"Kisah anak mencari ayahnya yang jadi korban longsor area tambang emas ilegal di Gorontalo menyisakan kematian dan oraqng-orang yang hilang"
encana tanah longsor di area pertambangan emas ilegal di Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, disebut sebagai konsekuensi pembiaran aktivitas tambang ilegal oleh aparat penegak hukum hingga elite politik.
Hingga Jumat 12 Juli 2024 kemarin, jumlah korban meninggal dunia tercatat sebanyak 26 orang, demikian keterangan tertulis dari Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).
Badan ini juga melaporkan setidaknya 19 orang masih dalam pencarian, sementara 280 lainnya dinyatakan selamat. Jumlah total korban 325 orang.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar menuduh keberadaan tambang ilegal di Gorontalo dan banyak wilayah lain di Indonesia sebagai "ATM oleh aparat keamanan dan juga elite politik lokal hingga nasional".
"Padahal mereka memiliki kekuatan untuk melakukan penindakan hingga membereskan sengkarut tambang ilegal. Operasionalnya terbuka kok, tapi kan semua dibiarkan begitu saja,” katanya kepada wartawan, Senin (08/07).
Merespons tudingan pembiaran, Penjabat Sekda Bone Bolango, Aznan Nadjamudin, menjelaskan bahwa pihaknya tidak bisa melarang atau menutup aktivitas ilegal itu.
“Karena tambang di Suwawa yang dikelola oleh masyarakat adalah masuk di wilayah kontrak GM [Gorontalo Mineral]. Kami pemda tidak bisa melarang aktivitas penambang. Yang bisa melarang dan menutup aktivitas penambang di lokasi adalah Gorontalo Mineral,” kata Aznan.
Selain itu, menurut Penjabat Gubernur Gorontalo, Rudy Salahuddin, upaya penertiban oleh aparat telah dilaksanakan berulang. “Namun masyarakat tetap bersikeras dan tetap melaksanakan kegiatan pertambangan tradisional tersebut,” katanya.
Kabid Humas Polda Gorontalo, Kombes Pol. Desmont Harjendro belum memberikan tanggapan.
‘Saya pasrah, saya serahkan pada hasil tim SAR’
Renaldi Kadili, 23 tahun, terlihat murung. Dia bersama kerabatnya tengah menanti kabar sang ayah, Saiful Kadoli, yang belum ditemukan di lokasi bencana longsor, hingga Senin sore (08/07).
Dari tempat kerjanya di sebuah koperasi di Kecamatan Tomini, Sulawesi Tengah, Renaldi menuju Desa Poduwoma, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, untuk menjemput ayahnya.
Saiful Kadoli adalah penambang emas tradisional yang telah lama mengais rezeki di Suwawa Timur - sebuah kawasan hutan yang dikenal sejak dulu sebagai daerah penghasil emas.
"Ayah berangkat ke lokasi tambang tiga hari yang lalu. Katanya mencari emas untuk membeli susu adik bungsu kami," kata Renaldi, Senin (08/07).
Adik bungsu Rinaldi masih berumur tujuh bulan. Saat ini dia diasuh oleh ibunya di rumah mereka di Desa Dulohupa, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo.
Saiful berangkat dengan dua kerabatnya, Hendra Pakay dan Upu Kadoli.
"Sebenarnya keluarga sudah sempat mengingatkan untuk menunda dulu keberangkatan ke tambang karena sering terjadi hujan lebat," ujar Renaldi yang memiliki empat adik.
Namun ayahnya tetap bersikukuh untuk berangkat secepatnya karena harus memenuhi kebutuhan keluarganya, termasuk kebutuham susu sang adik yang masih bayi.
Saat terjadi longsor, Renaldi ditelepon ibunya. Dia diminta segera berangkat ke Suwawa Timur. Bersama kerabatnya, Renaldi menaiki mobil bak terbuka.
Sesampai di Desa Poduwoma, yang menjadi posko SAR, Renaldi tidak bisa ke lokasi longsor, yang berjarak sekitar 23 km. Sebab, akses jalan hanya dapat dilalui oleh sepeda motor yang telah dimodifikasi untuk bisa menembus hutan.
Kini, Renaldi hanya bisa pasrah memarkir kendaraannya di tepi jalan, tidak jauh dari Posko Pencarian dan Pertolongan gabungan.
Ia sepenuhnya mengandalkan tim penolong untuk membawa orang tuanya bagaimana pun kondisinya.
Anggota tim penyelamat membawa korban longsor di Desa Tulabolo, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.
"Saya pasrah, saya serahkan pada hasil tim SAR saja," ujar Renaldi.
Sudah berjam-jam ia menanti di tepi jalan, tapi belum ada hasil. Sesekali ia mengamati pemandangan desa di sebelah sungai Bone yang tidak jauh dari tempatnya.
Dari desa inilah tim pertolongan mengevakuasi korban melewati jembatan gantung ke Desa Poduwoma.
Tumpukan nasi bungkus di dalam plastik belum disentuhnya. Perasaanya hanya tertuju pada sang ayah yang belum ditemukan.
"Saya sempat video call dengan ayah, ia sempat bilang berangkat kerja ke tambang untuk memenuhi kebutuhan susu adik," ungkap Renaldi.
Bagaimana proses pencarian korban?
Jalan aspal sempit di Desa Poduwoma dipenuhi kendaraan di kedua sisinya. Sejumlah mobil ambulans terparkir menanti kedatangan korban di sisi jalan yang berhimpitan dengan Sungai Bone.
Di seberang sungai ini terlihat hutan yang diselimuti mendung.
Namun sudah berjam-jam, tim SAR belum juga nampak membawa korban melintasi jembatan gantung yang menghubungkan Desa Tulabolo dengan Desa Poduwoma.
Jembatan gantung ini hanya bisa dilewati pejalan kaki dan motor. Jika dua kendaraan berpapasan, salah satunya harus berhenti karena sempitnya badan jembatan ini.
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Provinsi Gorontalo, Heriyanto, mengatakan saat ini tim SAR gabungan terus berusaha untuk mengevakuasi korban. Medan yang sulit membuat proses pertolongan tidak segera langsung membuahkan hasil.
"Korban yang kami cari ada kemungkinan selamat namun juga mungkin meninggal dunia," kata Heriyanto.
Petugas Kantor SAR Gorontalo mendata jumlah korban tanah longsor di posko SAR Desa Tulabolo, Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Senin (08/07/2024).
Ia menyebut lokasi bencana ini terjadi di titik bor 1, 2, 3, 18 dan 19, yang merupakan bekas survei eksplorasi perusahaan. Lokasi ini yang menjadi tempat pencarian tim SAR gabungan.
Pertolongan dalam bencana longsor ini merupakan yang pertama bagi KPP Gorontalo. Namun menolong penambang yang terjebak dalam lubang galian, KPP Gorontalo sudah tiga kali melakukan pertolongan.
Heriyanto menyebut penyebab longsor di tambang emas tradisional ini adalah curah hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir.
"Polda juga sudah meminta bantuan alat berat ke PT Gorontalo Minerals untuk membantu pencarian ini," ujar Heriyanto.
Heriyanto mengaku alat berat bantuan ini sedang ke lokasi bencana. Namun karena kondisi medan yang sulit dan hujan terus berlangsung, alat-alat berat itu belum tiba di lokasi bencana.
Saat Senin lalu 8 Juli 2024, pertama kali dilaporkan jumlah korban meninggal sebanyak 12 orang. Namun jumlahnya terus berkembang seiring pencarian petugas penyelamat.
Selain upaya pencarian yang dilakukan oleh tim gabungan, Pemerintah Provinsi Gorontalo juga telah mendirikan dapur umum lapangan untuk mendistribusikan makanan hingga posko pelayanan kesehatan.
Konsekuensi buruk dari 'pembiaran'
Lokasi tambang emas tradisional di Suwawa Timur sudah lama dijadikan mata pencarian oleh masyarakat, kata Irwanto Botutihe warga Desa Tilangobula, Suwawa Timur.
"Titik Bor 17 yang pertama diusahakan masyarakat, sekitar tahun 1980-an," ujar Irwanto.
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan provinsi Gorontalo Heriyanto mengatakan saat ini tim SAR gabungan terus berusaha untuk mengevakuasi korban.
Setelah wilayah itu diketahui memiliki kandungan emas, katanya, banyak orang terdorong untuk menambang.
Irwanto menjelaskan, metode penambangan emas oleh warga dilakukan dengan membuat lubang lalu menggambil batuan yang mengandung urat emas.
Kemudian, batuan itu digiling untuk mendapatkan butiran emas. Butiran emas ini kemudian diikat dengan air perak.
Di balik cerita itu, Melky Nahar dari Jatam melihat maraknya aktivitas tambang ilegal di Suwawa Timur, maupun banyak wilayah lain di Indonesia, disebabkan oleh adanya pembiaran oleh aparat penegak hukum hingga elite politik.
“Mengapa dibiarkan? Karena ini dijadikan ATM oleh aparat keamanan dan juga elite politik lokal hingga nasional. Mereka sendiri menjadi bagian dari pelaku kejahatan, entah terlibat secara langsung di bisnis tambang ilegal maupun tidak langsung seperti jasa keamanan.“
Padahal, menurutnya, aparat keamanan dan elite politik yang berkuasa memiliki otoritas untuk melakukan sosialisasi hingga penegakan hukum untuk membereskan sengkarut tambang ilegal, yang operasinya dapat dilihat mata secara langsung.
“Jadi sepanjang aparat dan elit politik yang sedang berkuasa masih kotor, tidak bersih, maka sepanjang itu pula tambang ilegal ada di mana-mana,“ ujarnya.
Melky juga menolak klaim yang menyebut bahwa menjamurnya tambang ilegal disebabkan oleh adanya “kebutuhan ekonomi masyarakat” yang harus dipenuhi.
Lebih luas dari itu, Melky mengeklaim bahwa berdasarkan temuan Jatam, ada permainan dari pemodal yang mengambil keuntungan.
“Tambang ilegal itu biaya produksinya besar, dari alat berat hingga fasilitas pemurnian dan lainnya. Temuan kami, di mana ada tambang ilegal di situ ada pemodal. Mereka ini juga yang menerima keuntungan dan berada di balik keberadaan tambang ilegal,” katanya.
Merespons tudingan pembiaran, Penjabat Sekda Bone Bolango, Aznan Nadjamudin, mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa melarang atau menutup aktivitas ilegal itu.
“Karena tambang di Suwawa yang dikelola oleh masyarakat adalah masuk di wilayah kontrak GM [Gorontalo Mineral], kami pemda tidak bisa melarang aktivitas penambang," kata Aznan.
"Yang bisa melarang dan menutup aktivitas penambang di lokasi adalah Gorontalo Mineral."
Senada dengan itu, Penjabat Gubernur Gorontalo, Rudy Salahuddin, menjelaskan bahwa kegiatan penambangan tradisional yang menjadi lokasi bencana longsor masuk dalam izin lokasi kontrak karya Gorontalo Mineral (GM) seluas 24.999 hektare.
“Upaya penertiban oleh aparat telah dilaksanakan berulang, namun masyarakat tetap bersikeras dan tetap melaksanakan kegiatan pertambangan tradisional tersebut,” kata Rudy.
Rudy menambahkan, solusi yang sudah dilakukan pemerintah daerah adalah dengan mendorong pemegang Konsesi (GM) agar segera melakukan kegiatan produksi pada titik-titik potensial yang saat ini lebih banyak dimanfaatkan oleh penambang tradisional.
“Kemudian, mempercepat realisasi WPR untuk menyiapkan lokasi kegiatan penambangan tradisional menjadi pertambangan yang lebih aman, sesuai norma dan kaidah pertambangan (IPR),” tambah Rudy.
Mengapa aktivitas tambang ilegal memicu longsor?
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bone Bolango, Achril Yoan Babyonggo, menjelaskan, hujan dengan intensitas lebat menyebabkan terjadi longsor di wilayah tambang ilegal ini.
Kendaraan roda tiga mengevakuasi jenazah korban longsor di Desa Tulabolo, Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Senin (08/07).
Longsor tersebut kemudian menimpa kamp-kamp penambang yang tengah beristirahat pada Minggu dini hari (07/07).
“Mereka sudah di kamp semua, sudah istirahat, kan malam. Mereka ada yang istirahat, itu baru terjadi longsor dan mereka tertimbun,” kata Achril.
Achril juga menambahkan kini aktivitas tambang ilegal tersebut telah dihentikan. “Sudah disuruh turun dulu, perintahnya disuruh turun semua,” tambahnya.
Achril menjelaskan terdapat sekitar sembilan kecamatan di Bone Bolango yang rawan bencana. "Rata-rata banjir dan tanah longsor juga ada, tapi tidak memakan korban. Yang memakan korban yang di tambang ini.”
Melky dari Jatam melihat aktivitas pertambangan emas ilegal akan melakukan pembukaan lahan dan juga menggali tanah ke kedalaman tertentu.
Ketika hal itu dilakukan dalam skala besar maka, tambahnya, akan menyebabkan rusaknya fungsi layanan hutan seperti menjadi wilayah resapan air dan penahan longsor.
“Sehingga ketika terjadi musim hujan, longsor pasti akan terjadi. Kemudian lubang-lubang tadi kalau bukan amblas ya tergenam dengan air,” kata Melky.
Selain bencana alam, tambang ilegal yang menggunakan zat-zat beracun seperti merkuri dan syanida akan mencemari air, tanah hingga udara. (*)
Tags : bencana tanah longsor, bencana di area pertambangan emas, bencana di gorontalo, bencana tanah longsor menyisakan kematian dan orang hilang, tambang, bencana alam, lingkungan, alam, Sorotan,