
PEKANBARU, RIAUPAGI.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru kembali memantau kemunculan titik panas atau hotspot yang tersebar di sejumlah wilayah di Pulau Sumatera.
Berdasarkan data terbaru yang disampaikan petugas BMKG Pekanbaru, Sanya Gautami, tercatat sebanyak 13 titik panas terdeteksi pada hari ini, Jumat (23/5/2025).
Riau menjadi provinsi dengan jumlah titik panas terbanyak, yakni 8 titik. Rinciannya, Kota Dumai menyumbang 3 titik, disusul Kabupaten Indragiri Hulu dengan 2 titik, serta masing-masing 1 titik di Kabupaten Bengkalis, Kampar, dan Kuantan Singingi.
Sementara itu, Provinsi Sumatera Barat terpantau memiliki 4 titik panas, dan Sumatera Utara mencatatkan 1 titik.
Kemunculan titik panas ini menjadi perhatian serius menjelang puncak musim kemarau yang diprediksi akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.
BMKG mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas pembakaran lahan dan hutan, karena dapat memperparah kondisi cuaca serta memicu bencana asap.
Pihak BMKG terus melakukan pemantauan melalui citra satelit dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah serta instansi terkait untuk langkah mitigasi dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Meskipun sudah masuk kemarau tapi hujan deras masih mengguyur Riau.
Meskipun secara kalender sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih kerap mengguyur berbagai daerah.
Bahkan, hujan ini kerap disertai petir dan angin kencang, menciptakan kondisi cuaca yang tak menentu dan memicu kekhawatiran akan bencana hidrometeorologi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa periode peralihan musim atau *pancaroba* yang terjadi pada Mei 2025 ini menunjukkan dinamika atmosfer yang kompleks.
Cuaca yang awalnya cerah pada pagi hari, kerap berubah drastis menjadi hujan deras saat sore dan malam.
"Meski beberapa wilayah sudah memasuki musim kemarau, curah hujan yang signifikan masih sering terjadi, terutama di sore hingga malam hari,” ungkap BMKG dalam keterangannya yang dikutip pada Jumat (25/5).
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menekankan bahwa musim kemarau bukan berarti wilayah Indonesia akan benar-benar bebas dari hujan.
“Dalam periode kemarau, masih ada potensi hujan, meskipun intensitasnya biasanya berada di bawah 50 mm per dasarian (sepuluh hari),” jelasnya.
Fenomena cuaca ekstrem ini dipicu oleh kondisi atmosfer yang masih labil, akibat interaksi antara suhu permukaan laut yang hangat, tekanan udara, dan kelembaban tinggi.
Ketiganya menjadi pemicu utama pembentukan awan-awan konvektif, termasuk awan Cumulonimbus yang dikenal sebagai biang keladi cuaca ekstrem seperti hujan deras, petir, angin kencang, hingga hujan es.
BMKG juga mencatat bahwa dinamika atmosfer global turut memengaruhi kondisi cuaca saat ini.
Aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), serta pergerakan gelombang atmosfer seperti Kelvin dan Rossby Ekuatorial, masih aktif melintasi kawasan Indonesia, terutama wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.
"Fenomena-fenomena atmosfer ini memperkuat pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia, meskipun kita berada di awal musim kemarau,” tambah Guswanto.
Suhu permukaan laut yang masih hangat di perairan Indonesia juga turut memperkuat potensi hujan. BMKG menyatakan bahwa suhu ini menciptakan kondisi yang mendukung pembentukan awan hujan, khususnya di wilayah barat Indonesia.
Akibat hujan deras yang terus mengguyur selama sepekan terakhir, sejumlah wilayah telah mengalami bencana hidrometeorologi.
Dari Aceh, Riau, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, hingga Jakarta dan Jawa Timur, berbagai laporan banjir dan angin kencang mulai bermunculan.
BMKG memprediksi bahwa pola cuaca ini akan terus berlanjut hingga setidaknya akhir Mei 2025.
MJO dan gelombang Rossby Ekuatorial diperkirakan masih akan aktif dalam beberapa hari ke depan.
Melihat kondisi ini, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi.
Masyarakat juga diharapkan terus memantau informasi cuaca terbaru dan bersiap menghadapi kondisi yang cepat berubah.
"Kami terus melakukan pemetaan dan pemantauan cuaca secara real-time di seluruh wilayah Indonesia. Waspada adalah kunci menghadapi dinamika cuaca yang tidak menentu ini,” tutup Guswanto. (*)
Tags : kemarau, musim kemarau, riau masuki kemarau, kemarau diiringi hujan, usai kemarau masuk musim hujan,