ada air," kata Meri, seraya menyabut air mengalir kencang.

Ia pun mengungsikan istri dan anaknya ke atas lemari, tapi air yang kian deras perlahan menggerus rumahnya.

Meri lantas berusaha mencari tempat perlindungan lain, dengan menyeberangi arus air yang deras, tapi sempat terbawa arus, sebelum akhirnya bisa menyelamatkan diri.

"Saya sempat terbawa arus, tapi berpengangan pada tali jemuran," ujarnya.

Sementara itu, di Kota Padang puluhan orang menjejali lorong-lorong Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar yang terletak di Jalan Jati, Kecamatan Padang Timur.

Dari wajah-wajah mereka terasa kesedihan, dan juga harapan.

Siang itu, mereka berkumpul di depan rumah sakit untuk mencari kerabat yang hilang akibat banjir dahsyat yang terjadi beberapa hari lalu.

Di tengah penantian, sayup-sayup suara sirine mobil ambulans terdengar. Semakin lama, suara itu makin jelas. Sebanyak tujuh kendaraan beriringan memasuki halaman rumah sakit.

Afridayeni (46 tahun) langsung bangkit berdiri untuk melihat apa yang dibawanya. Suaminya, Jolfariandi (48 tahun) menyusul.

Ia ingin memastikan siapa yang di dalam mobil itu, sembari berharap ada sang putri di dalamnya.

Sopir ambulans bergegas keluar dan membuka pintu belakang. Nampak satu kantong jenazah berwarna kuning, yang seketika membuat tangis Afriyeni pecah.

Di kepalanya, jasad di dalamnya adalah anaknya yang diduga menjadi korban banjir bandang di perbatasan Tanah Datar-Padang Panjang, Kamis (27/11).

Karena tak sanggup menahan pilu, Afriyeni memeluk putri sulungnya, Wulan Sundari dan menangis sejadi-jadinya.

Si sulung Wulan, mencoba menenangkan ibunya.

"Belum tahu juga kalau itu Alufah," ujar Wulan sembari membelai punggung sang ibu.

Beberapa mobil ambulans lanjut mengantre untuk menurunkan jenazah yang diboyong dari Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman.

"Ini semuanya korban yang dari Silaing yang kemungkinan hanyut sampai ke Kayu Tanam," ucap Datuak salah seorang sopir ambulans.

Tak cuma Afriyeni yang gelisah menanti kabar, puluhan warga lainnya yang berada di rumah sakit juga punya perasaan yang sama: menunggu kepastian. Pasalnya hingga saat ini jumlah korban belum dapat dipastikan.

Wulan Sundari kemudian bercerita mengapa keluarganya meyakini sang adik menjadi korban bencana banjir.

"Adik saya itu pergi bersama temannya ke Bukittinggi kemarin. Saya mengetahuinya dari story di Instagramnya pada hari sebelumnya," kisahnya.

Tahu bahwa adiknya di sana, dia memarahi Alufah dan mendesaknya untuk segera pulang karena hujan yang tak kunjung reda.

"Terakhir saya kontak dengan adik saya sekitar pukul 10.00 WIB dan dia mengatakan sedang dalam perjalanan menuju Kota Padang bersama tiga temannya menggunakan mobil Brio berwarna merah."

Beberapa saat setelahnya, nomor telepon sang adik tak bisa dihubungi. Keluarga pun mencoba mencari tahu keberadaan Alufah.

Sampai akhirnya keluarga dari teman adiknya yang pergi bersama mengatakan, kawan sang adik meninggal dalam bencana banjir.

Mendengar kabar itu, Wulan bersama anggota keluarganya langsung menuju Kota Padang untuk memastikan apakah adiknya bernasib sama.

"Kami sampai di sini sekitar pukul 00.00 WIB dini hari dan kami sudah menanyakan ke bagian informasi soal identitas adik saya yang mungkin juga jadi korban dalam bencana kemarin," katanya.

Sore itu sudah pukul 16.58 WIB, tapi Wulan dan keluarga masih belum mendapatkan kepastian soal nasib adiknya.

"Kami masih berharap dia selamat," cetusnya. "Tapi kalau memang sudah tidak ada, kami ikhlas. Tapi kami harap dia ditemukan."

Harapan itu rupanya pupus setelah tim identifikasi memberikan kabar yang mengejutkan usai proses identifikasi yang berlangsung selama tiga jam.

Alufah atau Rahayu Putri Anjani adalah satu dari tujuh jenazah yang dibawa oleh mobil ambulans tersebut.

Sontak tangis Wulan dan ibunya berderai.

Keduanya saling berpelukan, saling menguatkan satu sama lain. Sementara bapak, hanya terdiam menahan air mata.

"Kami akan memakamkannya di kampung halaman di daerah Surian, Solok," kata Wulan, pelan.

Kepala Kantor SAR Padang, Abdul Malik, menuturkan hingga saat ini pihaknya tidak bisa memastikan jumlah korban yang terdampak banjir juga longsor di daerahnya.

Dia bilang, pencarian terus dilakukan di sekitaran jalan Padang Panjang dan sungai. Sebab ada kemungkinan korban terbawa arus. Selain juga mengecek di antara tumpukan kayu dan bebatuan besar.

Abdul Malik berpesan jika ada masyarakat yang merasa kehilangan anggota keluarganya bisa langsung melapor ke Basarnas di lokasi pencarian. Termasuk mengunjungi kantor pusat di Padang dan posko kebencanaan.

Bagaimana sains menjelaskan fenomena ini?

Badan Meteorolog Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan hujan deras yang menyebabkan banjir besar dan longsor di banyak tempat itu disebabkan siklon Senyar.

Peneliti dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, mengamini pernyataan tersebut.

Pertanyaannya, bagaimana siklon Senyar bisa terbentuk?

Sejauh mana dampak siklon tersebut terhadap hujan ekstrem yang memicu banjir dan tanah longsor di banyak daerah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat?

Seberapa besar pengaruh Siklon Senyar?

Erma Yulihastin mengatakan, Siklon Senyar merupakan faktor alam yang sangat berpengaruh dalam menyebabkan hujan ekstrem di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat —yang belakangan memicu beragam bencana.

Menurut Erma, siklon tersebut memicu pembentukan Meso-scale Convective Complex atau kumpulan klaster awan hujan masif yang mengakibatkan hujan berkelanjutan serta angin kencang.

Hal itu pun tergambar dari catatan curah hujan harian yang tinggi di pesisir barat Sumatra pada 23-24 November lalu.

Pada 23 November, curah hujan di pesisir barat Sumatra mencapai 160 mm/hari, sementara pada 24 November mencapai 226mm/hari.

Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata hujan bulanan di Indonesia yang berkisar 150mm, terang Erma.

Dalam penjelasan kepada BBC News Indonesia, periode 23-24 November ini bahkan belum dilabelkan sebagai Siklon tropis Senyar —masih disebut 04B.

"Kalau dalam satu hari di atas 100mm, itu sudah ekstrem. Apalagi kalau sudah 200mm," ujar Erma.

Curah hujan lebih tinggi terjadi pada 26 November, saat Erma dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) resmi melabeli fenomena alam itu sebagai siklon Senyar.

Pada 26 November, curah hujan harian di pesisir barat Sumatra disebut Erma mencapai 200mm, sementara di Aceh dapat mencapai 300mm/hari.

Khusus wilayah Tapanuli Tengah dan Sibolga—dua kota Sumatra Utara yang berada di pesisir barat pulau—curah hujan dalam empat hari bahkan dapat mencapai 800mm.

Tingginya curah hujan di pesisir barat Sumatra itu disebabkan "angin baratan" yang berembus dari Sumadera Hindia menuju Sumatra turut membawa awan hujan.

Namun, saat memasuki Sumatra, awan-awan tersebut tertahan oleh Bukit Barisan yang memanjang di sisi barat pulau, dari Aceh hingga Lampung.

"Terkena efek Bukit Barisan, jadi terblok. Hujan lah di situ, hingga sampai 226mm/hari," terang Erma.

Bagaimana Siklon Senyar terbentuk?

Erma menyebut Siklon Senyar terbentuk dari pertemuan antara angin monsun Asia yang masuk dari utara melalui Laut China Selatan dan angin barat yang berembus dari Samudera Hindia.

Kedua angin itu bertemu di perairan Selat Malaka yang panas, sehingga menghasilkan pusaran atau vortex.

"Permukaan laut yang panas itu menjadi 'bahan bakar'," kata Erma, seraya menambahkan bahwa suhu panas yang dapat memicu vortex setidaknya harus di atas 27,7 derajat celcius.

"Itu nge-lead pembetukan badai, [dan] itu memang harus dari laut."

Normalnya, terang Erma, vortex tidak muncul di Selat Malaka yang dekat dengan garis khatulistiwa lantaran gaya coriolis yang lemah.

Gaya coriolis adalah efek pembelokan angin yang bergerak karena bumi berputar.

Pada sisi utara bumi, angin berbelok ke kanan sementara di belahan selatan angin berbelok ke kiri.

Secara sederhana, gaya ini seperti menuangkan air ke ember yang berputar perlahan. Air tidak akan akan jatuh lurus ke tengah, tapi membentuk pusaran.

Alhasil, benih siklon biasanya hanya akan muncul di atas atau di bawah garis khatulistiwa.

Lantas, kenapa benih siklon itu kali ini bisa muncul di Selat Malaka yang dekat garis khatulistiwa?

Erma menyebut perubahan iklim yang membuat permukaan laut lebih panas sebagai salah satu penyebabnya.

"Sudah pasti. Kejadian di Selat Malaka itu didukung oleh laut yang memanas, suhu yang meningkat. Tiga faktor itu bertemu, jadi vortex yang memutar," ujar Erma.

Apakah ada kasus siklon tropis di khatulistiwa sebelumnya?

Kasus siklon tropis dekat garis khatulistiwa pertama tercatat pada 27 November 2001 .

Siklon yang dinamakan Vamei ini pada posisi 1,5 derajat lintang utara, tak jauh dari ujung Semenanjung Malaysia.

Hujan deras disertai angin kencang sekitar 75km/jam kala itu membuat Singapura dilanda banjir. Dampaknya terasa hingga Johor di Malaysia.

Dalam pemaparan yang dirilis sejumlah peneliti dari Department of Meteorology, Naval Postgraduate School, Monterey, Amerika Serikat setahun setelahnya, siklon tropis semacam Vamei disebut akan berulang setiap 100-400 tahun.

Namun, penelitian itu kini mental setelah siklon Senyar terbentuk di Selat Malaka —tak jauh dari khatulistiwa.

Kenapa return period siklon tropis itu muncul lebih cepat dari perkiraan?



Erma mengatakan, "Kami belum tahu. Kami justru ingin mencari tahu mekanismenya."

Bagaimana perkiraaan Siklon Senyar ke depannya?

Erma menjabarkan gejala Siklon Senyar mulai terbentuk sekitar 18 November lalu di Selat Malaka, perairan antara Indonesia dan Malaysia.

Erma memaparkan perkembangannya dalam beragam istilah sains.

Pada 18 Novembe, gejala yang terbentuk masih berupa vortex dengan radius putar berkisar 10km/jam.

Periode itu berlangsung sampai 20 November, terang Erma.

Pada 21-22 November, vortex terpantau mulai membesar dan mengencang, dengan kecepatan radius putaran mencapai 35km/jam.

Fase ini diistilahkan sebagai 95B, atau dalam bahasa awam dapat disebut bibit siklon tropis.

Sepanjangan pembentukan ini, Erma menyebut pusaran bibit siklon sebenarnya masih "di tengah-tengah Selat Malaka", tapi sempat bergeser ke Malaysia dan memicu hujan lebat serta angin kencang yang menyebabkan banjir di sejumlah wilayah di negara tersebut.

Setelah sempat "menyerempet" Malaysia, bibit siklon itu lalu kembali ke Selat Malaka dan terus menguat, dengan kecepatan radius putaran mendekati 50km/jam.

Bibit siklon ini pun "naik kelas" menjadi 04B pada 23 November, dengan kecepatan mencapai 85km/jam.

Terminologi 04B secara sederhana sudah dapat dikategorikan sebagai sebuah siklon —kendati lemah.

Seiring waktu, siklon terus menguat di Selat Malaka hingga akhirnya secara resmi disebut siklon Senyar oleh BMKG pada 26 November.

Apesnya, terang Erma, saat makin menguat, siklon Senyar justru bergerak ke arah pesisir timur Sumatra, dengan pusatnya di langit Langsa, Aceh.

Setelah sempat menyebabkan hujan deras disertai angin kencang yang menyebabkan beragam bencana seperti banjir dan tanah longsor di tiga provinsi di Sumatra, siklon itu kemudian kembali ke Selat Malaka pada 27 November.

Berdasarkan pantauan satelit, siklon Senyar sempat kembali "menghampiri" Malaysia pada Kamis (27/11) siang, tapi dalam kondisi yang disebut Erma "sudah pecah, sudah memudar."

Kendati begitu, Erma menyebut siklon ini belum sepenuhnya hilang.

"Dari pantauan kami, ada redevelompment, dia kembali ke tengah [Selat Malaka]," ujar Erma.

"Terbentuk lagi di laut, tapi lautnya melipir ke wilayah kita [pesisir timur Sumatra]."

Pertanyaannya, ancaman apa yang dapat terjadi setelah redevelopment siklon itu?

Erma memperingatkan potensi hujan deras disertai angin kencang kembali terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada Jumat, 28 November.

"Berpotensi terkena hantaman lagi," terang Erma.

Lalu, sampai kapan siklon ini akan terus bolak-balik menghampiri wilayah Indonesia?

Erma memprediksi siklon akan pecah sebagai squall line atau awan badai memanjang pada 29 November di wilayah Malaysia-Singapura, lalu perlahan menjauh menuju Laut China Selatan.

"Jadi, 27-28 [November] kita harus lacak terus badainya. Jangan sampai lengah, dikira mereda, tapi ternyata bisa redevelop," ujarnya.

"Pada 29 [November], belum tentu juga dia mereda. Kalau sudah di Laut China Selatan, bisa bisa lebih besar karena gain energi makin besar karena lautnya makin luas."

Apakah Siklon Senyar faktor tunggal penyebab masifnya dampak bencana?

Kendati Siklon Senyar sebagai faktor penting penyebab munculnya rangkaian bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, sejumlah faktor lain disebut turut memperparah dampak bagi masyarakat.

Apa saja faktor yang memperparah dampak siklon? Bagaimana komentar pakar lingkungan?

Peneliti Limnologi BRIN, Fakhrudin, menyebut pembangunan dan penebangan hutan yang masif turut memperparah efek hujan ekstrem dan angin kencang.

Menurut Fakhrudin, penggundulan hutan membuat erosi tanah meningkat.

Tanah yang terbawa air kemudian akan meningkatkan sedimentrasi, membuat sungai menjadi keruh dan dangkal.

Akibatnya, saat hujan deras turun, sungai tak lagi mampu menampung air sehingga potensi banjir meningkat.

"Itu sudah mengubah sifat-sifat permukaan tanah. Dulu [sungai] ada legok, sekarang jadi lurus," kata Fakhrudin.

Perubahan bentuk itu, terang Fakhrudin, membuat aliran air menjadi lebih cepat.

Alhasil, saat hujan deras, sungai tak mampu menyalurkan air dengan baik sehingga meluap ke permukiman.

Belum lagi persoalan permukaan tanah yang banyak ditutupi material yang tidak menyerap air, seperti aspal.

Fakhrudi menyebut air akan mengalir ke sungai lebih cepat.

Saat dikombinasikan dengan pendangkalan, kemampuan sungai untuk menyalurkan air yang melemah, dan hujan deras, maka Fakhrudin menyebut banjir adalah keniscayaan.

"Dengan curah [hujan] yang sama pun juga akan banjir," pungkasnya.

Bagaimana komentar pegiat lingkungan?

Jalur utama yang menghubungkan Aceh dan Sumatra Utara di Meureudu, Pidie Jaya terputus, pada 28 November 2025. 

Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Sumatera Utara, Jaka Damanik, menyoroti aktivitas industri ekstraktif sebagai penyebab masifnya dampak hujan deras kali ini.

Jaka menyebut ekosistem Batang Toru yang merupakan bagian hutan tropis yang membentang dari Tapanuli Utara hingga Tapanuli Selatan kini banyak dikuasai perusahaan tambang, perkebunan, dan energi.

Ketiga wilayah ini terdampak parah saat hujan deras dan angin kencang akibat siklon Senyar tiba.

"Pemerintah harus mengevaluasi izin-izin perusahaan yang beroperasi di ekosistem Batang Toru. Harus dievaluasi, minimal jangan diperluas," kata Jaka.

Berdasarkan catatan WALHI Sumatra Utara, luasan ekosistem Batang Toru berkisar 250.000 hektare, tapi dalam lima tahun terakhir "mengalami deforestasi mencapai 30 persen."

"Sekarang logikanya kan logika ekonomi… Kami berharap kebijakan yang pro lingkungan dapat diterapkan dengan baik oleh pemerintah," pungkasnya. (*)

Tags : bencana alam, bencana banjir dan longsor, bencana alam di sumut, aceh dan sumbar, perkembangan, bencana rengut jiwa, bencana banjir dan longsor di tiga provinsi, indonesia, perubahan iklim, lingkungan, alam, Sorotan,