Riau   2023/10/13 13:11 WIB

Beredar Kabar Beras Pelastik di Pasaran yang Rasanya Aneh Bikin Sakit, 'jadi Tamparan Keras Bagi Pertanian'

Beredar Kabar Beras Pelastik di Pasaran yang Rasanya Aneh Bikin Sakit, 'jadi Tamparan Keras Bagi Pertanian'

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Pemerintah Kota (Pemkot) Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar), meminta warga untuk memberikan laporan terkait informasi beredar penemuan beras sintetis di daerah setempat, karena beras palsu berbahan plastik itu berbahaya jika dikonsumsi.

"Tentang informasi adanya beras sintesis yang beredar di Kota Bukittinggi, kami mengimbau masyarakat untuk tidak panik, tetap tenang, dan waspada," kata Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, di Bukittinggi, sejak Rabu 11 Oktober 2023.

Ia menegaskan, Pemkot Bukittinggi berkoordinasi dengan pihak terkait dan apapun informasi terbaru akan disampaikan kepada masyarakat.

"Kita mengimbau agar masyarakat membeli beras di tempat langganan dan terpercaya, serta jangan tergiur dengan beras yang murah, selain dari program pemerintah dan lembaga resmi," kata Erman Satar.

Ia meminta partisipasi aktif masyarakat untuk memberikan laporan pengaduan jika menemukan beras yang dicurigai berbahan palsu.

"Jika menemukan beras dengan ciri-ciri mencurigakan, agar melaporkan melalui Dinas Pertanian dan Pangan Kota Bukittinggi atau melalui kelurahan atau kecamatan untuk nantinya kami laksanakan uji laboratorium," ujar Erman Satar.

Penemuan beras diduga palsu di Bukittinggi itu terungkap beberapa waktu lalu di daerah Campago Ipuh oleh seorang warga. 

"Berasnya aneh, berbeda dengan biasanya. Terlalu putih, cepat mengeras dan basi, serta juga berderai," kata salah seorang warga, Dessi (30).

Ia mengaku mengalami sakit komplikasi setelah mengonsumsi beras yang diduga sintetis itu. "Radang tenggorokan, pusing, dan demam tinggi, itu yang saya rasakan selama dua pekan setelah memakan beras ini," katanya.

Beras yang dibeli dengan harga Rp5.000 per kilogram itu kemudian diperiksa langsung oleh pihak kepolisian untuk selanjutnya dicek laboratorium.

Sementara Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setdako Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutasuhut, yang mengaku telah mendengar kabar langsung memberikan respon agar warga Kota Pekanbaru, Riau tetap tenang dan waspada.

Menurutnya, Pemerintah bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pekanbaru akan melakukan pengawasan di lapangan terkait temuan beras yang diduga mengandung bahan plastik (sintetis) di Campago Ipuh, Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar).

"Kami sedang lakukan pengawasan melalui OPD terkait berkoordinasi dengan BPOM," kata Ingot Ahmad Hutasuhut, Kamis (12/10).

Pengawasan ini dilakukan mengingat Sumbar merupakan provinsi tetangga Riau. Pengawasan ini dilakukan mengingat Sumbar merupakan provinsi tetangga Riau.

Ia juga mengimbau masyarakat Kota Pekanbaru jangan panik dengan temuan dugaan beras berbahan plastik tersebut.

"Masyarakat jangan panik, tetap tenang, dan waspada. Beli lah beras di tempat yang sudah biasa kita beli dan dipercaya," kata Ingot.

Selain melakukan pengawasan terhadap beras, Ingot juga menyampaikan bahwa Pemko Pekanbaru juga tengah memantau kebutuhan bahan pokok lainnya.

Hal ini bertujuan untuk memastikan tidak hanya stabilitas harga tetapi juga kualitas kesehatan dari makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat.

"Tidak hanya beras, kita juga melakukan pengawasan terhadap bahan-bahan pokok lainnya. Sekali lagi, masyarakat tidak perlu panik. Beli la kebutuhan sehari-hari ditempat langganannya atau ditempat-tempat yang terpercaya," katanya. 

Sementara pakar UGM Nanung Danar Dono, S.Pt., M.Sc., Ph.D, Wakil Ketua Halal Center Universitas Gadjah Mada, memberikan klarifikasi soal viralnya beras plastik ini.

Sebelumnya, telah beredar kabar di media sosial video di facebook tentang beras dibuat dari bahan plastik mengepalkan nasi menjadi bulatan sebesar bola ping-pong. Sembari menunggu kepalan nasi usai, rekaman video berpindah, menyorot nama rumah makan yang tertera di kotak nasi. Si perempuan lalu melempar bola nasi dan memantul. Mereka pun ribut, menduga nasi itu terbuat dari beras plastik.

Beberapa pemberitaan lain pun ramai menyampaikan soal yang sama menyangkut beredarnya beras sintetis di tengah masyarakat. Berita-berita tersebut tentunya menimbulkan rasa khawatir dan meresahkan masyarakat. Lantas apa kata pakar soal ini?

Dengan klarifikasi ini ia berharap beberapa pemberitaan tidak lagi meresahkan dan menambah literasi di masyarakat.

Terkait pemberitaan dan video tentang beras (konsumsi) palsu yang terbuat dari plastik adalah informasi bohong alias hoax. Jika hal itu sebagai informasi benar maka saat beras dari plastik dikukus mustahil bisa mengembang atau berubah wujud menjadi nasi.

Menurutnya, polimer plastik saat dipanaskan atau dikukus hanya akan berubah jadi plastik panas. Bahkan, jika terlalu panas ia akan mengkerut atau mengkeret, bukan malah mengembang.

“Begitu pula dengan beras plastik komersial. Jika memang benar ada, maka saat dipanaskan ia hanya akan berubah menjadi beras plastik panas, bukan berubah menjadi nasi,” ujarnya di Kampus UGM, Rabu (11/10).

Nanung menyampaikan jika ada orang yang membuat video menggenggam nasi lantas dibentuk bola padat lalu bisa memantul saat dilempar, maka hal itu bukan berarti mengindikasikan nasi tersebut terbuat dari plastik.

Namun, nasi tersebut mengindikasikan memiliki kandungan non-starch polysaccharides (NSP) atau karbohidrat non-patinya tinggi.

Terutama pada kandungan amilopektin dan amilosa. Contoh jenis beras yang memiliki kandungan amilopektin dan amilosa tinggi adalah beras ketan atau glutten rice atau stiky rice.

“Itulah sebabnya mengapa lemper itu saat digigit sangat liat berbeda dengan arem-arem yang terbuat dari beras biasa,” terangnya.

Nanung menjelaskan industri nasi palsu, telur palsu, ikan (tempura) palsu, kobis palsu, sayur palsu sesungguhnya memang ada di Jepang dan di China.

Meski begitu produk-produk tersebut sebatas sebagai bahan displai menu masakan di depan restauran siap saji dan bukan untuk dikonsumsi.

Di Jepang, China atau Thailand banyak ditemui restauran-restauran yang memajang menu masakannya dengan produk-produk semacam itu.

“Sekali lagi, itu sekedar untuk contoh berbagai menu yang dijual, bukan untuk dikonsumsi pembelinya,” ucapnya.

Oleh karena itu, sangat bijaksana jika netizen atau masyarakat di Indonesia membiasakan diri mencari klarifikasi kebenaran (tabayyun) sebuah berita yang mungkin sedang viral di media sosial.

Ia menyarankan masyarakat atau netizen bisa membiasakan double check untuk sebuah informasi yang tengah viral.

“Ini penting agar kita tidak membuat gaduh dan tidak ikut menyebarkan kebohongan ke publik (masyarakat). Mestinya pantang bagi kita membuat atau ikut-ikutan menyebarkan berita bohong di media sosial, atau dimana pun kita berada,” terangnya.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) turun memeriksa kebenaran kabar soal beras sintetis yang beredar di masyarakat belakangan ini.

Deputi Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Andriko Noto Susanto mengungkapkan, beredarnya kabar tersebut kemungkinan berawal dari pemberitaan di Bukittingi, Sumatera Barat yang menyebutkan salah seorang warga mengaku sakit usai mengonsumsi diduga beras sintetis.

"Berkaitan dengan beredarnya isu mengenai adanya beras berbahan plastik atau beras sintetis yang dikonsumsi masyarakat, diperlukan investigasi termasuk pembuktian dari sample beras yang dikonsumsi melalui uji laboratorium," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (11/10/2023). 

"Ini harus dilihat apakah ada bahan lain yang dikonsumsi selain beras, dan apakah semua yang mengonsumsi juga mengalami gejala yang sama," sambungnya.

"Jadi kasus ini tidak bisa digeneralisir karena jika memang penyebabnya dari beras yang diduga sintetis tersebut tentunya ini akan lebih banyak orang yang terkena dampaknya. Sehingga kita fokus ke kasus keracunan tersebut," tambah Andriko.

Menurutnya, Dinas Pertanian dan Pangan Kota Bukittingi selaku Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) bersama Satgas Pangan telah turun langsung ke lokasi untuk meminta keterangan dan mengumpulkan bukti. Dan, lanjutnya, sample beras tersebut sudah diambil dan dikirimkan ke laboratorium yang terakreditasi untuk proses uji lab.

"Untuk memastikan apakah sebab sakitnya akibat mengonsumi beras tersebut maka harus dilakukan pengecekan kebenarannya. Apakah itu beras benar sintetis sehingga mengganggu kesehatan. Untuk validasinya harus dilakukan pengujian profil plastik yang dikandung terhadap sampel beras yang sama dengan yang dikonsumsi saat itu," ungkap Andriko.

Pemerintah, imbuh dia, melakukan pengawasan keamanan dan mutu PSAT di peredaran baik pre-market maupun post-market dilakukan oleh OKKPP dan OKKPD untuk menjamin pemenuhan standar keamanan dan mutu pangan. Yaitu, aman dari residu pestisida, logam berat, mikotoksin, dan cemaran mikrobiologi.

"Penjaminan keamanan dan mutu pangan ini dilakukan melalui registrasi izin edar dan sertifikasi penerapan penanganan yang baik (SPPB), termasuk jaminan atas kebenaran informasi terkait keamanan pangan yang beredar di masyarakat ungkapnya," jelasnya. 

Proses Hukum

Sebelumnya, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menyebut, isu beras sintetis rentan dihembuskan di tengah upaya serius pemerintah melakukan stabilisasi pasokan dan harga beras dengan menggencarkan Gerakan Pangan Murah (GPM), serta bantuan pangan beras dan operasi pasar Perum Bulog.

Untuk itu, selain melakukan tindakan pengujian ilmiah terhadap sampel beras melalui Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP) di bawah Badan Pangan Nasional, Arief meminta satgas pangan melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang terbukti menyebarkan berita hoax mengenai beras sintetis ini.

"Sekarang kalau ada beras sintetis, satgas pangan investigasi dan jika memang terbukti bersalah, perlu diproses secara hukum, sehingga masyarakat tenang dan mendapat kejelasan mengenai masalah ini." ujar Arief.

Ia juga mengimbau seluruh masyarakat agar lebih cermat memilih produk pangan yang aman, dan membaca label serta tidak mudah terprovokasi dengan isu keamanan pangan yang belum pasti kebenarannya. (*)

Tags : beras sintetis, beras plastik, kabar beras sintetis, beras sintetis ditemukan di bukittinggi,